Kabar Buruk

9 4 0
                                    

Bab III

Ganiya dan Gama menjalani hari seperti biasanya. Berangkat sekolah di pagi hari dan mengikuti les sesuai jadwal. Wulan, sang ibu juga menjalankan kegiatan hariannya. Salah satunya adalah memantau kelancaran kantor dari jauh dan juga menghadiri beberapa pertemuan sebagai donatur tetap di beberapa panti asuhan dan panti jompo.

"Dik, aku dia malam ini mimpi aneh." Cerita Ganoya pada Gama.

"Aku juga sama, Kak." Sambung Gama pada cerita Ganiya.

"Aku seperti dipeluk Ayah dia malam ini. Ayah seperti di rumah dan selalu mengucapkan selamat malam, mimpi indah cantikku." Ganiya menirukan ucapan Tama dalam mimpinya.

Mendengar cerita kakaknya, Gama terdiam. Seperti memikirkan sesuatu. Anak kecil itu merasakan jika akan ada sesuatu yang mengejutkan di keluarganya. Atau jangan-jangan tentang.

"Dik!" Panggil Ganiya pada adiknya yang tidak merespon apa-apa.

"Ah, iya. Kak." Sahutnya sambil menggaruk kepala yang tidak gatal. "Kamu diajak ngobrol kok malah diam saja, sih." Kesalnya pada siang adik.

"nggak ada apa-apa, Kak. Mungkin Kak Tia kangen ayah. Sampai terbawa mimpi." Sahut Gama menenangkan kakaknya agar tidak ngambek.

"Semoga Ayah baik-baik saja, ya. Dan secepatnya pulang."

***
Wulan sibuk dengan puluhan bingkisan yang akan diantar ke salah satu panti asuhan milik keluarga besarnya. Perempuan paruh baya yang usianya sudah hampir kepala empat tapi masih terlihat ayu dan terawat. Pakaian yang selalu tertutup dan tatanan rambut yang disanggul kecil ketika keluar rumah adalah ciri khas dari istri Jaya Pratama itu. Walau dari kecil hidup berkecukupan dan memiliki suami yang terbilang bergelimang harga, tidak membuatnya menghamburkan uang dan  berpenampilan glamour. Salah satu dari tiga tas bermerk yang dia miliki dan menjadi favoritnya itu akan menemaninya bepergian. Riasan wajah pun hanya tipis yang menambah kesan anggun. Wulan memang sudah terlahir dengan paras yang rupawan, pantas saja dahulu sewaktu gadis dijuluki sebagai kembang desa dan diperebutkan banyak perjaka.

Raut wajahnya semakin sumringah ketika melihat layar ponsel di tangannya itu. Sang suami yang selalu memujinya atau pun hanya mengingatkan tentang  makan akan membuatnya bahagia.

Dua hari sudah berpisah jarak dengan suami tidak membuatnya lupa akan kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu yang baik untuk kedua buah hatinya.

"Mbok Wiji, tolong sprei saya nanti di ganti, ya. Bapak mungkin lusa sudah sampai rumah." Pintanya sopan pada orang kepercayaannya itu yang sudah dianggap sebagai saudara.

"Injeh," Jawab Mbok Wiji dengan logat Jawanya. Perempuan itu sudah sejak Wulan masih kecil ikut di keluarga orangtua Wulan di Jawa. Dari gadis sampai memiliki tiga putra masih setia dengan keluarga Wulan. Bahkan jika bepergian, tidak jarang Tama juga akan membelikan oleh-oleh untuk Wiji dan keluarganya.

Sari dan Damar, istri dan anak Pandu juga berasal di rumah Tama. Seperti permintaan kakaknya tempo hari sebelum berangkat ke luar kota. Tama sangat sayang dengan Sari karena adik perempuan satu-satunya.

"Mbak Wilan jangan terlalu capek, ya. Inget pesan Bang Tama." Perempuan ayu yang keibuan itu mengingatkan kakak iparnya.

"Iya, dik. Pasti itu. Ini juga sudah diingatkan sama suami tercinta." Wulan mengarahkan layar ponselnya pada siang adik yang membuat keduanya tergelak serentak.

"Bang Tama sama Mbak Wulan itu seperti anak muda yang sedang dimabuk asmara. Padahal anak sudah besar-besar." Sindir Sari pada Wulan yang hanya ditanggapi dengan senyuman.

"Semoga kalian sehat dan bahagia selalu. " Lanjut Sari mendoakan kedua kakaknya dengan tulus.

***
Suasana pinggir jalan itu telah ramai dengan orang-orang yang ingin menolong atau bahkan hanya menyaksikan mobil sedan hitam yang tergelincir ke jurang itu. Kondisi mobil sudah gentat dibagian sisi kemudi sampai belakang. Seorang pria paruh baya yang berada di kursi kemudi sudah tidak ada respon ketika dipanggil-panggil warga agar bisa segera menolongnya.

TitisanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang