Ayu membuka mata. Warna putih memenuhi penglihatannya. Ia mencoba menoleh ke berbagai arah, tetapi semuanya hanya warna putih. Ayu memperhatikan tubuhnya. Ia mengecek penampilan dan barang di tubuhnya. Masih lengkap.
Gadis itu masih ingat kejadian beberapa menit lalu. Ia mencoba menyelamatkan anak anjing yang nyaris tertabrak. Kemudian suara lonceng terdengar dari liontinnya, dan ia lalu terhisap ke dalam sebuah cahaya putih. Ayu meraba area lehernya dengan cepat. Ketika ia memegang liontin miliknya, ia menghela napas lega. Bersyukur benda itu masih aman bersamanya.
Berbagai pertanyan muncul di benaknya. Dimana dia? Apa yang terjadi? Kenapa dia bisa terhisap ke dalam cahaya putih yang tiba-tiba muncul di bawah kakinya? Kenapa liontinnya tadi berbunyi tiba-tiba?
"Halo?"
Tidak ada jawaban.
"Ada orang di sini?"
Sekali lagi tidak ada jawaban.
"Punten!"
Masih tidak ada jawaban. Bahkan tak ada suara lain selain dirinya.
Ayu mencoba melangkahkan kaki kanannya. Lalu satu langkah lagi. Ayu kemudian tahu bahwa terdapat pijakan di bawah kakinya meskipun tempat ia berada sekarang dipenuhi warna putih. Bahkan bayangannya pun tidak terlihat di bawah kakinya.
Ayu kembali menoleh ke berbagai arah, mencoba mencari sesuatu di sekitarnya sehingga ia tahu harus ke mana. Di sebelah kanannya, Ayu melihat sebuah garis hitam. Ketika ia menyipitkan mata, ia bisa melihat bentu persegi panjang terbentuk oleh garis hitam itu. Lekas gadis itu melangkahkan kakinya untuk menghampiri persegi panjang itu.
Begitu dirinya terasa dekat dengan persegi panjang itu, Ayu lalu sadar persegi panjang itu berbentuk seperti pintu. Ia mencoba menyentuhnya. Ayu terkejut ketika ujung jarinya merasakan tekstur halus. Ia mencoba menyentuhnya lagi dengan telapak tangan, kali ini sambil menggerakkan tangannya di permukaan benda itu sambil terus meraba.
Ketika Ayu mencoba meraba dengan kedua tangan, ia bisa merasakan benda di hadapannya bisa didorong. Ayu memcoba mendorong perlahan. Persegi panjang di hadapannya bergerak, membuat garis hitam di sebelah kiri semakin tebal dan terlihat jelas. Ayu terus mendorong persegi panjang itu hingga sebuah pemandangan baru muncul di hadapannya.
Sebuah ruangan luas seperti aula. Bernuansa gelap dan kuno karena pilar-pilar besar dan dinding bata berwarna keabuan. Ayu mencoba melangkah memasuki area baru di depannya. Ia melihat sekeliling dengan keheranan bercampur kagum.
Di langit-langit, Ayu bisa melihat lampu gantung besar yang menyala. Jika dilihat dengan baik, ada banyak lilin yang menyala di lampu itu sebagai sumber cahayanya. Lantai ruangan itu terlihat mengilap dan licin. Seperti baru saja dibersihkan dengan pembersih lantai. Tempatnya berpijak dilapisi oleh karpet merah gelap yang terhampar ke arah depan.
"Oh, akhirnya! Dia sudah tiba!"
Ayu terkejut. Ia mencoba menoleh ke kiri-kanan, mencari sumber suara yang baru saja ia dengar.
"Akhirnya, setelah menghabiskan waktu tiga hari. Kenapa sangat sulit untuk menemukan tempat anak itu berada?" Suara yang berbeda dengan suara pertama terdengar menggerutu.
"Tenanglah, Tuan Froun. Setidaknya anak itu tidak ketinggalan banyak pelajaran. Sebaiknya kita bergegas agar anak itu juga bisa segera menikmati masa sekolahnya."
Ayu mengerjap, berusaha mencerna percakapan yang ia dengar. Dari ujung karpet merah, muncul dua orang pria asing. Salah satu yang berjalan paling depan mengenakan setelan jas rapi yang dipenuhi dengan hiasan berwarna emas di bagian dada. Tersampir jubah hitam panjang di belakang tubuhnya. Satu orang lainnya mengenakan setelan jas yang lebih sederhana, dengan jaket besar berbulu sebagai luarannya. Serta bingkai kacamata emas yang menghias wajahnya yang serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Exentraise Academy: The Rising of The Magicless [End | Belum Revisi]
Fantasi[SERI #1 EXA] Muak dengan perlakuan buruk sang sepupu, Ayu Anjani memilih meninggalkan keluarga saudara ayahnya dan hidup mandiri. Ketika ia menyelamatkan seekor anak anjing yang akan tertabrak oleh truk, waktu disekitarnya tiba-tiba berhenti. Tidak...