PART 25 - SPRING DREAMS

79 45 156
                                    

Sebelah tangannya terangkat dan lambaian mengiringi, lantas gestur itu ia tunjukkan secara khusus pada Akira yang mulai menampakkan diri dalam rangka menghadiri undangan Hiro

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebelah tangannya terangkat dan lambaian mengiringi, lantas gestur itu ia tunjukkan secara khusus pada Akira yang mulai menampakkan diri dalam rangka menghadiri undangan Hiro. Agaknya pekerjaan paruh waktu telah mengakibatkan timbulnya guratan lelah yang tercetak samar di wajahnya.

Akira anak yang tak bisa diam, ia bisa mati bosan ketika memasuki liburan musim panas dan tak melakukan apa-apa, jadi rutinitas semenjak masuk SMA adalah selalu melibatkan diri dalam pekerjaan paruh waktu. Walaupun, praktis saja waktu bermainnya berkurang separuhnya akibat rutinitas itu.

Agaknya permintaan Hiro sedikit tiba-tiba, Akira pun datang beriringan dengan segala jenis prasangka. Terlebih nampaknya Hiro telah menempatkan diri di Shinjuku Chuo Park dari beberapa jam yang lalu, dari langit biru cerah hingga mulai berubah wujud ke jingga.

Tak kuasa menahan rasa penasaran yang menjulang tinggi, ia pun melontarkan pertanyaan tanpa aba-aba, “Ada apa? Mengapa tiba-tiba sekali mengajakku bertemu?”

Melihat Akira telah mengambil tempat di bangku lainnya, Hiro pun menyodorkan minuman kaleng demi menetralkan udara panas menyesakkan musim ini, “Kopi dingin,” pungkasnya mengabaikan sejenak pertanyaan dari Akira.

“Kuyakin bukan karena ini kau mengajakku bertemu,” sahut Akira setelah menerima kopi itu dilanjutkan tegukan cepat demi membasahi tenggorokannya yang kering.

Sedikit ragu, Hiro menggeleng pelan. Menunduk sejenak demi merangkai satu atau dua kalimat yang tak menimbulkan pergumulan sengit antaranya dan Katagiri Akira. Rupanya semenjak membaca buku Rilakkuma milik Zoe Sachi benaknya menjadi semakin tak karuan, inti perasaannya terpecah belah ke berbagai arah tanpa sanggup kepalanya terjemahkan.

“Ada apa, katakan saja.”  Perkataan Akira bagaikan sebuah uluran supaya keyakinan penuh mendorong suaranya terlontar.

Menjatuhkan pandangan tak tega kepada Akira, desahan berat pun tercipta. “Aku menyukainya …,” desis Hiro tanpa meninggalkan sepercik keraguan.

Sepenuh dirinya menyadari, ia tak lebih seperti seorang pencundang. Setelah sekian lama keberanian untuk menyuarakan isi hatinya baru menyembul. Sialnya bukan kepada Zoe Sachi pengakuannya tersuarakan, melainkan kepada Akira yang terang-terangan menyimpan perasaan yang sama. Seakan adanya pengakuannya mendorong Akira supaya mundur teratur.

Kernyitan halus timbul pada dahi Akira, “Menyukai siapa?” ulang Akira cepat, dan bertenaga. Selayaknya tenaga yang menguap disedot oleh segala bentuk aktifitasnya, kembali terisi hingga nyaris penuh. “Katakan cepat, kau menyukai siapa?”

Telinga Hiro tersengat oleh nada menusuk dan penuh ketidaksabaran yang mengalir dari bibir Akira.

Mengerjap ragu, mati-matian ia tetap membalas tatapan Akira yang kian menajam. “Zoe Sachi.”

Kaleng kosong yang semula berada di dalam genggamannya ia jatuhkan secara sadar, tanpa aba-aba kedua tangannya terulur dan mencengkeram kaos Hiro. Menelan ludahnya sejenak, Hiro sudah sangat pasrah menunggu tindakan tak terduga Akira selanjutnya. Benaknya telah sangat yakin, sebuah pukulan akan didaratkan tangan Akira pada rahangnya.

The Light Start at 18yo ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang