Kelopak mata Katagiri Akira terangkat. Ia tidak dapat menahan erangan kesal ketika menyadari lengan Hiro yang berat mendarat tepat di wajahnya. Untung saja, lengannya yang padat otot tidak mendarat pada hidungnya, bisa-bisa keselamatan tulang hidungnya yang sempurna dapat terancam.
Tanpa segan, ia menangkis lengan Hiro. Sementara rentetan gerutuan lepas, menyaingi bunyi nyaring nada alarm. Ia menggulung malas tubuhnya menuju tepi ranjang, meraih jam digitalnya untuk melenyapkan suaranya yang sangat menganggu.
Akira menoleh pada Hiro, “Hoi bangun.” Tangannya terulur untuk mendorong tubuh Hiro yang sama sekali tidak berkutik. Nampaknya bunyi alarm yang sangat mengganggu bagi Akira sama sekali tidak menimbulkan efek yang sama bagi Hiro. Laki-laki itu masih sangat lelap, bahkan jika mungkin distrik Shinjuku diguncang gempa ia tidak akan tersadar dengan begitu mudahnya.
“Kau ingat, seharusnya pagi ini kita harus lari pagi.” Kini kakinya menendang kaki Hiro sedikit lebih keras. Sepertinya usaha kecilnya mulai membuahkan hasil, ia dapat mendengar Hiro mengerang, meskipun masih enggan mengangkat kelopak matanya.
Merasa malas menghabiskan energinya yang belum sepenuhnya hadir mengisi tubuhnya, ia lebih memilih membiarkan Hiro bangun dengan sendirinya. Katagiri Akira turun dari ranjang dan berjalan ke jendela kamarnya dengan langkah diseret-seret.
Tangannya terulur untuk membuka tirai dan jendela kamarnya, membiarkan cahaya matahari musim panas memeluknya, dan memenuhi dirinya. Tidak ada yang spesial di pagi akhir pekan itu, hanya pemandangan biasa, bangunan rumah kediaman Ryuichi Koji yang berdiri kokoh tepat di samping rumahnya.
Ia pikir seperti itu, tapi suara asing yang terdengar seperti raungan singa menarik seluruh kesadaran Katagiri Akira. Nyatanya itu bukan raungan singa betina, melainkan uapan nyaring Zoe Sachi yang sengaja ia terjangkan di udara, sementara kedua tangannya ia regangkan ke langit-langit.
Gadis itu baru keluar dari kamarnya, mengambil tempat di balkon tanpa memedulikan sekitarnya. Tanpa memedulikan Akira yang nyaris tidak bisa menahan diri untuk tidak melongo lebar-lebar.
Mengapa Zoe Sachi yang terkesan tidak menjaga gerak-geriknya di depan anak seumurannya, menjadi semakin menarik perhatiannya. Meskipun, yakin sekali saat itu Zoe Sachi sama sekali tidak menyadari Akira yang menampilkan tampang konyol dikuasai oleh rasa terpana tak mampu mengalihkan pandangan darinya.
Gadis itu membiarkan wajahnya disiram oleh sinar matahari, dan senyum lebar yang dapat menyaingi cerahnya cuaca pagi itu terulas pada bibirnya.
“Hiro …,” panggil Akira tanpa ingin berbalik atau memutus arah pandangnya terhadap Sachi. Telinganya dapat mendengar Hiro mengerang panjang, saat itu ia menyadari Hiro telah terbangun. “Apa semua gadis akan nampak imut saat mengenakan piyama?”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Light Start at 18yo ✔️
RomanceGadis itu berbeda, dia penuh semangat, bersinar, dan mencuri perhatiannya. Tapi ternyata takdir berkata lain. Sesuatu yang tidak logis bagi otak pintarnya membuat Ryuichi Hiro dan Zoe Sachi bersaudara. Tapi, saat tinggal dalam satu rumah dan menja...