Part 6 : Dua Dimensi

50 2 7
                                    

Kepalaku mumet. Peristiwa yang aku alami semalam berdampak buruk terhadap kinerja otakku, membuatku terus memikirkannya sehingga tidak bisa tidur. Aku enggan ke sekolah, selain karena kepalaku yang layaknya dijatuhi berton-ton batu marmer, badanku pun merasakan hal yang sama. Fisik dan pisikisku terkuras luar biasa.

Tapi entah kenapa walaupun kepalaku pusing luar biasa dan badanku lelah. Kakiku tak mau berhenti untuk berangkat ke sekolah. Sesampainya disekolah aku berusaha menahan lipatan didahiku agar tak semakin kusut. Ada yang berbeda dengan kondisi sekolah. Aku melihat jam di pergelangan tanganku. Aku sudah telat 15 menit, namun gerbang sekolah belum ditutup sempurna. Kekagetanku bertambah lipat ketika memasuki gedung sekolah.

Sekolah tampak lengang tapi masih ada beberapa murid yang masih tanpak mengobrol di koridor sekolah dengan wajah muram. Bukannya seharusnya koridor sekolah sudah sepi dan pelajaran pertama sudah di mulai?. Tapi kenapa masih ada beberapa murid yang masih berkeliaran. Mana seksi keamanan sekolah. Dan kenapa dengan wajah mereka?

Aku berjalan dengan cepat menyusuri koridor sekolah. Wajah sekolah yang muram membuatku curiga. Apa mereka mengetahui bahwa...

Aku memasuki ruangan kelas. Hal yang sama aku dapati. Ruangan tanpak suram dengan wajah-wajah muram dan kenyitan dahi disana sini. Kenapa ini. Biasanya jika guru berhalangan hadir kelas ini ributnya luar biasa tapi ini. Aku berjalan menuju bangkuku dari semua wajah muram yang aku temui hanya satu wajah yang aku tanpak berbeda. Laras.

Laras tanpak duduk santai di bangkunya. Wajah bahagianya terpancar walaupun senyum tak tanpak disana. Ada apa dengannya? Ketika semua orang memasang tampang muram malah ia sebaliknya. Aku menyapa laras. Ia membalasku dengan senyuman lalu mengalihkan perhatiannya terhadap buku yang lagi dibacanya.

Aku meletakan tas usangku. "Ada apa, ras?" Tanyaku setelah bokongku mendarat sempurna di bangkuku.

Laras mengenyit bingung. "Kenapa?"

Aku mengedarkan pandanganku dan menunjuk sekeliling. "Itu. Kenapa wajah yang lain pada muram?" Tanyaku sok tidak tahu.

"Owh. Itu tadi ada pengumuman dari sekolah bahwa salah satu siswi ditemukan meninggal semalam. Pihak sekolah meminta kita supaya lebih berhati-hati dan kegiatan ekstrakulikuler diberhentikan sementara" terang Laras dengan wajah datar.

Aku tahu itu. Aku berada disana saat itu. Tapi yang menjadi pertanyaan kenapa pihak sekolah mengumumkannya? Sedangkan sebelum aku berangkat ke sekolah aku sudah memastikan bahwa tidak ada satupun berita mengenai kematian seorang siswi yang berasal dari sekolah ini?

Damn jika pihak sekolah menutupi kasus ini dari dunia luar aku bisa memahaminya tapi kenapa harus mengumumkannya kepada seluruh sekolah. Bisa saja salah satu siswa atau siswi disini melaporkannya ke media dan Boom itu bisa jadi headline news di koran nasional.

"Yang meninggal siapa?"

Laras memandangku sekilas. "Jaskia. Salah satu teman satu gengnya Laura?"

Geng? Gila ini sekolah atau apa? Kok sekolah ini ada geng-gengan segala, kayak kriminalitas aja. "Aku baru tahu sekolah ini punya geng"

"Itu mungkin karena kau anak baru disini, jadi belum terlalu menggenal sekolah ini atau.. "Laras diam sejenak dan menatapku.  "Atau kau terlalu cuek dan terlalu sibuk dengan urusanmu"

Aku mengedipkan mataku. Aku tak tahu apakah ucapan laras barusan hanya ucapan biasa atau sindiran halus terhadapku. Aku merasa gak enak. Harus aku akui bahwa selama bersekolah disini aku terlalu sibuk dengan urusanku dan enggan bersosialisasi. Mungkin Laras juga merasakannya.

Aku diam. Tak berkutik. Aku tak tahu harus membalas apa dan cara termudah untukku adalah mengabaikan ucapan Laras barusan dan pura-pura sibuk dengan buku yang secara random aku ambil dalam tas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 26, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Story Of The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang