Dua kelopak mata yang secara perlahan menutup, rerumputan hijau dan suasana asri yang pertama kali ia lihat saat membuka mata.Air terjun mengalir deras, percikan airnya berkilauan bagai mutiara, ia menyelupkan kakinya kedalam air jernih yang terdapat berbagai ikan yang melompat- lompat.
Surainya tersapu oleh angin, seutas senyum terukir di bibirnya. Tempat yang paling indah dan langka itulah julukannya. Hanya seorang Akarsana yang tau tiap detail yang membuatnya terpukau.
Akar membuka matanya kemudian menggerakan kuasnya mengikuti sesuatu yang ada di imajinasinya. Tempat indah dan langka hanya ada di kepala Akarsana.
"Apa semua yang lo lukis itu bohong?" Tanya seorang gadis yang memperhatikan semua gerakan Akar.
Akar terdiam sekejap. "Nggak." Jawabnya.
"Kenapa? Bukannya lo menggambarkan sesuatu yang jelas nggak ada?" Gadis itu merebahkan tubuhnya di kasur.
"Ini fakta, karna gue merasakan semua yang ada di sini." Akar kembali mengoleskan berbagai warna pada kanvas.
"Tetep aja itu cuman sebatas imaji." Akar tersenyum tipis mendengarnya.
"Lo nggak akan ngerti gimana gue selalu hidup dalam semua lukisan ini."
Akar berbalik badan "belum saatnya gue pinjam telinga lo Saf." Setelah mengatakannya ia tersenyum dan kembali menyelesaikan lukisannya yang sudah ia garap dari dua hari yang lalu. Ucapannya membuat gadis itu terdiam.
Akar memoleskan cat terakhir setelah sepuluh menit lalu ia berucap. Dirinya membereskan semua perkakas dan merebahkan diri di kasurnya, melirik gadis yang berada di kasur bawah.
"Apa alasan yang buat lo terima tawaran ini?" Akar berbicara sembari menerawang langit- langit kamarnya.
"Butuh uang." Jawab gadis itu tanpa melihat Akar.
"Klise, ada yang lain?" Gadis itu menggeleng.
"Dunia selalu terlihat kejam jika soal uang, itu nyatanya. Uang emang nggak dibawa mati tapi dengan itu kita dihormati."
"Tapi dengan punya banyak uang dan dihormati nggak sepenuhnya kita bahagia dan menikmati kan."
"Itu si tergantung cara kita bersyukur, orang kaya lo yang terbiasa mandi harta dan hidup manja nggak ngerti gimana mikirin untuk bisa bertahan di hari esok."
"Lo juga nggak ngerti gimana kehidupan orang yang lo bilang terbiasa mandi harta dan hidup manja ini. Yang perlu lo tau, tiap orang punya titik rendahnya masing- masing dan gue harap jangan sepelekan persoalan orang lain dan merasa menjadi yang paling sengsara." Skakmat. Safa tak lagi dapat membalas ucapan Akarsana remaja yang dua tahun lebih muda darinya itu membungkamnya.
"Ah iya, sebelum jauh, lo harus tau kalo gue cuman butuh lo setiap malam buat jadi temen cerita gue, gue insomnia dan nggak bisa sendirian kalo malam." Akar menolehkan kepala melihat sang gadis.
"Itu aja?" Tanya gadis bernama Safa.
"Iya, dan satu lagi, kita nggak boleh melibatkan perasaan khusus satu sama lain, jika dilanggar kontrak selesai." Ucapan Akar membuat Safa cukup bergeming, ia cukup takut jika menyangkut soal hati namun ini juga untuk kebutuhan sehari- harinya.
"Oke." Pungkasnya.
Mereka berdua membicarakan banyak hal hingga larut, mata Akar sudah terlihat sayu namun ia tak kunjung terpejam padahal ia sudah menelan obat yang diresepkan oleh dokter agar ia mudah untuk tertidur namun tetap saja. Sementara gadis yang menemaninya terlihat sudah menahan kantuk. "Lo ahlinya berimajinasi kan Kar?" pertanyaan itu hanya dibalas dengan deheman berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta dan Rahasia
Teen Fiction"Kenali mereka yang terluka." Bukannya bersenang- senang menikmati masa remaja, mereka seakan tak diberi kesempatan. Dipaksa mengerti keadaan dan menerima gebrakan takdir tak mengenakan. Mereka, 6 remaja dengan dekap luka dihati masing- masing. Sali...