Sunoo menangis dengan keras, ia tak kuat menahannya. Sungguh hatinya menyeri kala kembali diingatkan fakta bahwa dirinya sangat tidak dibutuhkan.
Sunoo paham, apabila alasan yang dilontarkan orang tua Sunghoon adalah demi menjaga kesakralan prosesi ini, namun mereka justru mengatakan apa pentingnya menolong Sunoo.
Sunoo sama sekali tak menampik bahwa permintaannya memanglah permintaan egois.
"Kakak."
Sunoo menoleh, ia melihat Yeji yang telah berdiri disampingnya.
"Ayah dan ibu tidak bermaksud buruk. Mereka berdua orang yang baik." Yeji berusaha menenangkan dirinya yang tak juga kunjung berhenti tersedu.
"Iya, Yeji. Permintaanku memang terlalu egois. Kakak akan minta maaf lagi pada mereka besok." Ujar sembari berusaha menggosok matanya guna menghentikan tangisannya.
"Yeji, terima kasih selalu mencemaskanku." Sunoo tersenyum, bagaimanapun hanya Yeji lah satu-satunya keluarga Sunghoon yang dapat menerima dirinya.
"Itu karena aku sayang kakak!" Balas Yeji dengan senyum yang tak kalah manis.
"Terima kasih. Aku juga sayang Yeji!" Sunoo mengangkat tangannya, mengusap pipi sang adik dengan lembut. Namun, disanalah Sunoo mulai menyadari, bahwa Yeji juga memudar.
Sunoo masih terdiam, hingga Yeji beranjak pergi Sunoo tetap setia berdiam diri.
"Park Sunoo?" Panggilan tersebut membuyarkan lamunannya.
"Ah, ayo tidur sunoo-ya." Sunghoon menggiring sang suami menuju tempat tidur mereka.
Sunghoon bergerak memeluk Sunoo dengan erat, meletakkan tangannya sebagai bantal kepala Sunoo.
"Hei, Sunghoon. Soal Yeji ......" Sunoo memilin ujung kaos Sunghoon, ia masih tak yakin dengan pemikirannya soal Yeji.
"Kamu menyadarinya, ya..." Sunghoon menghela nafas panjang.
"Yeji juga bayangan, adikku meninggal 10 tahun silam karena sakit. Bayangannya perlahan mulai memudar saat ini. " Sunghoon mengusap kepala Sunoo, memberikan ciuman bertubi-tubi seolah menenangkan perasaan Sunoo dan dirinya sendiri.
"Ingatlah, takdir memang kejam, Sunoo-ku." Sunghoon berujar dengan pelan, suara lirihnya teredam akibat ia membenamkan wajahnya ke rambut Sunoo.
"Hei, ibu." Yeji yang sedang tidur dipangkuan sang ibu mulai memilin ujung kaos milik ibunya.
"Ada apa Yeji?" Tangan sang ibu tergerak untuk terus mengusap pelan kepala Yeji.
"Jangan marah kepada kak Sunoo, ya? Dia suami yang sangat baik untuk kak Sunghoon
." Yeji mendongak menatap netra teduh milik ibunya."Ibu tahu itu, tapi ...." Belum sempat sang ibu lanjutkan, Yeji memotong kalimatnya.
"Aku menyayangi ibu. Aku ingin bersama ibu selamanya. Aku takkan menikah. Boleh, 'kan Bu?" Yeji menatap netra sang ibu dengan tatapan berbinar.
"Ya, tentu boleh." Sang ibu berusaha menahan lelehan air matanya yang sedang berlomba lomba untuk keluar.
"Kamu boleh selamanya bersama ibu." Ibu memilih menyerah, dirinya menangis dalam diam, namun ia tetap tak berhenti mengusap rambut Yeji. Dirinya juga berharap hal yang sama seperti anak bungsunya, dapat bersama Yejinya selama lamanya.
Yeji telah terlelap, namun sang ibu tetap terjaga. Waktunya bersama Yeji hanya tinggal 10 tahun dan semuanya akan menjadi kenangan serta angan.
"Ibu juga berharap begitu sayang." Sang ibu memeluk erat tubuh terlelap Yeji, berusaha melawan fakta bahwa Yeji tak lagi sama sepertinya.
Fakta, bahwa tak ada yang abadi.
.
.
.To be Continued
[270623]
.
.
.Milky's side note:
Kira-kira ada berapa bayangan ya dirumahnya Sunghoon?
Semuanya malah jadi bayangan.Anw, ceritanya mungkin emang fast bgt alias lompatan time linenya besar. But, nanti akan ada flashback juga sedikit sedikit.
Makasi udah baca dan mampir 😆, aku nerima kritik dan saran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love(lies)
Fanfiction[sungsun] [short story] Benua seolah mempermainkan takdir hidupku, membiarkan aku hidup dalam ketidaktahuan berkepanjangan, membiarkan aku hidup dalam kisah fiksi belaka, membiarkan aku hanyut dalam kisah yang sang penciptanya sendiri mengakhirinya...