7# Restu keduanya

155 23 6
                                    

Sekerjap kemudian, mata berlentik itu terbuka. Ia hendak mengangkat tangannya. Namun, rasanya berat. Ali menunduk, tersenyum tipis melihat wanitanya menangis secara menutup wajah cantiknya dengan tangannya.

"Jangan nangis, Ay.."

Mata berair itu mendongak lalu menerjang Ali dengan pelukan. Prilly menangis sejadi mungkin, bagaimana ia tidak kaget ketika mendadak mendapat panggilan dari seseorang wanita jika Ali masuk ke rumah sakit, bahkan Prilly berani menitipkan Aily pada tetangganya yaitu Mbak Ira agar ia bisa melihat Ali.

"Kamu kenapa bisa kayak gini sih?! Kenapa kamu gak minta tolong aja sama orang?!! Kenapa jadi cowok itu cemen banget sih!" omel Prilly tanpa menghentikan tangisannya. Ali menghapus air mata Prilly seraya tersenyum melihat perubahan Prilly semakin hari semakin berubah bahkan banyak terbuka padanya.

"Please, aku gak suka kamu nangis karena aku!"

Prilly terduduk lalu beberapa kali mengecup tangan Ali. "Bilang sama aku, siapa yang udah buat kamu kayak gini? Si bangsat itu atau siapa hah?! Biar aku samperin mereka?!" cerocos Prilly bertubi-tubi.

"Emang berani lawan si Arta?" tanya Ali pelan.

Seketika itu pun Prilly menciut, ia kembali meringkuk di tangan Ali lalu meratapi keadaan Ali yang seperti ini karenanya. Dasar si Arta yang tak pernah bosen-bosen mengganggu kehidupannya.

"Cewek yang bawa kamu siapa?"

"Gue pacar Rey!"

Ucapan potongan dari belakangnya membuat Prilly langsung berdiri dan menatap tajam pada Dara yang asal dalam bicara. Ali hendak bangun. Namun, rasa sakit yang menjalar disekitar tubuhnya membuat Ali langsung menghentikannya.

Dara menatap Prilly dari atas sampai bawah seraya tersenyum miring melihat penampilan Prilly yang sangat kucel sekali, bagaimana tidak? Prilly hanya memakai kulot berwarna moca di tambah dengan kaos putih beserta cardigan berwarna senada dengan kulotnya.

"Kampungan ternyata," batin Dara.

"Jaga bicara lo ya!!" sentak Prilly.

Ali meraih tangan Prilly agar tenang, tidak akan habis-habis jika harus berbicara dengan Dara. Prilly menoleh pada Ali lalu mengangguk. "Saya ucapin terima-kasih sama Anda yang udah bawa PACAR saya ini ke rumah sakit." Prilly lebih dekat dengan Dara. "So, Anda jangan kegeeran! Dia pacar saya bukan Anda!" Prilly mendorong pundak Dara dengan telunjuknya.

Dara meradang. Namun, sebisa mungkin Dara menahan gengsinya agar tidak berbuat yang tidak-tidak dihadapan Ali. Tanpa berkata apa-apa lagi, Dara langsung berbalik dan meninggalkan Prilly bersama Ali.

"Dia bener-bener pacar kamu?!" tuduh Prilly. Ali meringis melihat tatapan berbeda dari Prilly, ia menarik tangan Prilly lalu menyimpannya di dada bidangnya.

"Satu istri aja udah cukup, gak mungkin ada pacar!"

Prilly menahan senyuman lalu kembali duduk disamping Ali. Rasanya ia ingin seperti ini terus tanpa memikirkan semua masalah keluarga yang masih belum usai. Ali mengecup punggung tangan istrinya lalu berkata. "Jangan tinggalin lagi ya?"

Prilly mengangguk. "Gak akan."

Drttt

Getaran dari ponsel Ali membuat keduanya langsung melihat ke sana. Ali segera mengambil dan langsung mengangkatnya ketika melihat pemilik nomor itu. Tanpa ada aba-aba sama sekali, Ali langsung mencabut infusan dan hendak pergi. Namun, Prilly langsung menahannya.

"ADA APA ALI?!"

"Lo tenang disini. Gue harus selesain ini!"

Tetapi, Prilly tetap menahan Ali untuk tidak pergi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 27, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang