"renan! Ku dengar kau pergi ke galeri lukis, apa kau bersenang-senang?"
"ya, lukisannya sangat indah"
"apa kau bisa melukis?"
"aku bisa, aku sering melukis"
"boleh ku lihat tidak?"
"tentu saja, kenapa tidak"
Renan membawa ravi ke kamarnya, tentu saja shaka mengikuti mereka, pemuda itu mungkin berpikir bahwa renan adalah penyihir yang bisa membuat orang lain menghilang.
"ini lukisanku, maaf tidak terlalu bagus"
Ada banyak sekali lukisan yang dibuat renan, semuanya sangat indah namun jika seseorang memperhatikannya dengan baik, sebenarnya lukisan renan terasa kosong. Sebagus apapun lukisan itu entah kenapa selalu terasa kurang.
"lukisanmu sangat indah! Apa semua lukisan ini nyata? Aku lihat kau banyak melukis tentang ayah, ibu dan kakak"
"owh itu aku hanya melukis secara asal, keluarga kita terlihat sangat baik jadi aku tidak tahan dan melukisnya" kata renan santai.
Shaka yang melihat lukisan itu merasa sedikit aneh di hatinya, makan malam hangat yang dilukis renan tidak pernah terjadi dan banyak hal lainnya juga tidak pernah terjadi, selama ini mereka selalu meninggalkan renan sendirian di mansion yang luas ini.
"kakak kenapa diam? Lukisan renan indah bukan?"
"biasa saja" hanya sedikit indah.
"ck, padahal ini sangat indah. Ngomong-ngomong renan, kenapa ada banyak lukisan tentang danau atau sungai? Apa kau suka"
"sebenarnya aku tidak bisa berenang jadi aku takut air, tapi lukisanmu sangat indah"
"aku takut sakit" ucapnya pelan.
"takut sakit? Apa hubungannya dengan danau? Yah terserahlah, pikiran seniman biasanya sulit ditebak" kata ravi enteng, walaupun dia bingung dia tidak bertanya lebih lanjut.
"lalu renan ini apa? Novel ini apakah kau yang menulisnya? Aku melihat ada namamu disini!"
"ya, aku membuatnya. Aku tidak menduga akan banyak yang suka, itu hanya buku yang kutulis asal-asalan jangan dilihat, itu tidak layak"
"bagaimana bisa tidak layak?! Kau membuatnya sendiri, jadi entah bagus atau tidak aku sebagai kembaranmu akan mendukungmu selalu!"
"haha terimakasih, lupakan buku itu, ayo kebawah aku sedikit lapar"
Saat ravi sudah pergi, shaka langsung memberhentikan renan.
"apa maksud dari lukisanmu itu? Apa kau ingin membuat ravi berpikir kalau kami bahagia saat dia tidak ada? Jangan melewati batas renan"
"tidak, aku hanya ingin melihat bagaimana bentuk dari keinginanku selama ini, aku hanya ingin menipu diriku sendiri"
"aku tidak berniat melukai ravi, aku tidak pernah berniat melukai ravi"
"aku tidak percaya"
"aku tahu"
.
"aku akan keluar sebentar untuk membeli beberapa hal, ravi jangan terlalu dekat dengan renan telfon aku saat dia macam-macam. Dan kau, aku harap kau sadar diri" lalu shaka pergi, menyisakan si kembar yang tidak tahu harus melakukan apa.
"renan, kenapa yang lain selalu menyuruhku menjauhimu? Aku kehilangan ingatanku jadi aku tidak mengerti"
"karena dulu saat kita masih kecil aku kadang bertindak kelewatan dan melukaimu"
"hanya karena itu?"
"juga karena saat kau hilang kau ada bersamaku jadi mereka pikir aku yang selalu pencemburulah yang menjahatimu"
"tapi bukannkah saat itu kita masih 7 tahun?"
"ya kita masih 7 tahun"
7 tahun, renan saat itu masih sangat kecil, tapi orang dewasa yang harusnya menenangkannya karena kehilangan kembarannya malah menjadi tidak sabar dan menyalahkannya dimana-mana, padahal hari itu yang diculik bukan hanya ravi tapi renan juga.
"renan apa kau mau teh? Aku akan membuatkannya untukmu"
"tentu"
"ahh!" teriakan ravi terdengar dari arah dapur, tanpa mempedulikan pecahan gelas di lantai renan buru-buru menghampiri ravi.
"apa kau tidak apa? Biar kulihat. Ayo letakan di air mengalir dulu" pasalnya kulit putih ravi sudah memerah karena panasnya air yang mengenai lengannya.
"ravi!" sebuah teriakan tiba-tiba terdengar.
"apa yang terjadi sayang? Astaga kulitmu merah, cepat panggilkan dokter" kata ibu mereka yang langsung mendorong renan menjauh.
"apa ini ulahmu?! Kenapa kau selalu ingin melukai ravi?"
"ayah, ibu, kakak, apa yang terjadi? Ravi kenapa?"
"kau darimana? Kenapa meninggalkan anak ini bersama ravi lihatlah kulit ravi sampai seperti itu, ini pasti ulahnya!"
"apa yang kau lakukan pada adikku sialan!" satu tamparan dilayangkan oleh shaka pada renan.
Perih.
"bukan aku" ucapnya lemah.
"jangan berbohong! Hanya ada kalian berdua disini, memangnya siapa lagi?!" lalu satu tamparan lagi mengenai renan.
"bukan aku" katanya lagi
"dasar anak sial"
"ayah, kakak cukup! Bukan salah renan, aku yang ingin membuat teh, lalu kakiku terkilir dan jatuh. Ayah jangan tampar renan lagi, semua ini benar-benar bukan salahnya!"
"ayo cepat kita pergi, ayo kerumah sakit, lupakan saja dulu kita harus merawat ravi terlebih dulu"
"ibu, renan-"
"jangan pedulikan, ayo cepat pergi"
"tidak ibu, renan juga terluka!"
"dia akan mengobatinya sendiri, menurutlah"
Renan juga terluka.
Sayang sekali dia tidak cukup penting untuk perawatan seperti itu, mereka bahkan tidak bertanya dimana dia terluka.
Renan akan mengobatinya sendiri, dia sudah sering melakukannya sendiri tapi melihat perawatan keluarganya pada ravi benar-benar membuatnya iri.
Seandainya dia sebaik ravi...
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm The Unwanted Twin
AcakSi manis yang kehilangan kecintaannya pada diri sendiri. Si manis yang merasa lelah tetapi enggan menepi. Si manis yang selalu berteriak walau lirih. Ini kisahnya, ini lukanya. Ini tentang orang hidup yang selalu meneriakan kematian di kepalanya. Re...