"Adam?"
Nama itu melayang di udara, setengah terucap oleh seorang perempuan bergaun silk aquamarine blue yang menari sendirian dengan gelas sampanye berkilauan di tangan kanannya. Setiap kali ada pria mendekat, ia hanya tersenyum tipis sambil menggumamkan nama yang sama. Namun tak ada yang membuatnya berhenti.
Musik jazz remix Unforgettable oleh Nat King Cole mengalun lembut di udara, membungkus lantai dansa yang kini lebih lengang setelah puncak pesta usai. Tangan kanannya terangkat saat ia mengalungkan lengan ke leher pria dengan potongan rambut buzz cut yang terkesan ceroboh.
Pria itu tersenyum tipis, jelas tidak ingin melewatkan kesempatan. "Sayangnya gue bukan Adam. Tapi kalau lo mau, gue bisa jadi Adam lo malam ini," nadanya nakal terlatih.
Perempuan itu menghela napas panjang, membuatnya terdengar mirip derai tawa bosan sambil bergoyang sedikit terlalu jauh. Hampir saja jatuh kalau pria itu tidak cepat merengkuh pinggangnya. Mereka menari dengan gerakan lambat, lebih mirip orang yang tersesat di lantai dansa sampai bergerak ke pojok, jauh dari kerumunan—tempat di mana obrolan genit biasanya menguap seperti gelembung sampanye.
Seluruh lantai dansa telah penuh sehingga beberapa orang menari hingga ke luar lantai. Suasana after party sangat ramai, namun beberapa orang mulai pergi setelah perayaan diakhiri dengan momen spesial ketika pengantin memotong kue pernikahan dan membagikan kepada tamu sebagai tanda terima kasih atas kehadiran dan dukungan mereka. Kini, yang tersisa di lantai dansa hanya orang-orang terdekat saja, namun beberapa wajah baru justru datang, tak mengijinkan pesta berakhir.
Percakapan menggulir dan di bawah cahaya fairy lights, di antara pohon-pohon palem yang tinggi saat meja-meja panjang yang dihias dengan satin putih mulai kosong hanya hidangan sisa yang terlupakan, seorang pria tiba-tiba muncul. Suaranya tegas. "Take your hands off her." Pemiliknya menujukan tatapannya ke pria yang sedang merangkul perempuan berambut sebahu.
"Ck, siapa lo?"
Pria yang muncul dengan kemeja putih yang lengannya tergulung, gaya rambut messy flow yang disengaja dan janggut tipis tidak lantas menjawab. "Adam," jawabnya santai, itu sudah cukup. Namanya sendiri adalah jawaban atas segalanya malam ini.
Buzz cut melotot, akhirnya ogah-ogahan mundur dan perempuan tadi berpindah ke rangkulan Adam. "Makanya jaga cewek lo!" Ia berdecak sebelum akhirnya terpaksa menelan harga diri, pergi menuju bar di pojok seberang.
"Sara?" Adam memanggil, suaranya hampir tenggelam oleh riuh musik yang masih menyemangati udara. Jarinya terangkat menyentuh pipi perempuan itu dengan kehatian-hatian. Maniknya melintasi wajah yang dulu begitu akrab, setiap lekukan terpatri dalam ingatannya—tapi waktu juga telah menyentuh lembut, mengubah sedikit. Lebih dewasa. Pipinya memerah, bulu matanya bergetar pelan, dan bibir itu—bibir penuh yang kini menggumam tak jelas, mungkin berbicara dalam mimpinya sendiri. Apa yang diimimpikan? Adam ingin tahu saja.
Sudah berapa lama sejak terakhir kali ia bisa melihat Sara dari jarak sedekat ini? Mengingat cara mata perempuan itu dulu berpendar saat tertawa, mengulang semua memori yang pernah ia kubur tapi nyatanya tetap hidup di bawah permukaan. Perempuan yang pernah mengisi dunianya tanpa tahu seberapa besar telah mengambil bagian dari dirinya. Ternyata waktu hanya menempatkan mereka dalam jeda panjang, bukan memisahkan.
Delapan tahun. Terlalu lama. Tidak cukup lama untuk melupakan. Ada sedikit tawa getir yang hanya ia rasakan sendiri. Mungkin Sara tidak sadar. Mungkin ini hanya efek alkohol. Tapi tetap saja, ini pertama kalinya sejak perpisahan mereka, jarak antara mereka benar-benar hilang. Dalam artian sebenarnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Sweeter Place
RomansaThe second time around, things just made more sense. Honestly, timing has a lot to do with everything. Adam Wisnuthama Wardana, General Manager salah satu hotel dan resor di Indonesia, The Eden. Dikenal sebagai pria charming, hobi menjelajah dunia d...