Kami hanya berdiam diri saat duduk berdua di salah satu tempat makan khas Italian. Sebuah pasta untukku dan segelas red wine milik Andrew tersaji di atas meja berbalut kain bewarna putih gading. Andrew memesan steak daging sapi dengan tingkat kematangan medium rare sebagai teman minumnya. Sedangkan aku memasan strawberry juice. Pria itu mengenakan setelan jas formal bewarna hitam lengkap dengan sepotong sapu tangan di balik saku, rambut hitam bergaya comma hairnya itu tertata rapi, dan ada sebuah jam tangan mahal yang melingkar di pergelangan tangannya yang ramping, disempurnakan dengan visual hampir mendekati kata sempurna yang akan membuat orang-orang di sekitarnya tidak bisa untuk tidak melihatnya lebih dari satu kali. Andrew Brandyn Davis — kuakui, dia memang pria yang sangat mengesankan walaupun dia menyimpan terlalu banyak misteri.
Aku cukup terhanyut oleh nuansa romantis ala Italia dengan pemandangan laut biru di balik dinding kaca tepat di sebelah meja ini. Langit di luar sana sudah berubah menjadi gelap semenjak kedatangan kami saat matahari tenggelam. Di antara kami, tidak ada yang memulai pembicaraan. Dia sangat pendiam, jadi aku juga tidak berbicara apapun, aku hanya merasa tidak nyaman dengannya saat ini. Aku dan dia duduk di satu tempat yang sama, hanya berdua. Entah apa kata orang-orang yang melihat kami, penampilanku saja tidak bisa dikatakan setara dengannya. Aku hanya memakai dress jadul bewarna putih dengan motif bunga-bunga, sedangkan dia ...? Bukankah kami terlihat sangat tidak cocok? Aku tahu, tapi aku tidak punya pakaian lain yang lebih cocok selain yang kukenakan hari ini.
Kulihat dia cukup menikmati hidangannya. Meskipun dia hanya diam dan makan dengan tenang, namun ia tidak bisa menyembunyikan raut wajahnya yang terlihat seperti memiliki banyak beban pikiran. Hari ini ia tampak lebih tertekan dari pada biasanya. Lihat saja sudah berapa kali ia menuangkan wine kedalam gelas? Berkali-kali, dan itu kurasa bukan penyebab ia mengerutkan keningnya sekarang, aku tahu ia memiliki batas toleransi yang tinggi terhadap minuman beralkohol.
Sejujurnya, semenjak kejadian yang sudah berlalu 5 tahun yang lalu, baik sikapku maupun sikap Andrew berubah. Ia lebih pendiam, sementara aku jauh lebih pendiam lagi karena pada kenyataannya aku sudah mulai merasa takut padanya.
"Kau tidak ingin memesan yang lain?" tanyanya secara tiba-tiba, seketika itu jantungku terasa akan lompat keluar.
Setelah menarik napas, aku menggelengkan kepala, mencoba untuk bereaksi setenang mungkin—fokus memutar garpu dan makan dengan benar. Meskipun sesekali ia bertanya, tetapi nada suaranya begitu dingin.
"Ada apa, apa kau tidak suka dengan hidangannya?"
Aku menggelengkan kepala sekali lagi.
Kudengar ia menghela napas. Setelah itu, tidak ada lagi pertanyaan darinya.
Andrew kembali mengangkat pisau dan juga garpu, mencoba memotong daging di atas piring yang masih utuh itu dengan gerakan terampil. Sedangkan aku mulai mengisap sedotan untuk meminum jus strawberry di dalam gelas kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Rain (Pindah Noveltoon)
RomancePada mulanya, sebuah payung kecil yang melindunginya dari tetesan hujan, kini berubah menjadi sebuah sangkar. Kapankah ia akan terlepas dari itu semua? Credits: Cover from Naver (Bukan novel terjemahan. Ini adalah novel karangan saya sendiri. DILARA...