7. Geo/inner wound

3 5 1
                                    

"Jika seorang anak dianggap durhaka saat melawan orangtuanya, lantas bagaimana dengan orang tua yang tega merusak mental anaknya?"

Selepas bell pulang mereka tengah berada di warung belakang sekolah, warung bu Titi yang sering mereka kunjungi layaknya markas. Warung itu terbilang cukup sepi karena ini Semesta, para siswa akan lebih memilih makan di Cafeteria atau kantin yang ada di kawasan sekolah hanya beberapa dari anak- anak nakal dan mereka tentunya.

"Pisang, pisang apa yang enakk??"

"Udah lah Dir! Hidup lagi capek- capeknya denger lo ngomong tambah capek!" Kesuh Akarsana yang tengah duduk sambil menyesap kopi hitam kegemarannya.

"Pisang goreng!" Girangnya, dari pada tidak ada yang sudi menanggapi guyonannya, lebih baik ia bersenang- senang sendiri saja.

"Mas Dirga nggak makan mie mas?" Tanya bu Titi saat memberikan semangkuk mie ayam pada Gaha dan Geo.

"Nggak bu, perut Dirga lagi nggak bisa dikompromi ni." Katanya kemudian menenggak kopi susu instan miliknya, membuat Tirta menggeleng pelan.

"Mulut lo tuh yang nggak pernah bisa dikompromi." Kesuh Tirta.

"Ck, sewot!"

Sementara Gaha memberhentikan aktivitas makannya saat ponselnya bergetar. "Iya hallo?"

"Hah kabur? kok bisa?"

"Baik, iya makasih suster." Ia menaruh ponselnya kasar lantaran kesal setelah mendapat laporan dari rumah sakit.

"Napa lo? Asem betul tuh muka." Serobot Akarsana disampingnya.

"Si kodok tidur ngerusuh." Katanya dan melahap kembali mie miliknya, tak memperdulikan sepupu gadungannya itu.

"Gak lo cari Ga?" Tanya Geo.

"Ogah, males." Geo hanya mengedikan bahunya.

"Gue udah." Kata Geo dan berjalan menuju bu Titi untuk membayar makanannya.

"Langsung cabut lo Ge?" Tanya seorang pemuda dengan rambut hitam kelimis di meja sebrang bername tag Dante Kalandra.

Geo mengangguk pada Kala, kemudian mengemasi barangnya kedalam tas gendong miliknya. "Lo ikut?"

"Nggak deh, gue mau ngapel." Ujar Kala tanpa ditanya.

"Haram Haram!!!" Tentu saja yang akan spontan berkoar- koar adalah Dirga.

"Ya udah gue cabut." Pamit Geo pada teman- temannya dan dibalas acungan jempol.

***

"Iya bu, terimakasih pertanyaannya. Jadi, ibu bisa mencoba melakukan pendekatan pada anak dan sering- sering diajak ngobrol dan luangkan waktu supaya lebih terbuka sama ibu ya, jangan terlalu memaksakan kehendak ibu padanya. Lalu-" Ucapan wanita paruh baya itu terpotong saat seseorang dengan hoodie putih melangkah begitu saja dengan muka yang tertutup tudung.

Ariana Candela berusaha tetap tersenyum senatural mungkin didepan kamera, sebagai seorang psikolog anak terkenal ia tengah melakukan parenting online.

"Bu Ariana, itu siapa ya bu?" tanya dari salah satu ibu- ibu.

"Iya, tidak sopan." Ariana tetap tersenyum tipis mendengarnya.

"Maaf ibu, itu tadi anak dari saudara saya yang kebetulan hari ini menginap dirumah. Mungkin sedang terburu- buru ke kamar mandi." Terang Ariana tersenyum kikuk.

"Sekali lagi maaf ibu- ibu sekalian atas ketidak nyamanannya." Ariana melanjutkan acaranya.

Sementara lelaki dengan hoodie putih itu kini berada di kamar dengan warna pink pastel, ia berbaring sembari mengusap- usap pipi gembul dari bayi berusia 15 bulan yang ada disampingnya.

Semesta dan RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang