BAB VIII - Antara Air dan Api

1.7K 211 4
                                    

🦋


Pada hari-hari yang tidak mendukungmu
dan hari-hari yang membuatmu berjibaku

Hingga yang dibutuhkan hanyalah menepi,
menatap langit, dan menikmati masa-masa
langkahmu berhenti.


Pernahkah kamu berada di satu titik ketika dunia tidak mengharapkanmu, dan yang kamu inginkan hanya menghilang secepat mungkin? Ketika dunia terlihat jumawa dengan kuningnya yang langsat, tapi dirimu tetap tereban oleh kesialan yang mendatangimu selayak penagih-penagih hutang?

Ketika kamu terlambat mengejar kereta dengan kakimu yang ringkas, dan tertinggal sebab kereta itu sudah melaju lebih dulu, atau menu yang ingin kamu makan, hanya menyisakan bagian-bagian yang tidak kamu minati? Kamu yang sedang di lingkupi emosi sangat ingin memaki, tapi sayangnya, pekerjaanmu yang segunung selalu menanti?

Pernahkah?

Hingga di akhir hari, kamu terdiam sambil menatap kekosongan. Sejenak, dalam jiwa yang hening diam-diam kamu meragukan kuasa Tuhan. Walau pada akhirnya, kamu tetap kembali pada-Nya memohon pengampunan.

Pernahkah kesialan itu terjadi begitu hebatnya hingga terlintas bahwa yang kamu inginkan ialah menyerah? Jika kamu pernah berada di titik itu, maka kamu sama seperti Ananda Renan.

Tepatnya hari ini. Ketika pagi-pagi sekali ia sudah berangkat untuk menjilid tugasnya namun toko yang dituju ternyata masih tutup. Ketika siang hari, saat dirinya pusing karena mendadak mendapat kuis dari sang dosen, dan hanya ingin mendapat kesegaran dari es-es yang dijual di kantin, tapi sialnya minuman itu terjatuh dan menumpahi kaos putihnya.

Tidak sampai disitu. Ketika Renan ingin mengerjakan tugas, tapi lagi dan lagi ada sesuatu yang membuatnya menghela napas. Laptopnya mati total. Padahal, seluruh tugas dan catatan kuliahnya ada di sana. Dengan langkah yang tergopoh, ia melewati jalan demi jalan, sembari berpikir, dimanakah ia harus memperbaiki laptopnya?

Akhirnya, Renan memutuskan untuk pergi ke Mall setelah menjelajah di safarinya. Ketika Renan tiba, ia harus menunggu satu jam karena toko itu sedang ramai-ramainya. Renan menatap jam di tangannya, sekarang sudah pukul empat sore dan ia tak punya banyak waktu lagi. Ia bergegas dari toko itu dan mendapati toko yang lebih kecil. Hanya ada Kakek Tua yang sedang merakit komputer usang.

"Mau memperbaiki laptop?" Tanya si Kakek Tua, seakan membaca pikiran Renan. "Bisa menunggu 15 menit?" Tanyanya, lagi. Dalam hati Renan, ia sudah sangat gondok. Mengapa hari ini semua orang memintanya untuk menunggu? Seolah-olah hanya dirinya yang memiliki waktu. Tapi Renan tetap mengangguk. Setidaknya, toko ini lebih sepi dari toko sebelumnya.

"Mau mencoba kursi pijat? Aku baru membelinya pagi ini." Ucap si Kakek Tua, dan Renan pikir, tawaran itu seperti kupon hari raya yang didapatkan hanya satu kali dalam setahun.

"Boleh, aku ingin mencobanya." Sahut Renan, setelah berpikir sejenak. Ia mendekati mesin pijat itu dan merebahkan tubuhnya di sana. Tanpa sadar, Renan menutup matanya dan terlelap dalam beberapa saat. Ketika Renan terbangun, ia sudah melihat si Kakek Tua sedang membetulkan laptopnya yang rusak.

"Asal kau dari Jakarta?" si Kakek Tua menatapnya. Ternyata ia tahu jika Renan sudah terbangun dari alam mimpi. "Darimana kakek tau?" Tanya Renan.

"Tergambar jelas di wajahmu." Kalimat si Kakek Tua yang terdengar sarkas di telinga Renan. Pikirnya, ia seperti sedang bicara dengan sahabat kecilnya, Homi. "Namamu siapa?" Tanyanya lagi.

"Budi." Ucap Renan asal, dan sukses membuat si Kakek Tua tertawa. "Kau pikir aku percaya?" Renan kembali terkejut. Sadar bahwa kebohongannya diketahui dengan mudahnya. "Namaku, Ananda Renan." Akunya, dengan kepala menunduk malu.

#REMITIME | Jika Kita Tidak Pernah Bertemu [HYUCKNA AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang