Sejuknya angin melewati wajah tampannya, ekspresinya sangat tenang, tatapannya lurus ke depan entah apa yang sedang dia pikirkan.
"jika ingin melompat sebaiknya lakukan dengan cepat" kata pemuda yang baru saja datang itu.
"renan takut sakit kak" suaranya pelan, terdengar sangat lemah, seolah-olah pemuda ini akan hilang dibawa angin.
"apa kau tidak lelah berakting seperti ini? Jangan sok lemah, bahkan jika kau sekarat di depan mataku itu tetap tidak akan membuatku simpati pada orang sepertimu" lalu pemuda itu langsung pergi, entah apa tujuannya datang menghampiri renan.
"aku hanya lelah" gumamnya pada diri sendiri.
.
Renan kembali ke rumahnya, dilihatnya banyak orang sedang berkumpul, ayah dan ibunya yang selalu sibuk juga ada bahkan kakak sulungnya yang jarang kembali sekarang ada disini.
Diantara orang-orang itu ada seorang pemuda mungil yang agak mirip dengannya, dia melihat bagaimana keluarganya menatap pemuda itu, tatapan yang selalu dia dambakan.
Renan tahu, saudara kembarnya yang hilang sudah kembali.
"umm apa kau renan? Aku ravi kembaranmu" ujar ravi sambil mengulurkan tangannya.
Belum sempat renan menjabat tangan itu, saudara keduanya sudah menarik ravi ke belakangnya, melindunginya, seolah renan adalah orang jahat yang akan melukai adik yang selalu dia rindukan ini.
"jangan, jangan dekati dia oke? Kita tidak tahu trik apa yang akan dia mainkan" ujarnya tanpa memperdulikan renan yang mendengar semuanya.
"shaka benar ravi, renan itu bukan hal baik. Lain kali menjauhlah darinya"
"ayah peringatkan kau renan jangan pernah berani melakukan sesuatu pada ravi atau aku tidak akan segan"
Selama hampir 10 tahun kata-kata kasar inilah yang renan dengarkan setiap bertemu dengan salah satu anggota keluarganya.
Renan menjadi terbiasa dengan semua itu tapi bukan berarti hatinya tidak sakit hanya saja sakitnya tidak begitu terasa.
"aku tidak memikirkan apapun ayah, aku tidak akan melukainya" katanya pelan.
"ibu tidak percaya! Hilangnya ravi adalah karenamu bisa jadi hal itu terulang kembali"
"maaf..."
"kalau begitu aku akan ke kamar"
Renan masuk ke kamarnya, canda dan tawa hangat yang berasal dari ruang keluarga berbanding terbalik dengan sepinya suasana di sekelilingnya.
Beginilah seharusnya, renan yang sendirian dan ravi yang selalu dikelilingi banyak orang, seperti itulah mereka.
Saat waktunya makan malam, renan pergi ke ruang makan berniat untuk makan malam bersama keluarganya.
"kenapa kau disini?"
"tunggu kami selesai lalu kau boleh makan"
"kak shaka, kak yasah, aku mau makan sama renan juga" ravi memandangnya sambil tersenyum, menarik tangannya dan mendudukannya di meja makan.
"ayo ren kita makan! Kau pasti lelah dari sekolah kan?"
"mnn, terimakasih"
"makanlah! Udangnya sangat enak"
"aku tidak makan udang"
"owh... Maaf, aku tidak tahu" ravi menunduk, merasa bersalah.
Sebelum renan sempat berbicara, ayahnya sudah terlebih dulu menyela.
"renan makan! Apa kau tidak menghargai ravi? Dia sudah berbaik hati memberikannya padamu padahal udang adalah makanan kesukaannya!"
Shaka bahkan lebih kasar, dia langsung memasukan udang itu ke dalam mulut renan secara paksa.
"telan."
Renan terpaksa menelannya, setelah itu dia langsung buru-buru kembali ke kamarnya.
"apa renan baik-baik saja? Mungkin dia memang tidak suka udang" kata ravi sedikit khawatir.
"jangan dipikirkan, suka atau tidak suka dia tetap harus menghargainya"
"dia sudah hidup enak selama ini, dia terbiasa pilih-pilih sedangkan kau berbeda. Maafkan ibu ravi, ibu baru menemukanmu sekarang" matanya sedikit memerah, dia sungguh sangat menyayangi anaknya ini, dia tidak pernah berhenti mencarinya dari dulu hingga sekarang.
Benar, seluruh keluarga radista tidak pernah menyerah mencari permata mereka tapi mereka lupa untuk peduli pada renan.
"bu, aku tidak kesulitan, ibu dan ayah angkatku juga sangat menyayangiku, aku senang mendengar kalau kalian tidak pernah melupakanku"
Dan seperti itu makan malam yang mengharukan telah terjadi.
Disisi lain renan terlihat kurang baik, wajahnya memerah, dia juga kesulitan untuk bernafas, untungnya dia meminum obatnya dengan cepat sehingga reaksi alerginya tidak terlalu kuat.
"ravindra sudah kembali, dia terlalu baik, aku sangat iri" renan menertawakan dirinya sendiri, itu ravindra permata kecil keluarganya bagaimana renan bisa mendambakan apa yang dimiliki ravi? Debu sepertinya tidak pantas untuk kasih sayang seperti itu.
Haruskah dia menyerah? Haruskah?
Dia tidak mau, setidaknya dia ingin keluarganya melihatnya walau hanya sebentar tapi dia juga sudah terlalu lelah, dia sudah muak dengan rasa sakit yang mencekiknya.
Semuanya sudah cukup.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm The Unwanted Twin
RandomSi manis yang kehilangan kecintaannya pada diri sendiri. Si manis yang merasa lelah tetapi enggan menepi. Si manis yang selalu berteriak walau lirih. Ini kisahnya, ini lukanya. Ini tentang orang hidup yang selalu meneriakan kematian di kepalanya. Re...