De Javu

11 1 0
                                    

Hari Rabu dan semua tampak kelabu.

Cerita singkat terhitung dari pukul tiga sore telah berlalu cepat dengan alur tanpa rencana. Bertegur sapa kembali setelah usai tepat lima bulan yang lalu - bahwa sebelumnya telah mencatat cerita selama lima tahun lamanya. Dari 2018 hingga kemarin, bukan waktu yang singkat meski berujung di luar ekspektasi. Kata selesai itu bisa beranjak dari jarak, waktu, beradu argumen, egois dan ambisi.

Sederhana layaknya berlari tanpa arah di sekitar SOHO Pancoran. Dengan sikapnya yang masih sama, lelucon random yang sudah jadi kebiasaannya. Hingga masih menjadi salah satu orang yang menghargai prinsipku sebagai seorang perempuan. 

Kita berlanjut cengkrama makna di Kopi Bajawa setelah mengumpulkan energi lewat perpustakaan. Dan benar saja, ia masih menjadi arsip ternyaman dan teraman. Kata-kata sederhana darinya masih menjadi obat. Aku larut, rasanya seperti kembali pulang kepada selayaknya rumah.

Kita tertampar kenyataan di depan pintu Kopi Bajawa - sepulang dari sana - bahwa momen itu memaksa selesai di sana. Langit Jakarta yang konsisten gelap, tapi suasananya abu-abu.

"Jadi, kita beda stasiun, nih?" Tanya And.

"Ehm, ternyata singkat, ya." Balasku sambil mengangguk.

"Ya sudah, kalau datang atau sekadar transit, kabarin, ya." Lanjutnya lagi.

"Yaelah, gak dikabarin aja, tiba-tiba wajah kamu di bandara." Pungkasku dan kita sama-sama tertawa kecil.

Grab datang, percakapan pun berakhir. Aku pergi, ia pun demikian, dan kita kembali berjarak. Jarak membawaku dari Jakarta menuju Solo. Sementara perjalanan membawanya dari Jakarta menuju Tasikmalaya. Waktu yang ditempuh sama-sama tidak sebentar. Entah seperti apa kita menghabiskan waktu di kereta dengan bekal perasaan yang abu-abu. 


Rentang Venus dan BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang