Kebangkitan

30 3 0
                                    

Ayu membeku di tempat. Tepat di depan matanya, makhluk menyerupai seekor singa dengan kepala kambing yang menjulang di punggungnya sedang berlari ke arahnya. Ayu menutup mata, takut dan pasrah dengan nasibnya.

Tiba-tiba terdengar suara yang Ayu kenali. Gadis itu membuka mata dan terkejut melihat makhluk itu tidak lagi menerjangnya, melainkan sedang duduk dengan suara menggeram yang besar.

Mendengar suara langkah kaki yang mendekat, Ayu lantas keluar dari tempat persembunyiannya dan mengintip. Rupanya Froun datang bersama Light dan Liuxing. Dua temannya itu segera berlari ke arahnya dan membantu ia berdiri.

"Anjani!" Liuxing dan Light segera membantunya berdiri.

Ayu hendak mengucap terima kasih. Namun kedua temannya terdengar mengucapkan kalimat yang Ayu tidak bisa pahami. Cara mereka bicara juga berbeda satu sama lain.

"Kalian ngomong apa? Aku nggak paham."

Liuxing dan Light kini terlihat kebingungan. Mereka mencoba berbicara lagi, kali ini menggunakan bahasa tubuh. Namun sepanjang penjelasan yang ia terima dari mereka berdua masih tidak bisa ia pahami. Kedua temannya ini jelas menggunakan bahasa lain yang sangat tidak bisa dipahami oleh Ayu. Namun kenapa mereka melakukannya?

"Cukup! Berhenti! Aku benar-benar tidak paham apa yang kalian bicarakan! Bicaralah seperti biasa!" pinta Ayu, mulai merasa tertekan.

Liuxing menggeleng.

"Apa maksudmu? Tidak?"

Liuxing mengangguk. Di sebelah Liuxing, Light juga berusaha menjelaskan sesuatu padanya. Perlu beberapa kali diulang hingga Ayu mulai paham sedikit demi sedikit. Light memberitahunya bahwa mereka bertiga tidak bisa berbicara satu sama lain. Atau itu yang bisa ditangkap oleh Ayu.

Di tempat lain dari ruangan itu, Froun terdengar berusaha memanggilnya. Namun seperti halnya dengan kedua temannya, Froun pun terdengar sedang berbicara dengan bahasa lain.

Kondisi ini membuat Ayu merasa sangat bingung.

Sementara makhluk itu terus bergerak liar di tempatnya, Froun semakin terlihat kesulitan menahan gerakannya. Tidka butuh waktu lama bagi makhluk itu untuk terlepas dari jeratan sihir Froun. Makhluk itu mengaum keras dan menyemburkan api. Semuanya dengan panik berlari keluar dari perpustakaan.

Mereka segera berlari pergi meninggalkan tempat itu. Di belakang mereka, makhluk itu mengejar. Bahkan makhluk itu juga melompat ke depan mereka hingga menghalangi jalan. Empat orang itu segera menghentikan laju lari mereka.

Api kembali disemburkan ke arah mereka. Froun memasang sihir pelindung yang membuat mereka terlindung dari api itu. Melihat kesempatan, pria itu segera membawa tiga muridnya pergi menjauh.

Setiap beberapa saat, Froun menyempatkan diri untuk memasang dinding pelindung yang mengharuskan makhluk itu menghancurkannya. Hal itu dapat memperlambat makhluk itu mengejar mereka. Setelah melakukannya beberapa kali, Froun membawa ketiga muridnya masuk ke sebuah ruangan yang merupakan toilet.

Di dalam toilet, Froun membawa masuk ketiga muridnya ke dalam sebuah bilik. Setelah mereka berempat masuk, mereka bersama-sama menenangkan diri sejenak. Mereka perlu istirahat sebelum bersiap menghadapi makhluk itu lagi.

Froun berbicara, tapi masih tetap tidak dimengerti oleh Ayu.

"Pak, tolong, aku tidak mengerti apa yang kita mau bicarakan di sini. Kenapa kalian tiba-tiba berbicara dengan bahasa yang tidak kumengerti?" keluh Ayu.

Froun membuat beberapa gerakan. Ia menunjuk ke bawah, lingkaran, mengenggam udara, menunjuk diri sendiri, gerakan berbicara, dan gelengan kepala. Froun melakukannya secara berulang. Ayu yang tidak tahu harus apa lagi berusaha mencerna gerakan barusan. Apa yang berhasil ia tangkap dengan baik --menurut dirinya sendiri-- hanya bagian akhir, yaitu sesuatu menghalangi komunikasi mereka.

Froun menepuk bahunya, ia mengatakan sesuatu dengan lambat dalam bahasa yang pria itu gunakan. Ayu hanya mengernyit, berusaha memahami. Ayu sadar gurunya itu mengulang-ulang perkataannya, dan terdengar semakin lambat. Seolah pria itu berusaha mengajari Ayu bahasa baru.

Ayu mencoba mengulang ucapan Froun. Setelah percobaan pertama, Froun mengangguk dan terus mengulang pengucapannya. Ayu pun turut mengulang. Ketika ia merasa sudah berhasil melafalkannya dengan benar, Ayu memutuskan untuk bertanya.

"Ini buat apa?" Ayu mencoba menggunakan bahasa tubuh seadanya yang ia tahu.

Di sampingnya, Liuxing memperagakan pose bertahan dalam pertarungan. Ayu paham bahwa itu digunakan untuk melindungi diri. Berarti jelas bahwa yang ia ucapkan sebenarnya adalah mantra.

Apakah dengan mengucap mantra bisa berguna untuknya, si manusia tanpa sihir? Apakah ia tetap akan terlindungi?

Ayu merasa bahunya diketuk ringan oleh seseorang. Gadis itu menoleh, mendapati Light yang ia terjemahkan sebagai dukungan untuk menyemangatinya. Ayu ingin mengeluh dan berkomentar tentang betapa berbahaya jika ia gagal melakukannya. Namun sebelum mengatakannya, Light memberi gerakan yang ia terjemahkan sebagai ucapan untuk tidak boleh menyerah.

Tiba-tiba terdengar suara auman yang semakin mendekat. Froun segera membawa tiga muridnya keluar. Ketika berada di luar toilet, makhluk itu melihat mereka dan kembali mengejar. Tanpa perlu menunggu, mereka kembali berlari.

Ayu berusaha mengucap mantra pelindung yang baru saja ia hafalkan. Namun mengucapkannya sembil berlari terasa sangat sulit. Bahkan Ayu mulai lupa beberapa bagian.

Sang wali kelas memberikan aba-aba untuk bergerak ke arah kanan. Mereka berbelok tiba-tiba ke lorong sebelah kanan. Setidaknya bisa memperlambat sedikit gerakan makhluk itu.

Semua ini terasa melelahkan bagi Ayu. Nyawanya terancam, tetapi ia tidak bisa terus berlari. Kedua kakinya terasa mulai melemah, sehingga kakinya tidak dapat menapaki lantai dengan baik. Gadis itu terjatuh.

"Ayuyu!" teriak Light panik.

Makhluk itu telah berdiri tepat di hadapan Ayu. Ayu berusaha mengucap mantra pelindung dengan panik setengah mati. Bukan hanya mantra, doa untuk keselamatannya juga ia ucapkan. Tanpa sadar bercampur bahasa Sunda.

Mendadak sebuah lingkaran bercahaya muncul di setiap leher tiga kepala makhluk itu. Makhluk buas itu segera menjauh. Namun semakin menjauh makhluk itu, lingkaran cahaya di lehernya semakin kecil hingga terlihat mencekiknya.

Tidak hanya makhluk itu, pergelangan tangan kanan Ayu juga dilingkari sebuah cahaya. Dan semakin lama semakin mengecil hingga menyakiti tangannya. Gadis itu merintih kesakitan. Light dan Liuxing menghampirinya, mencoba menolong.

"Apa ini?! Kenapa tiba-tiba...?"

Kedua lingkaran cahaya itu tiba-tiba meledak dan menyilaukan mata. Ayu mencoba berkedip berkali-kali. Namun ia tidak bisa melihat apapun selain warna putih. Telinga berdengung kencang. Rasa pening menguasai kepala. Dadanya terasa sesak. Perutnya terasa melilit hingga membuatnya mual.

Samar-samar ia bisa melihat kedua temannya dan gurunya tampak panik melihatnya. Mereka terus mengucap namanya, masih dengan bahasa dan logat yang aneh. Hal terakhir yang ia tangkap adalah keberadaan makhluk buas itu yang sedang terbaring lemah. Makhluk aneh, dan mengerikan. Namun yang lebih aneh adalah rasa kasihan yang ia rasakan pada makhluk itu.

Perlahan-lahan, penglihatannya mulai menggelap. Bersama dengan kesadarannya yang juga menghilang.


Exentraise Academy: The Rising of The Magicless [End | Belum Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang