6# Arta

87 20 1
                                    

Suasana yang tentunya berbeda terbalik di rumah orang tua Prilly. Prilly melihat sekitaran kontrakan yang hampir berantakan akibat ia tinggal selama tiga hari berturut-turut. Prilly menyusut kelopak matanya yang mengeluarkan air mata, ia tak seharusnya seperti ini, seharusnya Prilly terus memberikan semangat untuk Ali, dia yang menanggung semua beban yang Ali pikul sendiri, tak seharusnya Prilly terus-menerus menekan Ali secara ekonomi, dia pantas mendapatkan semangat untuk terus bertahan hidup.

"Bunda udah ketemu?"

Ali menggeleng, lalu menatap Prilly.

"Sabar ya, lagian susah cari Bunda. Beliau ada di luar negeri." Prilly mengangguk mengerti, lalu memijit pundak Ali dengan lembut.

Pikirannya terus berkelana, memikirkan ucapan Ali tempo dulu. Sesaat sebelum ia memilih pulang ke kontrakan ini, memikirkan bagaimana bisa Ali masih berhubungan dengan Nana sedangkan ia tak tahu. Untuk saat ini, Prilly hanya membiarkan semua itu berjalan di otaknya, untuk menanyakan pun rasanya segan terlebih ia tak ingin semakin memperkeruh hubungan bersama Ali.

Tetapi rasanya, keterbukaan itu perlu. Biarlah, di saat yang tepat ia akan menanyakannya pada Ali perihal Nana.

Ali mengecup beberapa kali punggung tangan Prilly lalu menariknya untuk duduk dipangkuannya. "Makasih ya, udah kembali." Deru nafas Ali terasa sampai leher Prilly. Prilly mengangguk imut lalu memeluk leher Ali dengan sangat manja. "Aku selalu mikir, kenapa kamu malah nerima aku yang banyak kurangnya ini? Bahkan tercap cewek kotor di sekolah, padahal kita juga baru kenal loh," tutur Prilly tiba-tiba.

Ali mengusap punggung Prilly secara lembut.

"Takdir, Ay. " Ali merenggangkan pelukannya lalu menatap Prilly secara dalam. "Hati aku yang tertarik sama kamu, bahkan dulu aku benci sama kamu, tetapi perlahan benci itu menjadi cinta," tutur Ali membuat Prilly menjadi tersenyum manis.

Prilly merentangkan kedua tangannya lalu memeluk erat Ali. "Andai kita ketemu dari awal ya, Li. Aku gak mungkin kenal sama si brengsek itu, aku gak mungkin punya trauma seperti ini. Semuanya berlalu begitu aja, bahkan sampai saat ini aku belum si-----"

"Udah, gak usah dilanjutin."

Ali beranjak lalu membawa Prilly masuk ke dalam kontrakan, kasihan Aily di tinggal sendirian walau sedang lelap-lelapnya tertidur. Prilly berjalan ke arah dapur lalu tiba-tiba berhenti ketika sesuatu melintas ke dalam pikirannya.

"Seharusnya aku beri hak kamu, Li," batin Prilly.

Iya, itu sebuah kewajiban untuk Ali. Dia suaminya, berhak mendapatkan kewajiban itu. Walau Prilly sedikit trauma, tetapi semoga dengan ini ia bisa menghilangkan trauma yang membekas itu. Prilly mengambil handuk lalu berjalan ke arah kamar mandi, semoga rencananya berhasil.

Haii babe, Rey

Dahi Ali mengerut ketika mendapat pesan aneh dari seseorang, Ali melempar ponsel, ia tahu siapa dibalik pesan itu. Tanpa melihat isi profilnya pun, ia sudah tahu, dia adalah Dara si pentolan yang selalu mengganggu waktunya saat di sekolah.

Rey

Rey

Rey

Rey

Mulai sekarang lo pacar gue

"Ay!!"

"Iya?"

Mulut Ali terbuka melihat Prilly muncul dengan lingeri yang terbuka bahkan sangat terbuka. Prilly menunduk malu saat Ali sama sekali tidak berkata apapun.

"Ih Ali kenapaa? Aku jelek pake baju gini?"

Ali langsung tersadar, lalu berdiri menyimbangkan tubuhnya dengan Prilly. Lekukan tubuh Prilly sangat sempurna walau bertubuh pendek.  "Kamu siap?" bisik Ali tepat pada Prilly.

LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang