Biru dan putih. Dua warna berpadu memanja netra. Putih awan berderak menghias langit biru.
Birunya langit mengingatkannya pada manik seseorang. Begitu pula awan kelabu di ujung sana.
Indah ....
Mengerjapkan mata beberapa kali, Katsuki bangkit dari tidurnya, duduk bersila di atas selimut piknik berwarna merah dan putih kotak-kotak. Alpha pirang menarik napas cukup panjang, menghirup udara segar dan mengembusknnya perlahan. Menoleh ke bawah, dia mendapati dirinya mengenakan pakaian serba putih.
Aku ... baik-baik saja?
Menatap jemari dan meraba tubuh sendiri, Katsuki menghela napas lega karena dia tidak terluka. Terakhir kali membuka mata, tubuhnya hancur karena insiden kecelakaan mobil. Hitoshi sialan menabrakkan mobilnya dengan mobil Katsuki. Dan Izuku ....
"Izuku!"
Katsuki buru-buru memutar lehernya, mencari omega yang semoga baik-baik saja. Manik merah melebar, sengatan panas tiba-tiba menyerang mata. Jantung memompa begitu cepat. Bahu tanpa sadar bergetar hebat.
Di depannya, Izuku duduk di atas selimut piknik menggendong seorang batita berambut pirang. Membalik bocah kecil dengan mata hijau zamrud untuk menghadap ayahnya, Izuku tersenyum lembut sambil mengerutkan kening.
"Kacchan, ada apa? Kamu terlihat ketakutan."
Izuku baik-baik saja. Ya, dia baik-baik saja. Dia tampak bahagia bersama putra mereka? Ah, benar. Kecelakaan itu hanyalah mimpi sialan di siang bolong. Ya, mimpi bodoh di pagi hari.
Katsuki menyisir rambut kebelakang dengan jemarinya, lantas mendongak dan memandang sang kekasih, "Deku. Aku ...."
"Kacchan, kamu menangis."
... ah
Tertangkap basah tengah mengeluarkan air mata, Katsuki segera menengadah sembari menyeka pipi, "kau benar, aku hanya ... Sial. Aku sangat bahagia."
Tentu saja dia bahagia. Tujuan hidupnya ada di depan mata. Hal paling berharga kedua dalam hidupnya baik-baik saja bersama malaikat kecil mereka. Untuk saat ini, Katsuki merasa cukup dan tidak menginginkan hal lain.
Bibir merah muda Deku mengulum senyum indah. Refleks, Katsuki mendekat dan membelai wajahnya, memberikan kecupan lembut di kening pasangannya, matenya.
"Kacchan, lihatlah, malaikat kecil kita sudah bisa merangkai kata," pinta Deku dan Katsuki melengkungkan bibir ke atas, menunduk menangkap sosok mungil dalam gendongan yang ... buram.
Menggeleng beberapa kali demi menstabilkan penglihatan, ruang di sekeliling justru kian melebur menjelma menjadi pusaran abstrak.
"Kacchan," Deku memanggil, suaranya terdengar khawatir, tangan lembut menangkup rahang Katsuki. Bersamaan dengan tubuh Deku yang perlahan meleleh layaknya lilin terbakar api.
Katsuki spontan menangkap pergelangan tangan Deku, yang sayangnya, sia-sia. "TIDAK. IZUKU! SIAL, BERTAHANLAH ... KUMOHON!"
"Kacchan, aku mencintaimu."
"Tidak, tidak!" napas Katsuki terengah-engah. Putus asa, tangan yang bergetar hebat mengumpulkan lelehan sisa-sisa Deku dan bayi mereka.
"Oi, Deku ... IZUKU!"
Tidak. Katsuki sudah tidak tahan lagi. Dia tidak rela Izuku meninggalkannya. Setelah semua perjuangan panjang yang telah mereka lewati, Katsuki tidak ingin semua berakhir sia-sia.
Apa gunanya menangis dan merengek jika takdir tidak pernah berpihak padanya?
Membiarkan banjir air mata membasahi wajah, dunia di sekeliling Katsuki memudar sebelum jilatan cahaya putih membutakan indra penglihatan.
"Nnh ...."
Perlahan, Katsuki berjuang mengedipkan mata. Kilat cahaya putih memaksanya mengerutkan kening dengan lemah.
"Izuku ..." lirihnya hampir berbisik ketika aroma karbol khas rumah sakit menusuk indra penciuman. "Halfie...."
Manik merah menjelajah sekitar hanya untuk menyadari bahwa tubuhnya terbaring di atas ranjang rumah sakit. Dia masih bernapas di balik masker oksigen, namun tubuhnya tidak bisa diajak bekerja sama untuk bergerak. Bahkan untuk menggerakkan jemari pun terasa sulit.
"Halfie ..." lirihnya lagi, bersamaan dengan suara familiar seorang wanita yang menjerit tertahan, menggumamkan 'Katsuki' dan 'ya tuhan' berulang kali.
Susah payah Katsuki menggerakkan lehernya hanya untuk dihadiahi pemandangan ibunya berdiri seperti patung di ambang pintu, sebelum teriakan, 'MASARU, PUTRA KITA!!' Menggelegar menusuk indra pendengar.
Tidak lebih dari sepuluh detik kemudian, ayahnya datang tergesa, disusul seorang pria berjas putih dan beberapa perawat.
"Katsuki ... syukurlah, terima kasih, tuhan." Ayahnya terisak, ibunya tak kalah dramatisnya.
"Kami sudah menunggumu terlalu lama, syukurlah Kamu bangun," tutur sang ibu terisak sembari menyibak poni pirang Katsuki yang menutupi kening untuk kemudian mencium keningnya.
Di samping Mitsuki, Masaru Bakugou menggosok lingkaran menenangkan di punggung dan bahu sang istri.
Sial.
Katsuki benci situasi seperti ini. Saat di mana dia terbaring lemah tidak berdaya sementara orang-orang di sekeliling menangis seperti bayi.
***
Dua bulan. Dokter menerangkan bahwa Katsuki koma selama dua bulan sejak kecelakaan.
Selama dua bulan lamanya, hal-hal yang menghantui alam bawah sadarnya adalah Izuku dan sosok bersurai dwi warna.
Persetan.
Dia memiliki banyak hutang yang harus dibayar.
***
Catatan:
Thanks sm for reading and see you in the next chapter:)

KAMU SEDANG MEMBACA
Scum Season 3
FanfictionKisah cinta segitiga Bakugou, Todoroki, dan Midoriya berlanjut!! Usaha Katsuki Bakugou memperbaiki kesalahannya, dendam mendalam Shouto Todoroki, dan akhir bahagia seorang Izuku Midoriya. Akankah mereka dapat saling memaafkan dan menerima keputusan...