BAGIAN 29 Hanya perihal keyakinan di dalam diri

12 2 0
                                    

Happy Reading

Perihal cinta, tak pernah ada yang salah akan hal itu. Cinta tak pernah salah dalam menempat. Hanya terkadang, waktu dimana cinta itu hadirlah yang terasa salah.

~Langit Sabit~

Di dalam mobil, di antara keduanya tak ada yang lebih dulu berminat untuk memulai obrolan-obrolan kecil yang biasanya mereka lakukan. Hari ini, Sabit lebih memilih diam setelah adegan dimana dia di tak acuhkan oleh orang yang mengajaknya ke pesta. Di dalam mobil yang sudah melaju membelah jalanan kota Bali itu, Sabit lebih memilih untuk menolehkan kepalanya menatap arah luar jendela.

Sejujurnya Sabit sedang tidak marah, hanya saja ia ingin mengumpulkan energinya yang terasa habis ditengah-tengah manusia tadi. Sabit merasa lelah sekali hari ini padahal ketika di pesta ia tidak banyak bicara dan hanya duduk diam menunggu Langit di sofa merah.

Namun berbeda dengan si penyetir mobil. Yah, Langit terus-terusan menolehkan kepalanya untuk melihat Sabit yang hanya memunggunginya. Langit menghela napasnya pelan, dalam benaknya, ia berpikir mungkin gadis berusia 25 tahun itu tengah dilanda emosi terhadapnya. Makanya gadis itu lebih memilih untuk memunggunginya daripada menatap wajahnya.

Namun seketika, ide cemerlang menyusup masuk ke dalam otak Langit. Ia tersenyum kecil ketika dirasa idenya bukanlah hal yang buruk jika dilakukan.

"Kita kerumah Opa, yuk, waktu itu saya kan sudah janji bakalan mengajak kamu main kesana," ujarnya sukses membuat Sabit  menolehkan seluruh tubuhnya untuk menatap Langit dengan mata yang melebar sempurna. iya, Sabit cukup terkejut mendengar hal itu.

"Mas Langit lagi becanda?" tanya penuh selidik ketika rasa gugup dan terkejut tak lagi bisa terelakkan dalam dirinya.

Bagaimana bisa, ketika ia tengah mengumpulkan energinya yang nyaris habis, namun Langit dengan mulut ajaibnya itu mengatakan hal yang sangat membuat mental Sabit serasa down. Bagaimana jika Opa dari pria itu tidak menyukainya? Sabit juga butuh persiapan untuk menemui orang tua itu. 

"Nggak," sahut si pria yang terlihat begitu santai. dan hal itu sangat menjengkelkan bagi gadis yang duduk di sampingnya itu

"Harus hari ini banget?" Sabit mulai gelisah.

Maka dengan santainya lagi Langit menganggukkan kepalanya, "Iya, nih udah deket kompleknya."

Sabit kelimpungan. Ia mengedarkan pandangannya menatap jalanan sekelilingnya dari dalam mobil. Apalagi ketika mobil itu sudah mulai memasuki pekarangan komplek.

"Mas! Yo ndak mampu aku, lho!" keluar sudah dialek jawa khas Yogjakarta milik gadis mungil itu.

Langit kekeh geli mendengar aksen yang begitu asing di telinganya. pasalnya, selama mengenal gadis itu, Langit cukup jarang mendengarkan dia menggunakan logat jawa seperti yang sekarang ini tengah dilakukannya. 

"Take it Easy, Opa orangnya asik, kok," ungkapnya untuk membuat gadis yang kelihatannya begitu panik agar sedikit lebih tenang. 

Sabit hanya bisa menghembuskan napasnya beberapa kali untuk merileks kan dirinya dari deguman jantung yang begitu kencang. 

10 menit setelah memasuki pekarangan komplek perumahan, akhirnya mobil Langit sampai di sebuah rumah yang halaman depannya dipenuhi dengan tanaman hijau— sesuai dengan apa yang pernah laki-laki itu ceritakan padanya.

Mereka berdua turun dari mobil, dan lagi-lagi, Sabit menatap takjub sebuah taman yang memiliki berbagai macam bunga yang sangat indah dan terawat dengan sangat baik.

LANGIT SABITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang