Part 5 : Lorong Waktu

44 2 4
                                    

Aku masih berdiri terpaku di tempatku berdiri. Semua hal diseklilingku seolah terisap berubah bentuk dengan sangat cepat.  Bentuknya berbeda dari waktu ke waktu hingga akhirnya perubahan  bentuk itu berhenti. Seolah-olah waktupun berhenti dan terlempar ke masa lampau.

Aku mengedipkan mataku menyesuaikan mataku yang seolah rusak melihat gambar yang terlalu cepat. Jantungku masih saja bergejolak. Aku memerhatikan sekitarku. Semuanya berubah. Aku berada di sebuah lahan yang luas sekarang. Ilalang tanpak tumbuh dengan suburnya hingga menutupi tubuh mungilku. Tapi aku masih di tempat yang sama aku tahu itu. Walaupun yang lainnyanya berubah pohon itu masih sama. Ia tetap berdiri kokoh dan tergurus waktu.

Kini aku menyadari aku masih berada disekolah tapi di waktu dan masa yang berbeda. Apa ini? Aku sudah pernah menaklukan berbagai jenis hantu tapi yang seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Apa yang hantu ini inginkan dariku? Pertanyaan-pertanyaan itu menggelilingi otakku.

Sebelum pertanyaan-pertanyan itu berhasilku jawab. Tubuhku tiba-tiba tersentak seolah-olah ada seseorang yang baru saja mendorong tubuhku atau...melewati tubuhku?. Seorang noni belanda tampak berjalan tergesa-gesa tangannya yang putih bak porselin mengangkat gaunnya yang kelihatan sangat menyulitkannya bergerak di tengah padang ilalang. Rambutnya yang coklat keemasan di ikat dua dengan ikalan di ujung rambutnya. Sekali-sekali poninya bergerak seiring dengan langkah kakinya dan kegentian angin menyapa tubuhnya.

Aku mengikutinya. Entah mengapa feeling aku mengatakan bahwa gadis ini adalah petunjuk selanjutnya. Gadis itu berdiri diam dibawah pohon, sekali-sekali melirik sekitar untuk memastikan sesuatu.

Gadis itu bergerak gelisah. Sekali-sekali ia melihat jam bulat yang terletak di gaunnya. Bulan makin lama makin meninggi. Gadis itu semakin bertambah gelisah. Apa yang seorang noni belanda lakukan tengah malam? Pertanyaan itu melesat dikepalaku. Di zaman ini bukanlah hal yang lazim untuk seorang perempuan keluar larut malam apalagi seorang noni belanda dan tanpa pelayan atau ibu asuhnya?

Pertanyaanku langsung terjawab. Sesosok bayangan tanpak samar-samar berjalan dari kejauhan. Aku tidak dapat melihat jelas tapi suara gresek yang ditimbulkan akibat suara langkah kaki dan badan tersentuh ilalang dapat membuatku yakin ada seseorang yang mendekat.

Bayangan itu semakin mendekat seluet yang ia tunjukan semakin tercetak jelas seiring dengan tumbuhan ilalang yang makin memendek. Dia pria. Postur tubuhnya menunjukan itu. Tubuhnya tidak terlalu tinggi dan ceking. Bajunya lusuh dengan celana yang sama lusuhnya. Kakinya bersih tanpa sandal atau sepatu. Pribumi. Hal itu bergema di kepalaku. Pria itu semakin mendekat menuju pohon. Aku mengalihkan tatapanku dan menatap nini belanda itu. Ia tersenyum. Wajah cemasnya berganti dengan senyum manis dan cantik.

Aku mengenyit. Seorang pribumi dan noni belanda?. Ini merupakan sekandal yang besar. Aku berjalan di belakang pemuda itu mengikuti setiap langkahnya dengan perlahan walaupun aku tahu mereka tidak dapat melihatku dan hanya aku yang dapat melihat mereka bukan berarti aku bisa bersikap tidak sopan dengan menembus mereka sesuka hati dan mendengarkan percakapan mereka. Walaupun itu merupakan niatanku.

Mereka saling bertatapan tanpa saling menyentuh. Tidak ada satupun yang berbicara. Aku mulai muak dengan aksi tatap menatap ini. Aku sudah menunggu sedari tadi ucapan yang akan mereka keluarkan tapi sepertinya mereka masih enggan bersuara dan menikmati saling menatap. Aku benar-benar mau muntah. Ga zaman dahulu ga zaman sekarang seseorang yang jatuh cinta selalu kelihatan bodoh.

Aku jengah. Tentu saja. Aku baru saja memikirkan cara untuk kembali ke dunia nyata sampai pikiran itu terdistraksi oleh sebuah suara. "Kita harus lari" ucap gadis itu pelan. Ia menundukan wajahnya. "Papa sudah mulai curiga dengan kita. Kita tidak dapat bersembunyi terus. Kita harus lari" gadis itu menatap pemuda dihadapannya dengan bermohon.

"Aku tidak bisa meninggalkan ibuku dan juga adik-adikku. Mereka masih membutuhkanku" pemuda itu berujar lirih. Keputusasaa  terisarat dalam matanya.

"Tapi-- kalau kita tidak lari dan semuanya ketahuan. Papa bisa membunuhmu. Aku gak akan bisa tahan melihat itu semua terjadi. Kita bisa berlari. Aku memiliki beberapa tabungan. Kita bisa pergi dengan menggunakan kapal ke indocina."

"Maaf"

Noni itu menangis. Air mata mengenangi pelupuk matanya dan menodai pipinya yang putih bersih. "Papa akan mengirmku ke Belanda disana ia akan menjodohkanku dengan pemuda Belanda"

Pria itu bergeming. Mencoba menelaah situasi yang sedang dihadapi saat ini. Informasi yang disampaikan oleh gadis itu mengantamnya tepat di denyut jantungnya. Tapi ia tahu satu hal yang pasti. Saatnya ia harus memilih. Ia harus menuntukan pilihannya sekarang. Keluarganya atau gadis yang ia cintai.

Sedari dulu pemuda itu sadar bahwa penyatuan mereka tidak akan benar-benar bisa terjadi. Sudah berbagai usaha ia lakukan untuk menjauhi anak dari majikannya ini. Tapi seberapa jauhpun ia mengindar dan menyangkal. Cinta tetap menghingapinya.

Satu butir kristal membasahi pipiku. Aku memegang pipiku. Aku menangis? Perasaan mereka seolah-olah mengiringku dan menyentuh perasaanku. Aku sudah pernah merasakan dendam, sakit hati dan marah  para hantu yang mereka sampaikan padaku. Tapi ini berbeda.

"Sepertinya kita harus berhenti disini" pemuda itu bergetar. Kata perpisaha  tlah ia ucapkannya.

Noni belanda menatap nanar dan tak percaya bukan ini yang ia harapkan. Pemuda ia membalikan tubuhnyaà dan berjalan menjauh. "Aryo.."

Suara gemerisk angin yang melewati padang ilalang mengantamku dan menyeret tubuhku menjauh. Tubuhku seolah tercabik-cabik. Sakit terasa disekujur tubuh. Aku memejamkan mataku.

***

Aku memegang kedua lututku. Aku tidak bisa berhenti terbatuk. Refleksi dari masa lalu sunggu mempengaruhi fisikku.

"Kau tidak apa-apa" sebuah suara mengusikku. Aku menolehkan kepalaku. Pemuda tadi, aku tak ingat siapa namanya. "Apa yang kau lakukan disini? Bagaimana dengan gadis itu?" Aku terbatuk lagi. Sial. Bahkan bersuarapun mencekek leherku.

Pemuda itu menatapku datar. "Tenang kami sudah mengubungi ambulan dan pihak kepolisian sebentar lagi mereka datang"

Aku menelaah informasi itu dan mengaitkannya dengan peristiwa yang aku alami. Sudah ada 2 korban sampai saat ini. Dan semuanya perempuan. Apa noni yang aku lihat yang melakukannya? Tapi mengapa? Apa alasannya? Dia sama sekali tidak memiliki motif yang kuat. Bukan berarti karena ia di campakan oleh seorang pribumi jadi ia dendam dan membalaskan dendamnya dengan gadis pribumi kan? Omong kosong dan tak masuk akal. Seharusnya ia dendam dengan pria pribumi itupun jika motif dendam adalah alasannya.

Terlalu banyak teka-teki. Sepertinya aku menyepelekan tugas ini. Kalau tahu sesulit ini aku meminta harga yang lebih tinggi. Sial. "Kau tidak apa-apa?"

Aku menegagkan tubuhku. "Aku tidak apa-apa" ujarku pelan dan berjalan menjauh. Aku butuh istirahat sekarang. Pikiran dan tubuhku sudah sangat terkuras karena hal ini. Biarkan mereka yang mengurus gadis yang meninggal itu.

Story Of The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang