Tidak Terduga

19 2 5
                                    

Bab II

Pagi yang cerah selalu diawali dengan sarapan bersama dan saling melempar salam lalu menanyakan kegiatan apa saja yang akan dilakukan pada hari ini. Seperti pagi ini. Keluarga Jaya Pratama atau yang biasa dipanggil Tama mengawalinya dengan sarapan bersama.

"Bu, nanti kalau ayah pulang agak telat nggak masalah kan?" Tama melempar pertanyaan pada istrinya. Wulan.

"Iya. Ayah hati-hati dan jaga kesehatan. Jangan lupa diminum vitaminnya, istirahat yang cukup." Pesan Wulan pada suaminya. Lelaki gagah itu yang gerhasil mengambil hatinya dari puluhan pemuda yang melamarnya dikala gadis dulu. Maklum, Wulan adalah kembang desa dan anak orang terpandang di kampungnya dulu.

"Selamat pagi ayah dan ibu." Sapa kedua buah hati mereka yang ikut bergabung di meja makan.

"Pagi sayang." Tama tampak bahagia melihat pertumbuhan anak-anaknya. Sang putri yang mereka ber nama Ganiya Pratama menginjak sepuluh tahun dan berada di kelas empat sekolah dasar. Sedangkan putra, Gama Pratama berada di kelas dua.

"Gia hari ini kegiatannya apa, sayang." Tama bertanya pada putrinya. Gia adalah panggilan sayang dari orangtuanya.

"Ganiya pulang sekolah ada les menggambar, Yah. Nanti sama adik juga ada les tambahan berenang. Biar tambah pandai renangnya. Doakan kita bisa jadi juara dilomba renang bulan depan." Gadis itu sangat antusiasme menceritakan kegiatan yang akan dilakukannya bersama sang adik.

"Gama, kamu suka sama guru lesnya?" Tama memandang anak bukannya dengan senyum bangga. Benar-benar sangat mirip dirinya sewaktu kecil.

. "Suka, Yah. Kakak selalu kasih semangat aku. Aku juga selalu kasih semangat kakak. Kita harus saling menyemangati, karena kita saudara." Tama tersenyum mendengar penuturan putranya itu.

"Jaga Ibu dan Kak Tia baik-baik jika ayah nggak ada. Kalian berdua harus rukun terus. Belajar yang rajin biar pintar. Nanti usaha ayah ini kalian berdua yang meneruskan. Perkebunan teh milik kakek di Jawa juga harus kalian juga yang melanjutkannya. Jangan sampai di jual ke siapapun jika tidak dalam kondisi benar-benar butuh uang yang banyak dan mendadak." Tama Memberi wejangan pada kedua buah hatinya tepat di depannya yang sedang menikmati sarapan hasil olahan sang istri.

Walau ada asisten rumah tangga di rumah yang megah dan terlihat klasik dengan ukuran khas Jawa tempat asal sang istri dan beberapa ornamen khas Palembang dari tanah kelahirannya, Wulan selalu menyempatkan mengolah bahan makanan sendiri untuk menjadi beberapa menu kesukaan anak dan suami. Walau dari kecil hidup berkecukupan dan selalu dimanjakan oleh kedua orangtuanya, tetapi prinsipnya satu. Setelah menikah, hidupnya diabdikan untuk sang suami dan anak-anaknya.

"Ayah berangkat kerja ke luar kota tidak lama. Jaga ibu baik-baik, ya. Nanti selama ayah tugas, Om Pandu akan mengurus kerjaan kantor untuk sementara."

"Mas hati-hati ya, kami akan merindukanmu." Wulan tampak berat melepas kepergian suaminya ke luar kota kali ini. Entahlah, perasaan seorang istri yang sangat peka.

"Iya, bu. Kalian jaga kesehatan juga. Terutama ibu, makan yang teratur. Nanti Sari dan Damar akan tinggal di sini beberapa hari." Tama menenangkan sang istri dengan menggenggam jemarinya.

Setelah selesai sarapan, Tama mengantar anak-anaknya pergi sekolah. Meskipun menjadi pengusaha sukses dan banyak bawahan serta sopir, tak membuatnya lupa akan pentingnya mengantar sekolah untuk kedua buah hatinya itu.

"Ayah, Tania dan Gama sayang ayah. Cepat pulang kalau urusannya sudah selesai." Gadis manis itu memeluk sang ayah dengan perasaan entahlah. Tidak hanya ibunya, diapun juga merasakan hal yang berbeda. Tama tersenyum melihat tersenyum lalu membalas pelukan gadis kecilnya, tak lupa sebuah kecupan sayang mendarat di dahinya yang tertutup poni.

TitisanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang