Aku menghempaskan tubuhku ke sofa pink bermotif bunga sakura kesukaanku. Hari pertama sekolah memang menyebalkan. Aku melepaskan kacamata besarku dan memijit hidungku secara perlahan. Kacamata itu benar-benar menganggu, kalau ga karena penyamaran aku malas memakainya.
Aku memandang sekeliling ruangan. Rumah tua ini masih sama seprti dulu. Sepi dan tua. Tapi di rumah inilah semua memoriku berkumpul jadi satu. Walaupun rumah ini sudah berumur 70 tahun aku ga akan pernah menjualnya atau merombaknya menjadi lebih modern karena rumah inilah satu-satunya hartaku yang paling berharga. Rumah zaman kolonialku yang berharga.
Meaooowww. Aku tersenyum melihat Mr. Black sudah berada di atas tubuhku. Kucing hitam berusia langka 15 tahun milikku dan merupakan satu-satunya keluarga yang aku miliki saat ini.
"Apa kau lapar Mr. Black?" tanyaku sembari mengusap kepalanya. "Maaf yaa.. meninggalkanmu cukup lama. Tugasku yang kemarin cukup sulit. Jadi waktunya undur dari waktu yang aku perkirakan" jelasku kepada Mr. Black walaupun aku kurang yakin dia mengerti atau tidak.
Gaun berwara biru pastel bekibar di depanku. "Jangan tiba-tiba muncul seperti itu Nancy. Itu tidak baik" dia terkikik geli memandang wajahku. Sinar matahari menembus tubuhnya. Rambutnya yang bergelombang sampai di pinggul begerak seiringan dengan cekikikannya. Wajahnya pucat namun tidak memudarkan kecantikanya yang abadi. Satu lagi keluargaku yang sudah ada sejak pertama kali aku membuka mata melihat dunia ini. Keluargaku yang tak akan berubah menjadi tua. Walaupun waktu bergulir dengan cepatnya.
"Pasti kalian berdua berkerja keras ya untuk menjaga rumah ini selama aku pergi" Nancy tersenyum. "Makasih ya berkat kalian rumah ini jauh dari namanya pencuri dan pembuat rusuh" tentu saja baik pencuri maupun orang iseng ga bakalan berani masuk ke rumah ini. Ya... kecuali tipe orang yang memiliki keberanian tangguhlah yang berani masuk. Orang biasa ga akan berani masuk karena dari jauh saja rumah ini sudah mengirimkan sinyal-sinyal seramnya.
Tretttt....
Ponselku berbunyi "Hallo ini Annora. Ya saya sudah masuk ke sekolah itu. Hmmm...mulai besok saya akan mulai tugas saya. Jangan takut saya bias menangani tugas ini. Baik" aku mengangkiri panggilan dari salah satu klien ku.
Aku berdiri dari sofaku. "Baiklah saatnya kita makan. Ayo Mr.Black saatnya kita makan karena mulai besok semuanya akan terasa berat" ucapku sembari melangkah.
****
Aku melangkahkan kakiku ke lokerku. Aku menatap Laras yang sedang berdiri mematung di depan lokernya. Wajahnya pucat. Aku membatalkan niatku untuk membua lokerku sendiri dan berjalan menuju arahnya.
"Ada apa, Ras?"
Laras terkejut mendengar pertanyaanku dan buru-buru menutup lokernya. "Ga ada apa-apa, An" jelasnya. "Aku duluan ya" ucapnya gugup sembari berlalu cepat berjalan menuju kelas. Aneh.
Aku tak berkonsentarsi pada pelajaran Kimia yang dibawakan Pak Hardian. Aku memandang keluar kelas lewat jendela yang ada tepat di sebelahku. Hutan. Ya hutan yang letaknya di belakang sekolah kini berada dalam jarak pandangku, walaupun cukup jauh namun aku mampu merasakan ada yang asing di dalam hutan itu. Aku harus menyelidikinya.
Bel tanda istirahat berkemandang keras membuatku tersentak dari lamunanku. Aku berdiri. "Aku duluan ya, Ras" ucapku pada Laras yang duduk di seblahku. Aku berjalan tergesa-gesa keluar kelas. Laras hanya bias memandangku heran.
Aku berjalan menelusuri tiap-tiap sudut kelas dari tempat yang ramai siswanya sampai tempat-tempat terlarang yang dapat dipastikan tak seorang siswapun berani menginjakkan kakinya. Kecuali aku tentu saja. Aku bersender disalah satu pohon disudut sekolah. Pohong beringin tua yang bias aku pastikan umurnya hamper sama dengan sekolah ini atau lebih tua lagi.
Aku melihat catatanku. Aku sudah menandai letak-letak atau sudut-sudut mana saja yang bermasalah. Tapi lagi-lagi tak ada satupun petunjuk atau aura aneh yang aku rasakan. Ini memang aneh atau sekolah ini yang terlalu banyak meyimpan rahasia. Aura samar-samarpun tidak dapat aku rasakan. Apa indra keenamku mulai lemah ya. Ini ga mungkin. Pasti ada petunjuk di suatu tempat. Pikirku.
Aku berjalan menuju kelas. Ketiga tampa sengaja aku menabrak seorang gadis. Kami jatuh terduduk "Aduh..kamu ga apa-apa?" tanyaku sembari mendongak menghadap kea rah gadis yang menabrakku. Laras.
"Laras" pekiku keras. Laras tampak menyembunyikan air matanya. "Kamu kenapa ras?" aku berjalan menghampirinya.
Laras menatapku dengan wajahnya yang basah. "Aku gapap kok An"
"Kalau ga apa-apa kenapa kamu menangis?"
"Mataku hanya kemasukan debu" jelasnya sembari menudnukan kepalanya
"Siapa yang ingin kamu bohongi ras?" aku keras kepala. "Ya udah kalau kamu belum siap untuk cerita ga apa-apa kok. Yang penting kamu harus ingat aku ada untukmu" jelasku. Aku kaget dengan penuturanku sendiri. Untuk apa aku ngomong begitu. Aku bahkan ga peduli dengan kehidupan sosialku tapi mengapa aku merasa seakan-akan harus membantu Laras. Aku membantu Laras berdiri.
Kami berjalan beriringan menuju kelas. Lagi-lagi kerjaku sia-sia. Mungkin pulang sekolah semuanya akan terlihat dengan jelas pikirku.
Pelajaran baru saja berjalan 45 menit dan aku masih tidak focus sama pelajaran sama sekali. Ibu Riani Guru bahasa inggris kami menerangkan dengan suara keras bahkan suara kerasnyapun ga mampu membawaku dan Laras kea lam nyata. Aku sibuk dengan pikiranku dan laras. Dia masih sama seperti yang tadi. Diam tak bergeming.
Tiba-tiba kandung kemihku berontak untuk pelepasan. Aku permisi keluar kelas. Aku berjalan menuju toilet wanita dan masuk ke salah satu bilik.
"Kamu lihat ga wajah Laras anak kelas 10-c. hancur banget ya. Kasihan dia" ucap salah seorang cewe sembari terkikik. Well.. kalau kamu mau mendengar seluruh gossip sekolah toilet adalah salah satu jawabannya.
Aku menajamkan pendengaranku. "Dia memang pantas untuk digituin. Dasar anak rendah ga tahu malu. Berani sekali dia masuk ke sekolah yang dia tahu ga pantas untuknya. Anak misikin seperti dia tuh harusnya ga masuk ke sekolah elit ini. Buat nama sekolah ini jelek saja" jelas yang lain. Mereka terkikik lagi. Apa-apan mereka. Dasar gadis menyebalkan pikirku.
"Tapi setidaknya dengan ada dia disini ada hiburan geratis bagi kita-kita. Badut gratis. Hahahhaha" mereka tertawa dengan gembiranya. Dasar nenek sihir pekikku dalam hati.
"Aku yakin ga berapa lama lagi Laras akan jadi salah satu korban kutukan loker 1999" timbal gadis yang lain. "Dan aku akan senang hati melihat beritanya di Koran" tambahnya lagi.
Kutukan? Loker 1999. Itukan loker Laras. Ada apa dengan loker itu?. Segala pertanyaan berkecamuk di kepalaku. Semuanya seperti potongan puzzle rumit yang semakin di susun semakin rumit. Aku harus menyelidiki loker 1999 itu. Siapa tahu ada sesuatu disitu.
****
Bel tanda sekolah telah berhakir telah berkumandang, seluruh siswa bernapas lega sembari memasukan peralatan sekolah mereka ke dalam tas. Aku memandang Laras yang masih terlihat lesu memasukan peralatannya ke tas. Aku mengikutinya menuju loker.
Laras memasukan nomor kode lokernya. Aku mengintipnya sembari menghapalnya dalam hati. Terima kasih ke Laras yang masih dalam ke adaan zombie sampai tak sadar akan keberadaanku di sebelahnya. Laras memasukan beberapa buku ke tasnya lalu menutup lokernya sembari berjalan menjauhiku.
Aku melihat sekeliling ruang loker. Masih ramai itu berarti aku harus menunghu beberapa saat lagi sampai sekolah sepi biar tidak ada yang memorgoki.
Sudah 2 jam aku disini, disalah satu kelas yang telah sepi. Tempat persembunyian sekaligus pengintaian yang tepat karena letaknya dekat dengan ruang loker. Waktu sudah menunjukan pukul 5 sore tapi loker masih saja dikerumuni beberapa siswa, walaupun tidak seramai tadi. Mau gimana lagi aktivitas formal sekolah berhenti di pukul 3 sore tapi masih ada kegiatan club atau ekstrakulikuler sekolah yang masih terus berjalan hingga jam 6 sore.
Aku melirik kearah loker lagi tapi masih ada seorang pria yang berdiri di sisi lokernya. Apa aku harus berhenti disini ya. Aku bertanya dalam hati namun langsung aku tepis. Ini ga boleh ditunda. Semuanya harus clear sekarang juga tekadku.
tolong vomentnya untuk refisi cerita selanjutnya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of The Dark
HorrorAnnora Elysia Orlin berarti 'Perempuan yang bercahaya kemilauan keemasan dari surga' nama yang indah tapi berbading terbalik dengan sang pemilik nama yang cenderung tertutup, pendiam dan anti sosial. Dia seorang Crystal dan itu semua menjelaskan sem...