“Maaf telat, kamu udah nunggu lama?” Seorang lelaki menarik kursi di sebrang Noeline. Ia menggulung lengan kemejanya dan menyeruput minuman dingin yang sudah Noeline pesankan untuknya. Terlihat sekali kalau dia datang terburu-buru.
“Santai aja Mas, tarik napas dulu. Aku nggak nunggu lama kok.” Satu senyuman terbit di wajah Noeline membuat lelaki itu turut tersenyum.
“Jadi kamu mau konsultasi soal apa?”
“Kamu gak mau makan dulu aja Mas?”
“Nyambi ngobrol aja.”
“Oke.”
Noeline mengunyah makanannya sambil memperhatikan lelaki dengan kemeja coklat kotak-kotak itu memotong daging di piringnya dan menyuapkan ke dalam mulut. Ia mengunyahnya perlahan dan kembali mempertemuman tatap mereka.
“Aku pengen bikin aplikasi Mas,” tutur Noeline.
Lelaki itu mengernyit. “Aplikasi?”
“Iya. Sebenarnya bingung mending aplikasi apa web aja, yang jelas aku pengen bikin platform nulis sendiri.” Noeline menjelaskan panjang lebar soal rencananya itu. Sejauh ini baru Irvyna dan Nizar yang ia beri tahu. Mereka berdua memberikan respon positif, itulah kenapa Noeline semakin semangat untuk mewujudkannya.
“Rencananya mau aku bikin gratis dulu, tapi nanti untuk beberapa cerita menarik dan punya potensi laku di pasaran, mau aku tawarin terbit di Aurora Books sekaligus kontrak buat dijadiin cerita berbayar di aplikasi itu.”
“Kamu udah yakin sama ide ini? Soalnya bakal susah karena kamu harus merintis dari awal, apalagi jaman sekarang platform nulis kaya gini udah banyak. Keunggulan apa yang bisa kamu tawarkan biar para penulis tertarik untuk mempublikasikan ceritanya di platform kamu?”
Noeline terdiam sambil mengunyah pelan makanan di mulutnya.
“Mas Khalif punya saran gak?” Ia melemparkan pandang pada lelaki di depannya. Namanya Khalif Rakhayasa. Tiga tahun lebih tua dari Noeline dan kini bekerja di bidang IT sebagai software developer. Dia satu-satunya anak IT yang Noeline kenal, itulah sebabnya Noeline memutuskan untuk meminta bantuannya, dan terlepas dari itu semua hubungan mereka berdua sangat dekat. Bahkan terlalu dekat sampai-sampai membuat orang lain sering salah paham.
“Gimana kalau gini aja ....” Khalif berucap tenang saat menjelaskan pendapatnya pada Noeline. Sementara sang puan serius mendengarkan sambil sesekali menganggukkan kepala.
“Tapi apa gak kecepetan Noe?”
“Apanya Mas?”
“Aurora Books kan baru berdiri dua tahun, buku yang diterbitin pun belum banyak. Apa gak lebih baik fokus buat promosi dulu kaya bikin event atau apalah biar nama Aurora Books lebih dikenal atau kamu coba bikin akun atas nama penerbit di salah satu platform yang paling oke menurut kamu.”
Noeline menghela napas. Bukannya dia tidak pernah memikirkan hal itu, dia hanya ingin semuanya berjalan cepat dan dengan adanya platform menulis sendiri rasanya akan lebih membuat Aurora Books dikenal banyak orang.
“Bukannya kamu gak boleh ambis, tapi pelan-pelan aja. Bikin aplikasi atau platform sendiri bukan hal yang gampang kan? Apalagi belum lama ini kamu habis bangun kantor sendiri. Untuk ukuran penerbit indie ini udah kemajuan yang luar biasa. Gak banyak loh penerbit indie yang udah punya kantor sendiri.”
Noeline tahu itu, dia lebih paham dari lelaki di depannya. Namun tetap saja dia masih bersikeras dengan rencananya.
“Noe ....” Suara Khalif melembut. “Nggak usah terburu-buru. Coba kamu bikin event dulu, kalau rame nanti bikin lagi buat dipublish di aplikasi kamu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dissonance: Ending Page
Chick-Lit"Just like the moon, half of my heart will always love the dark." [Special Collaboration] Written on : 27 June ©Dkatriana