The Producer

BAB VI - Her

_______•°•_______

'Nala! Interview dengan Harpers Bazaar dalam dua jam kedepan'

'Album duet yang sama Salsa belum dapat approval Pak Produser'

'Syuting sama brand shampoo hijabers ini boleh kita postpone dulu, Nala?'

'Dalam dua hari ini, kamu akan sibuk banget. Bolak-balik apartemen bikin makin banyak waktu terbuang. Stay di kantor aja gimana, Nala?'

Jakarta pagi ini cukup panas. Jarum jam masih menunjukkan pukul 06.00 WIB saat aku membuka mata dan tertegun membaca rangkaian jadwal harian yang dikirim Alya ke ponselku. Langit Jagakarsa kelabu dengan sepoi angin yang menyeruak ke kamarku di lantai 17 yang jendelanya terbuka karena aku lupa menguncinya.

Hari ini, tidak terlalu banyak hal yang perlu aku lakukan, aku perlu berdamai dengan diriku sendiri sebelum memulai hari-hari yang entah akan bagaimana rasanya bersama kamu, Pavel. Belum lagi permintaan event yang datang silih berganti seperti hujan. Bukan aku tidak bersyukur, aku juga masih sadar dengan kekuatan tubuhku yang tetap fit karena latihan intens, tetapi terkadang manusia memiliki persepsi tersendiri yang kemudian membuat kondisi fisik dan psikis mereka menurun.

Apakah aku baik-baik saja? Tentu saja tidak. Tubuhku rasanya luluh lantak karena harus mengejar penerbangan antar daerah dengan segala dramanya. E-ticket tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya, flight delay yang membuat jadwal performku berantakan, kucing-kucingan dengan fans agar tidak terjadi chaos di airport saat aku berangkat maupun tiba. Belum lagi promotor yang seenak hati membatalkan  show di Bumi Anggrek, salah satu kota impianku. Apa kabar kakiku yang kebasnya terasa sampai sekarang setelah memastikan seluruh orang yang ingin menemuiku kemarin mendapatkan keinginan mereka?

Tidak ingin bertambah malas, aku segera bangkit dari ranjang, beralih dengan koper kecil, menggeser pintu ruang baju dan sepatu yang besarnya berkali-kali lipat dari tubuhku. Aku paling suka bagian ini, memilih costume show adalah hal yang sangat menyenangkan, bukan? Meski tim stylist sudah pasti memberikan planning bagaimana wardrobe yang kupakai, aku akan sangat senang menghabiskan waktu berjam-jam untuk mencoba dan memastikan penampilanku selalu on point.

Di ruang ini, aku selalu terpaku memandang sweater hitam yang terselip diantara koleksi baju hangatku, aku bisa mengingat dengan jelas bagaimana kamu membawa aku keluar di hari ulang tahunmu, Pavel. Mungkin kamu ingat? Itu sudah lama sekali, bukan?

Terlalu lama memang, kamu bahkan menghilang dari hiruk pikuk negeri yang kita cintai ini saat pesta demokrasi tiba.  Aku bahkan merasa sangat yakin, sekarang kamu tidak tahu nama presiden kita, kan? Kamu tahu? Aku baru pertama kali menggunakan hak pilihku setahun setelah kamu pergi. Setahun yang penuh dengan mimpi buruk. Setahun yang membuat aku mempertanyakan begitu banyak hal. Setahun yang membuatku belajar begitu keras, bahwa tidak ada akhir dari sesuatu yang tidak pernah 'dimulai'.

Aku mengerjapkan mata berulang-ulang. Jariku terarah menuju pipi, tidak lagi ia basah karena air mata meski selalu ada rasa sesak yang datang setiap namamu disebut, seolah semua elemen di tubuhku akan kompak bereaksi terhadap apapun tentangmu, Pavel. Aku tahu aku tidak akan pernah terbebas dari kamu, jangankan sekarang, waktu dimana kamu tidak pernah hadir di hidupku saja masih sangat dekat untuk kurasakan.

Pavel, kamu tidak perlu khawatir bertemu denganku sekarang. Aku tentu saja sudah memastikan seluruh energi yang aku punya bukan hanya tengang kamu, kan? Jadi, ayo kita berteman, lagi.

_______•°•_______

Begitu menjejakkan kaki di lobby studio tempat kami akan melakukan photoshoot, jepretan kamera awak media mulai terlihat melancarkan kilatannya yang menyakiti mata, tetapi karena sudah terbiasa, aku memaklumi itu. Tanpa mereka, tentu tidak akan ada akun gosip yang hobi memberitakan kehidupan kami sebagai pekerja dunia hiburan, kan?