II. EP 1 - First Glance.

124 22 1
                                    

⋇⋆✦⋆⋇



Terik matahari menembus jendela kaca kedai kopi tempat Yema tengah berdiam. Di hadapannya, sejumlah kamera dan staff berjejer mengambil angle terbaik dari dirinya.

"Yema, nanti boleh perkenalan dulu ya. Your name, what you do, hobby or even why you're here. We're ready whenever you're ready." Yema mengangguk mendengar instruksi dari sang PD yang menyelesaikan gelarnya di kota kabut, London. Tak heran ia fasih bertutur kata dalam bahasa asing.

Sentuhan terakhir diberikan pada rambut Yema oleh seorang penata rambut, sebelum akhirnya rekaman perdana episode satu acara televisi dimulai.

Sang PD memberi perintah pada seorang kameramen untuk mulai merekam. Jemarinya diangkat ke udara, menghitung mundur dari tiga, dua, hingga satu.

Lampu merah kecil, menyala.

Yema menunduk hormat ke arah kamera, seolah tengah menyapa mereka yang menontonnya di seberang sana.

"Hai. Aku Yema, si gadis enerjik pendatang baru di dunia perfilman." Banyak sorot pasang mata memandanginya, baik dari dalam bahkan dari luar tempat ini.

Wajah Yema berubah semerah tomat, ia baru sadar kalau bukan hanya kamera yang memperhatikannya. Tiba-tiba rasa gugup menghampirinya. Ia tertawa malu, tawanya menular ke seluruh staff yang lain.

"Yema, kenapa mau ikut program ini?" Sang PD mulai mengajukan pertanyaan, mengarahkan Yema agar tidak lagi merasa gugup.

Yema mengambil waktu berpikir. "Kalau boleh jujur, aku mau jadi pelopor acara ini lagi," jawabnya. Ia memang berniat memanfaatkan program ini sebaik-baiknya, demi membantu meningkatkan popularitasnya, dan tentu mempopulerkan kembali program televisi yang tengah ia jalani.

"Oh, benarkah? Kalau begitu mohon kerjasamanya, mari buat acara ini sukses ya Yema," seru sang PD.

"Tapi sebenarnya kita nggak mulai dari sini." Perkataan itu berhasil membuat Yema dilanda kebingungan. Ia menerka-nerka arti dibalik mereka tidak mulai dari tempat ini.

———

"Wadya!"

"Ah, gantengnya!"

Inilah resiko outdoor filming. Meskipun termasuk jadwal yang privat, keberadaannya di tengah kerumunan mudah dikenali oleh banyak orang. Beberapa dari mereka mengarahkan kamera ponsel, mengambil potret Wadya.

"Oke, sudah siap?" Wadya memberikan senyum tipis. Wajah lelahnya masih bisa terlihat meski sudah dilapisi oleh make up. Ia hanya sempat tidur selama tiga jam hari ini, dan sepertinya rekaman akan memakan waktu sepanjang hari.

"Semuanya diam ya," tegur sang asisten PD kepada kerumunan banyak orang itu. Ia mengangkat tangannya ke udara, menghitung mundur mulai dari tiga, dua, satu.

Lampu merah kecil, menyala.

Wadya berdiri membelakangi sungai yang membentang sepanjang taman kota ini. Pepohonan mengibaskan daun-daunnya ketika angin lembut menemukan mereka.

"Halo," Wadya membungkuk ke arah kamera, "Saya Wadya, senang bertemu dengan kalian semua." Ia melambai ke arah kamera yang menyorotnya. Sorak-sorai dan tepuk tangan menyambut perkenalannya.

Married Once (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang