•─────⋅☾ ☽⋅─────•
Menaiki undakan tangga dengan tergesa, dalam kalutnya pikiranku yang kucoba lampiaskan dengan mengunjungi pet-shelter begitu waktu subuh berakhir dan mengakhirinya dengan lari menyusuri jogging track, ingatanku kembali pada saat kita menghabiskan tengah malam di Banjarmasin. Meski sedikit, aku mulai berusaha terbuka padamu, menimbang respon dari ketenanganmu yang tak beriak sama sekali, kuanggap itu sebagai tanda bahwa kita akan cepat menyelesaikan apapun yan bergejolak dalam hati kita masing-masing. Kamu juga terlihat santai menanggapi pemberitaan akun gosip yang tidak ada hentinya setelah kita menjejakkan kaki kembali ke Jakarta kemarin. Karenanya, aku sama sekali tidak akan repot-repot menyembunyikan senyumku sepanjang hari ini. Everyone should know that I'm in a perfectly good mood.
Setelah menaruh handuk basah karena keringat di keranjang pakaian kotor yang hampir penuh dan menyelipkan dua lembar roti gandum di toaster, aku beralih dengan pan dan membuat sunny side up egg serta menyiapkan selada dan tomat. Dering panggilan khusus yang disetting untuk Mama berdering bersamaan dengan denting toaster yang sedikit lagi siap dengan sandwich yang kujadikan menu sarapan pagi ini. Sebenarnya aku kurang menyukai jenis makanan ini tetapi tadi aku lupa membeli nasi uduk kesukaanku sebelum masuk kompleks apartemen.
"Ya, Ma?" aku menjawabnya pada dering ketiga usai mengeluarkan benda kecil itu dari saku celana training.
"Udah ketemu Om Amran?" tanpa basa-basi, Mama mulai menanyakan perihal orang yang mendengar namanya saja membuatku merinding.
"Belum. Im not sure" aku menaruh ponsel di meja makan dan mengaktifkan loudspeaker.
Mama berdeham pelan sebelum menjawab, "You mean you don't try?"
Gerakanku melambat sampai akhirnya berhenti menata sandwich, ada yang melesak dalam dadaku dan rasa sakitnya tidak bisa kuhindari "Nggak, Ma. Nala cuts me off setiap kali aku coba bahas. Kemarin aku lihat beritanya di bandara."
"Oh... okay. Coba lagi lain kali. Jangan lama-lama. Kecuali kamu mau lepasin dia." Meskipun diucapkan dengan nada yang terdengar menggoda, aku tidak bisa mencoba tidak tersinggung.
"Ma, I promised to myself million times. It won't be happen..." nada suaraku naik turun, terasa jengah. Aku tahu persis bagaimana perasaanku padamu. Tidak ada yang boleh meragukan ini, Nala.
"Tapi kita nggak tau Nala 'mau' atau enggak sama kamu, kan? Anyway... Kamu nggak perlu jemput Mama nanti. see you soon, boy!" Mama menutup telepon sepihak, tidak mau lagi berdebat denganku.
•─────⋅☾ ☽⋅─────•Hari Jumat dengan semburat jingga membuat hatiku menghangat. Selain karena keberadaanmu yang membuatu berkali-kali melirik arah pukul sembilan, terpaut jarak sekitar 5 meter dari posisiku, tepat dimana kamu duduk tenang dan menatap lurus ke arah screen yang menampilkan master plan production untuk seluruh talent UMI Records, termasuk kamu. Tampak juga Salsa, yang bergabung secara virtual karena tengah melakukan tour di Medan.
Weekly meeting ini sudah berlangsung sejak satu jam lalu dan belum ada tanda-tanda akan selesai. Dari sudut matamu yang terlihat gusar, melirik ke arah Ibrahim, managermu yang baru saja masuk kembali setelah menerima telepon dari luar. What's with that expression, Nala? Mungkin kamu harus reschedule beberapa agenda karena rapat yang tidak kunjung berakhir ini?
Ketegangan mulai menyerebak ke seluruh penjuru meeting room saat Pak Gudono, biasanya dipanggil Pak Gun, Managing Director menambahkan satu plan di rencana kerja kamu. Rahang Mas Ibrahim mengeras, kamu berkali-kali menoleh bergantian ke arahku, Pak Gudono, dan beberapa orang lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Producer
FanfictionON GOING THE PRODUCER © 2023, REMENEDIT. All rights Reserved. ========================================================= This work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia (Undang - Undang Hak Cipta Republik Indonesia no...