Bab 9

695 52 5
                                    

Seungcheol sudah tahu Jeonghan akan datang padanya tak lama lagi. Bahkan ini lebih cepat dari perkiraan Seungcheol. Ia mengetikkan beberapa nomor pin pintu apartemennya pada Jeonghan dengan santai. Kemudian duduk di sofa ruang tengah, menunggu dengan senyuman walaupun kepalanya masih berdenyut tak karuan.

Sebut saja dia jahat, tapi ini adalah jalan terakhir yang sudah ia siapkan jauh jauh hari andai Jeonghan menolaknya. Mungkin pria cantik itu akan menganggapnya gila, tapi Seungcheol sungguhan akan melakukan apapun untuk berdekatan dengan Jeonghan.

Begitu pintu terbuka dengan kencang, kepala Seungcheol naik. Jeonghan berjalan dengan terburu-buru menyapu seluruh ruangan dengan matanya sebelum tertuju kepada sang pemilik yang sudah duduk manis menatapnya.

“Kau bajingan! Dimana adikku!?” suara Jeonghan sedikit serak. Ia berbicara sambil berjalan mendekati Seungcheol.

“Ah aku sangat kecewa. Aku mengira kau mendatangiku karena berubah pikiran.”

“Jangan bermain-main denganku! Katakan dimana adikku!?” air mata Jeonghan kembali menetes saat tangannya sampai di leher Seungcheol. Ia menatap Seungcheol yang tersenyum nampak tak terusik dengan tangan Jeonghan yang mencekiknya.

Meskipun tak dapat menahan emosinya, tapi Jeonghan dapat menyadari mata Seungcheol nampak sayu. Bibirnya pecah pecah dan kulitnya nampak pucat. Tangannya refleks melonggar menyadari semua itu. Ia bahkan melepaskannya pada akhirnya. Jeonghan menutup matanya sekejap, menelan ludah memperbaiki suaranya yang serak.

“Aku tahu itu kau. Choi Seungcheol jebal... Jebal... Jangan lakukan ini padaku...” Jeonghan menatap Seungcheol yang masih duduk bergeming di depannya. Jeonghan bahkan tak sedikitpun terpikirkan untuk duduk.

Seungcheol mengalihkan matanya sembarang arah. Sebagian hatinya merasa resah, telah menyentuh sisi paling dalam pria di depannya ini. Namun sebagian mengatakan ini adalah benar. Ini yang ia inginkan. Membuat Jeonghan datang padanya...

Mata Seungcheol tertuju pada pergelangan tangan Jeonghan yang masih memerah bekasnya kemarin. Ia memegangnya, mengejutkan Jeonghan sama sekali tidak menghindar. Tanpa sadar ia bergumam dan mendongak, “Mianhae...”

“Aku sudah bilang, batalkan kontrakmu dengan MX. Kau yang membuatku melakukan ini, Jeonghan-a...”

“Aku bilang tidak bisa! Pinalti nya terlalu besar! Kenapa kau tidak mau mengerti!”

“Aku yang akan membayarnya hm? Jebal.. batalkan kontrakmu dan bekerja di perusahaanku lagi.”

Neo.. wae irae jinjja.. Ireohge-kkaji kkok piryeohae?” menyadari Jeonghan akan pergi, Seungcheol buru-buru menahannya.

“Aku menyukaimu! Aku..aku tahu ini salah tapi aku menyukaimu Jeonghan-a... Aku selalu ingin berdekatan denganmu hingga membuatku gila rasanya. Geu..geureohnikka, batalkan kontraknya dan aku akan membawamu pada adikmu. Jebal hm?” suara Seungcheol bergetar, matanya berkaca-kaca.

Dibandingkan terkejut, justru Jeonghan merasa bingung. Sudah lama ia tidak mendengar pengakuan orang kepadanya semenjak ia menutup dan menyibukkan diri untuk terus berkerja dan berkerja sepanjang hidupnya.

“Aku tidak punya waktu untuk ini, Choi Seungcheol.”

Penampilan Seungcheol sudah seperti anak anjing memelas, meminta dikasihani dan dielus sang majikan. Namun sepertinya, melihat Seungcheol yang berkaca-kaca justru membuat Jeonghan semakin marah. Ia mengepalkan tangan, bersikeras pergi tanpa mengatakan apapun lagi.

Ani gajima!” dengan sisa sisa kekuatan yang masih ada, Seungcheol menarik tangan Jeonghan sekuat tenaga sampai pria itu terduduk di pangkuannya. Didekapnya tubuh Jeonghan seolah takut kehilangan. Kepalanya semakin menjadi, pandangannya bahkan sudah berkunang-kunang. Air matanya sungguhan mulai menetes.

“Kau membuatku terlihat jahat dengan menolakmu sekarang. Lepaskan aku.” amarah Jeonghan sepertinya lenyap, digantikan dengan rasa lelah harus berhadapan dengan Seungcheol yang seperti ini.

“Maafkan aku... Jeonghan... Maaf. Aku.. aku...”

Mata Jeonghan sedikit melebar begitu ia merasakan beban berat kepala Seungcheol di bahunya. Dekapan tangannya pun tak lagi erat, menyadarkan Jeonghan kalo pria ini pingsan. Seolah tak cukup sampai di situ, Jeonghan dibuat panik begitu pintu apartemen terbuka dan suara paruh baya wanita terdengar.

“Omo!”

~~ ✿⁠ ~⁠~

Jeonghan duduk tak nyaman, mengetahui ia berhadapan dengan Ibu Seungcheol —mengingat beliau memergokinya dalam posisi yang tidak senonoh— senyuman yang terus-menerus sang Ibu tunjukkan semakin membuat Jeonghan tak nyaman. Matanya bahkan tak lepas menatap Jeonghan, seolah lupa bahwa putranya yang pingsan karena sakit dan berbaring di sampingnya harus diurus.

“Ah, akhirnya waktu ini tiba. Aku senang sekali. Siapa namamu nak?”

“Jeonghan. Yoon Jeonghan...” kedua tangan Jeonghan saling meremas. Apa-apaan situasi ini...

“Nama yang cantik. Sudah berapa lama kau berpacaran dengan anakku? Ani, maaf jika pertanyaan ku tidak sopan, aku hanya senang sekali akhirnya aku akan segera memiliki menantu, hehehe...” ekspresinya sangat berbunga-bunga.

Namun sayang sekali Jeonghan harus menghapusnya. “Maaf, bi..bibi? Tapi aku bukan pacarnya.”

Eo~ooh? Tapi posisi kalian mengatakan sebaliknya?” Mama Choi masih tersenyum menggodanya.

“Tidak, bibi bu–”

Eom...ma! Panggil eomma.”

Ah, sepertinya Jeonghan tahu darimana sifat Seungcheol berasal. Alisnya berkerut tanpa bisa Jeonghan cegah. Ia menatap Mama Choi dengan tegas.

“BIBI.” Jeonghan menekan suaranya dengan sengaja. “Aku bilang aku bukan pacarnya. Tolong katakan pada anakmu saat sadar nanti, kembalikan adikku. Permisi.”

Mama Choi menutup mulut dengan tangannya, terkejut mendengar suara Jeonghan yang tegas. Pria cantik itu bahkan langsung pergi meninggalkannya.

Sementara Jeonghan... Setelah keluar dari apartemen Seungcheol ia bersandar pada dinding. Semua emosi yang ia rasakan membuat kepalanya berdentang seolah dipalu. Fungsi otaknya seperti hilang begitu saja, ia tidak bisa berpikir dengan benar sekarang.

Bagaimana cara menemukan Junhui secepatnya...

Tidak mungkin ia harus mengunjungi rumah sakit satu persatu... Itu akan sangat menguras tenaganya... Jeonghan menghapus air matanya dengan kasar sebelum berjalan kearah lift dengan langkah gontai.

Ah andai saja ia tidak bekerja di perusahaan itu. Mungkin ia tidak akan bertemu dengan Seungcheol dan semuanya tidak akan menjadi seperti ini. Tunggu... Jeonghan mengangkat kepalanya begitu ia hendak menekan tombol.

Benar. Jeonghan lupa harus memarahi si brengsek itu. Tapi lupakan tentang itu, Jeonghan yakin Joshua bisa membantunya dengan benar kali ini.

to be continued...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Uncontrolled [JEONGCHEOL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang