⋇⋆✦⋆⋇
⠀
⠀"Angkat dagumu sedikit." Yema tengah melakukan sesi pemotretan untuk sebuah brand yang ia iklankan. Tubuhnya meliuk mengikuti arahan sang juru kamera agar hasil yang diperoleh memuaskan.
Beberapa orang bersorak ketika Yema berpose anggun bak model kelas atas. Yang dipuji justru tersipu malu, menyembunyikan pipi merahnya dibalik kedua tangannya.
"Kurasa sudah dapat, kita ganti kostum ya," ujar si fotografer ketika mengulas kembali hasil jepretannya melalui layar monitor. Yema diantar kembali ke ruang tunggu.
Dua sampai tiga orang, mengatur segalanya sekaligus. Rias wajah, tatanan rambut, hingga gaya busana yang akan menjadi look selanjutnya. Yema duduk diam sembari menggerakkan jari di atas ponselnya.
Ia sesekali melirik ke arah managernya, yang sepertinya tengah mendapat panggilan penting. Penggalan kata demi kata ia dengarkan, tapi tetap gagal memaknai percakapannya.
"Yema," panggil sang manager. Yema menoleh, menunggu kalimat selanjutnya.
"Aku baru saja dapat tawaran yang bagus, tapi entahlah, kurasa kau tidak akan tertarik." Manager Yema mengambil kursi, dan duduk bersebrangan dengan Yema.
"Kenapa aku tidak tertarik?" Yema menerka-nerka isi penawaran apa yang kira-kira tidak menarik baginya.
"Ini sebuah acara televisi, ia memintamu berperan sebagai seorang istri—”
" T—tunggu, istri? Seorang istri?" Yema menyela.
"Dengarkan dulu. Kau ingat program dua selebriti yang dipertemukan secara acak, dan mereka berperan menjadi suami dan istri beberapa tahun lalu?" Yema mengangguk. Program itu telah lama dihentikan karena ratingnya terus turun.
"Sepertinya mereka akan melakukannya lagi, dan mereka menawarkan perannya kepadamu." Dahi Yema mengkerut, ia tengah memikirkan segala kemungkinan yang ada jika menerima penawaran ini.
"Tapi kenapa mereka ingin melakukan program itu lagi?" Pertanyaan itu tidak dapat dijawab oleh sang manager.
"Hmm, agensi bilang apa?" Seseorang memanggil Yema, memberi tanda bahwa pemotretan akan kembali dimulai.
"Aku baru akan menghubunginya setelah bicara denganmu. Pergilah, kau terlihat cantik," puji sang manager.
"Aku memang selalu cantik," balas Yema sembari mengedipkan mata kirinya. Ia melenggang pergi ke ruang studio melanjutkan pekerjaannya.
⠀———
⠀Wadya menyeruput habis minumannya. Mengisi dahaga yang hilang sehabis memberikan penampilan memukau bersama kawan-kawan satu grupnya.
"Ah kita makan apa hari ini?" tanya seseorang.
"Aku ingin daging—"
"Aahh, aku juga mau da—"
"Yang benar saja siang bolong begini makan daging."
Para anggota yang lain mendiskusikan menu makan siang mereka, selagi mengistirahatkan diri.
"Wadya, bisa aku bicara denganmu?" tanya seorang manager.
Keduanya melangkahkan kaki keluar dari ruangan itu, menuju tempat yang lebih sepi. Sang manager memberikan ponselnya kepada Wadya.
"Bacalah."
Wadya meraih ponsel itu. Membaca tiap kata dengan seksama. Sesekali matanya menyipit, memandang aneh pada penawaran proposal tersebut.
"Aku tidak mau," tolak Wadya. Ia mengembalikan ponsel tersebut kepada pemiliknya.
"Aku tidak bilang kau bisa menolaknya. Ini perintah dari agensi." Perkataan itu mulai menguji kesabarannya, ditambah kondisinya yang masih lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married Once (On Going)
FanfictionYema, aktris pendatang di dunia perfilman. Ia memiliki sejuta pengikut di akun sosial medianya, dan dikenal sebagai pribadi yang ceria juga menggemaskan. Wadya, idol populer yang dielu-elukan banyak penggemarnya. Pembawaanya yang tenang dan karisma...