Bab 8

1.5K 64 3
                                    

Yang mau baca cepat di Karyakarsa.

Link ada di bio

Selamat Membaca

"Alfi! Ngapain kamu disana!" Teriak Keira saat ia tengah mencari sahabatnya itu. Alfi buru-buru menyerahkan Lala kepada Bagas. Alfi takut jika Keira melihat Bagas dengan putrinya, yang itu akan membuat amarah Keira meluap.

"Bawa anak itu harus hati-hati." Ucap Alfi sambil berjalan meninggalkan sepasang Bapak dan anak.

"Iya. Terimakasih." Ucap Bagas yang pastinya tidak didengar Alfi. Bagas menatap Alfi yang berjalan meninggalkannya, netranya tanpa sengaja melihat sosok Keira.

"Apaan sih, Kei. Nggak usah teriak-teriak kenapa sih." Alfi bukan anak kecil yang akan hilang karena tersesat, Keira tersenyum. "Kirain hilang, ya kali aku kehilangan teman yang baik ini." Tangan Keira menggandeng lengan Alfi dimana mereka memutuskan untuk makan di luar.

"Tadi nggak lihat siapa-siapa, kan?" Jujur Alfi masih takut jika Keira memergokinya bertemu Bagas dengan putrinya. "Siapa?" Keira tidak paham yang dimasukkan Alfi.

"Ah, enggak." Alfi mencoba untuk mengalihkan topik pembicaraan.

Seharian pergi membuat tubuh Keira pegal, bahkan saat sampai di apartemen Keira tak lepas dari koyo dan tangannya yang memijat bagian betis. Setidaknya rasa lelah ini membuat hatinya gembira. Hingga datang Bagas yang membawa makanan dari sebuah restoran.

"Sudah makan?" Tanya Bagas melangkah menuju dapur untuk membuka makanan. "Tadi siang."

"Ini aku belikan makanan. Ayo makan." Bagas meletakkan piring nasi dan mangkuk yang berisi sop daging, sapi, tak lupa sambal.

"Tadi aku beli baju buatmu, Kei." Ungkap Bagas setelah ia melahap makanannya. Keira menatap Bagas, "Baju buat apa?" Keira merasa aneh jika Bagas membelikan baju untuknya, karena selama usia pernikahannya Bagas sangat jarang membelikan baju.

"Tadi lihat di mall ada yang bagus, makanya aku belikan. Sekalian beli buat Lala." Jelas Bagas santai.

"Lala kamu belikan?" Bagas mengangguk, "Ibunya?" Bagas berhenti mengunyah dan menatap ke arah Keira. "Aku nggak beli, cuma belikan kamu sama Lala."

Rasanya Keira ingin memakan Bagas sekalian. "Kalau mau jadi yang kedua kenapa nggak kamu belikan?"

Bagas tersadar akan perkataannya tempo hari dimana Bagas berniat untuk menikahi Ibu Lala sebagai tanggungjawabnya. Cepat-cepat Bagas mencoba mengklarifikasi. "Jangan salahkan niat aku, awalnya memang begitu. Tapi aku sadar jika aku melakukan hal itu sama saja akan melukai kamu, istriku. Dan sekarang aku sadar jika pilihanku salah."

Meletakkan makanannya di atas meja, tangan Keira bersedekap di depan dadanya. "Oh ya? Sadar kamu?"

Bagas mengangguk. "Sadar."

"Terus kamu bertanggungjawab ke Ibu Lala bagaimana? Kalian salah disini." Bagas paham itu, jika diposisikan Ibu Lala, pasti Bagas akan menuntut pria yang menghamilinya. Tapi mereka sama-sama salah, dan mereka juga sudah saling memaafkan. Yang terpenting sekarang adalah masa depan Lala.

"Aku sudah minta maaf." Aku Bagas.

"Nggak semuanya akan kembali jika minta maaf, Bagas. Apalagi perempuan."

"Keira mau kamu apa sebenarnya?" Bagas merasa Keira menyudutkannya. Keira diam. "Memang kami salah, tapi aku juga manusia biasa Keira."

"Nggak semuanya mudah untuk dimaafkan Bagas, begitu juga kamu. Meskipun kesalahan kamu itu sebelum menikah, tetapi ada bukti yang menunjukkan kesalahan itu. Dan lagi aku sebagai istri harus bisa menerima masa lalu kamu itu. Membayangkan kamu berbagi kisah dengan perempuan lain saja aku sudah lemah." Keira bangkit dari sofa, ia ingin masuk ke kamar tidurnya untuk menenangkan diri. Emosinya selalu tersulut jika berbicara dengan Bagas.

Masa Itu ✔ (Tamat di Karyakarsa) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang