Chapter 2 - Why? 'Cause I Love You So Much

1.4K 108 12
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sepersekian detik, pisau kecil yang ada di tangannya mendarat di atas pot bunga yang berada di sudut ruangan-tak jauh dari meja kami, pria yang ada di depanku itu yang melemparnya. Aku terdiam kaku di tempat, mendapati Andrew dengan wajah marah dan tanpa dosa hampir membuatku celaka. Dia melempar pisau itu dengan kecepatan tinggi, jika saja aku bergerak sedikit saja ke kanan, maka pisau itu sudah pasti akan mengenai tubuhku.

Karena tidak tahan melihat wajahnya yang menegang, aku menundukkan kepala, bersiap-siap untuk menerima apapun reaksinya, atau apapun yang akan dia lakukan padaku, aku sudah pasrah.

"Don't you dare say that again!" ucapnya penuh dengan penekanan.

Aku mendengar suara kursi yang berderit.

Saat, mendongakkan kepala, aku melihatnya berjalan dengan langkah lebar menuju pintu keluar. Aku tetap duduk terdiam di tempat saat orang-orang mulai berbisik-bisik sambil melihat ke arahku.

"Nona, Anda baik-baik saja?"

Tak lama kemudian, dua pelayan dengan seragam hitam putih datang sembari membawa troli mirip rak piring yang kosong. Salah satu di antara mereka datang untuk mengambil pisau yang tertancap di atas pot, dan yang lainnya membereskan piring dan gelas-gelas kosong yang berada di atas meja.

"Saya baik-baik saja," ucapku lirih. Sejujurnya aku tidak bisa mengendalikan perasaanku sekarang ini, aku merasa sangat bersalah padanya. Tapi kukira, itu adalah satu-satunya jalan keluar bagiku maupun dia mengenai hubungan ini yang sudah seperti di ujung tanduk.

"Apa ada yang perlu saya bantu, Nona?"

Aku segera menggelengkan kepala. "Tidak perlu, saya akan segera pergi!"

Pelayan wanita itu segera memundurkan tubuhnya ke belakang, memberiku sedikit akses untuk keluar.

"Kalau begitu, hati-hati di jalan, Nona!"

Aku menganggukkan kepala dan segera melangkahkan kaki secepat yang aku bisa.

Saat melewati beberapa meja, aku dapat mendengar suara mereka. Mereka bukanlah orang yang aku kenali, tapi dapat dipastikan bahwa mereka adalah orang-orang kaya di lihat dari cara berpakaian dan barang-barang yang mereka bawa.

"Dia kasihan sekali!"

"Apakah pria yang baru saja keluar tadi adalah kekasihnya, atau suaminya?"

"Kurasa gadis itu hanya kekasih rahasianya."

"Apa tadi kau tidak melihat pria itu melempar pisau?"

Aku sudah terbiasa mendengar hal-hal seperti itu sebelumnya saat aku pergi keluar bersama Andrew. Namun, pria itu tidak pernah mengetahuinya sama sekali, karena orang-orang cenderung tidak berani berbicara tentangku di depan Andrew.

Saat aku berhasil melewati pintu kaca, aku segera disambut oleh embusan angin yang sangat kencang. Itu adalah efek dari angin laut yang ada di depan sana. Di depan restoran berbintang lima ini, ada sebuah jalan beraspal mulus yang di seberangnya terdapat lautan lepas yang sangat luas. Beberapa pohon palm-palman tumbuh di sekitar area jalan tersebut.

Midnight Rain (Pindah Noveltoon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang