Bab 4

857 64 1
                                    

Jantung Jeonghan berdetak tak karuan begitu seorang suster memberitahunya kalau sang dokter memintanya bertemu di ruangannya. Jeonghan punya ketakutan yang mendalam jika sudah berbicara dengan dokter, kabar buruk atau kabar baik ia tidak bisa memprediksinya. Tapi yang pasti itu selalu berdampak pada hidupnya.

Seonsaengnim? Apa kau memanggilku?”

Dokter dengan nametag Park Shinhye itu mengangguk, mempersilahkan Jeonghan untuk duduk di depannya. Sepuluh jari Jeonghan saling meremat diatas pangkuannya. Gelisah dengan tatapan sang dokter yang terus tertuju pada laporan yang sedang dibaca.

“Jeonghanie...”

Satu ketakutan Jeonghan muncul lagi. Ia tahu kenapa sang dokter memanggilnya demikian. Pertama karena mereka sudah dekat, dan yang kedua adalah untuk membujuknya. Kepala Jeonghan tertunduk lemas.

Dengan bergetar ia menjawab, “Aku tidak akan melakukannya.”

Sang dokter menghembuskan nafas, berusaha selembut mungkin untuk berbicara hati ke hati dengan Jeonghan.

“Ini sudah tiga tahun lebih, Jeonghan. Aku mengerti perasaanmu, dia adalah satu-satunya hidupmu untuk saat ini. Tapi kondisinya terus menurun...” sang dokter menjeda untuk sesaat, “Kau tahu, semua dokter di rumah sakit ini bahkan sudah menyerah. Lebih memungkinkan jika dia di pindahkan ke rumah sakit yang lebih besar, namun biayanya sangat mahal.”

“Aku tidak bermaksud untuk meremehkan perasaanmu, tapi alangkah lebih baiknya lagi jika kita melakukan prosedur euthanasia*. Biarkan adikmu pergi dengan tenang Jeonghan.”

Seonsaengnim...” Jeonghan menatap sang dokter dengan mata memerah. “Kau tahu, bahwa setelah orangtuaku pergi hanya adikku satu satunya tujuanku hidup, tapi kau tetap mengatakannya? Tidakkah kau begitu jahat?”

“Pindah ke rumah sakit lain pun, tidak ada jaminan kalau adikmu akan bangun Jeonghan. Tolong mengerti, aku tidak bermaksud jahat.”

Jeonghan bangun dari duduknya, membuat suara berdecit nyaring. “Aku mengerti. Seonsaengnim, kau tenang saja. Aku akan memindahkannya ke rumah sakit yang mahal sekalipun yang bisa menjamin adikku bangun.”

Pintu ruangan menutup dengan keras setelah Jeonghan keluar. Ia berjalan dengan langkah berat dan cepat sampai menuju di area parkir rumah sakit. Air matanya menetes, yang cepat-cepat ia usap dengan lengan kemeja nya.

Otaknya terasa berputar lebih cepat sekaligus buntu di saat yang bersamaan. Ia harus mengumpulkan uang berapa banyak untuk memindahkan adiknya ke rumah sakit yang lebih bagus...

Uang tabungannya sedikit demi sedikit berkurang cepat untuk biaya rumah sakit, sementara uang hasilnya bekerja di dua tempat hanya bisa menutupi kebutuhan sehari-hari dan sisanya untuk ditabung. Berapa lagi Jeonghan harus mencari uang secepat ini...

Ia menghembuskan nafas, kemudian berjalan dengan pelan dengan pandangan kosong. Lima langkah berjalan, handphonenya berdering.

“Jeonghan! Kau dimana!?”

Kepala Jeonghan berjengit pusing mendengar suara berisik diujung telepon.

“Kenapa!?” tanya Jeonghan tak kalah keras.

“Kemarilah! Aku bersama Jhonny berada di bar! Dia bilang akan mentraktir malam ini!”

Jeonghan tahu jelas dimana biasanya mereka berkumpul. Tak ada tujuan selain untuk pulang malam ini, Jeonghan akhirnya mendatangi mereka. Setidaknya ia bisa sedikit melupakan masalahnya untuk sejenak bersama teman-temannya.

“Hani! Sayangku!” dekapan Joshua adalah hal yang pertama menyambutnya begitu ia memasuki bar. Ia memutar mata sebal, kemudian berjalan menghampiri Jhonny yang sedang terduduk di meja bar dengan segelas minuman di tangannya.

Uncontrolled [JEONGCHEOL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang