Setelah sampai di kosan, Juyeon langsung menuntun motor ke tempat parkir eksklusif yang ada di dalam.
Elisa melangkah begitu dekat di belakangnya, hampir seperti menempel. Bahkan saat lelaki itu bergerak ke sana kemari, gadis itu tetap bersembunyi di balik tubuh besarnya.
Juyeon tersenyum karena tingkah lucu itu. Elisa pasti gugup melihat ada banyak pintu kamar terbuka sepanjang mereka melangkah kesini.
"Tenang aja. Cowok yang ngekos disini orangnya baik semua, kok." Kata yang lebih tua.
"Hm, aku takut ada yang kenal sama aku terus digosipin yang enggak-enggak." Elisa akhirnya bersuara.
Juyeon menghadap adiknya, melabuhkan tangan kanan di bahu yang kecil lalu tangan kirinya mengusap pipi gadis itu.
Tindakan Juyeon sedikit membuat kupu-kupu berterbangan di perut Elisa. Setidaknya, berkat Juyeon gadis itu jadi terdistraksi.
"Kamu orangnya parnoan, ya? Lucu deh, pengen kakak jagain kemana-mana."
Gadis itu cemberut dan tak mau merespon. Omongan Juyeon benar. Gara-gara parno, Elisa sering kehilangan kesempatan di momen sakral di hidupnya.
"Di sini emang nggak boleh bawa cewek, tapi kalau orangtua dan saudara boleh, kok. Malah kalo mau nginep bisa disewain kamar." Titah Juyeon.
Kosan berkonsep family friendly, Elisa banyak dengar tentang ini dikarenakan penginapan daerah kampus biasanya overprice.
Gara-gara itu, sebagian orang memilih bermalam di kos harian. Harganya cenderung murah dibanding hotel yang agak melejit tapi fasilitas justru kurang layak.
"Toh, nanti semua bakal tau kalo kamu adek aku." Imbuh lelaki yang lebih tua 4 tahun dari Elisa.
"Jangan sebarin tentang aku, Kak. Aku tahu kakak lumayan populer tapi aku gak begitu suka kalo ada orang asing nyapa aku di jalan." Ujar Elisa.
"Huh? Menurut kakak malah bagus kalo banyak yang kenal kamu. Temen-temen kakak punya banyak koneksi sama fotokopian dan joki. Trus temen kakak yang namanya Juhaknyeon itu masih cucunya dekan, si Hyunjae juga pengalaman 3 tahun jadi Asdos."
Dalam hati Elisa menjerit karena kakaknya punya kehidupan dan teman-teman yang luar biasa. Pantas saja dia terlihat tenang tanpa beban.
The power of teman? Entahlah. Elisa bertaruh kalau teman-teman Juyeon adalah tipikal manusia yang suportif, woles dan sempurna untuk jadi teman.
Sedangkan di sisi kehidupan Elisa, dia merasa generasinya kental dengan bullying, self-pride, circle-pride dan apapun yang Juyeon si pelopor gen-z mungkin takkan mengerti.
"Kak, aku boleh numpang mandi disini, gak?" tanya Elisa, mengubah topik percakapan.
Juyeon mengangguk dan tersenyum dengan tulus. Selama berjalan, lelaki tampan itu terus menapakkan tangan di kepala si gadis dan terkadang mengenalkannya jika ada teman yang berpapasan.
Ternyata prasangka Elisa sia-sia, semua orang di sini tak semenakutkan yang ia kira. Meski begitu, jantungnya berdegup kencang. Ini pertama kali dia dimanja oleh lelaki yang notabene bukan sedarah. Sensasinya berbeda dari cara Ayah kandung Elisa merangkulnya.
Elisa jadi bertanya-tanya apa dia bisa akrab dengan Juyeon tanpa kuatir Juyeon bakal membenci sifat buruknya di kemudian hari?
Iya. Deep down Elisa tahu dia egois, self-centered dan apatis. Bisa jadi itu karena buah dari traumanya di masa lalu. Ia menolak untuk kembali ke pribadinya yang dulu periang dan tak kenal takut.
Terlepas hyper-independent adalah coping mechanism, sifat Elisa tadi sering menyelamatkannya dari orang-orang yang berniat menyakitinya.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐜𝐚𝐫𝐲 𝐒𝐰𝐞𝐞𝐭 𝐁𝐫𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 𝐉𝐮𝐲𝐞𝐨𝐧
Fiksi PenggemarMemiliki Lee Juyeon sebagai kakak tiri adalah biggest flex bagi Elisa. Tak cuma Juyeon, kesepuluh kawannya terutama Hyunjae turut memperlakukan gadis itu bagai tuan putri. Sayangnya dunia lisa runtuh saat Juyeon mulai menjarak dengan alasan yang tak...