🦋
Bulan tenggelam di matamu yang teduh.
Menari pada irama yang tak bertepi.
Berpandangan, saling bergandeng tangan.Kepada Tuan-nya ia tersenyum,
Bolehkah, kita habiskan waktu lebih lama?Malam itu, Renan benar-benar tidak memberikan kesempatan bagi Miuza untuk melepas pelukan mereka. Sejak sosok itu membuka pintu dan menemukan Miuza di sana. Renan masih setia memeluk tubuh sahabatnya, seakan takut Miuza akan pergi jika ia melepasnya.
Padahal, niat awal Miuza datang ke kost Renan hanya untuk memastikan keadaan lelaki itu. Miuza yang melakukan kerja kelompok di kafe kemarin, sibuk mencari keberadaan Renan hingga pemilik kafe memberitahunya jika lelaki itu absen karena sedang sakit.
Rasanya Miuza ingin sekali memarahi Renan. Namun amarahnya langsung menghilang setelah melihat kondisi Renan yang tak baik-baik saja. Bahkan, Miuza tak memberontak kala tubuhnya dipeluk manja. Ia juga berpikir untuk menemani Renan malam ini.
Kalau ada yang bertanya, bagaimana posisi Renan dan Miuza sekarang?
Keduanya sedang berbaring miring dengan tubuh yang saling memeluk. Posisi Miuza lebih tinggi sedikit hingga indra penciumannya dipenuhi oleh aroma shampoo yang Renan gunakan. "Bangun dulu, abang ojeknya udah di bawah."
Refleks, Renan menengadahkan kepalanya. "Lo mau balik sekarang? Gue lagi sakit Miuza." Tanya Renan dengan suara parau. Matanya berbinar saat menatap Miuza. Kalau saja Renan tidak lagi sakit, pasti sudah Miuza perkarakan sifat posesif lelaki itu.
"Gue tadi pesen makan buat lo. Bangun, gue mau ambil dulu." Jelas Miuza. Mencoba melepaskan pelukannya pada Renan. "Tapi balik lagi 'kan?"
"ASTAGA IYAAAAAA!!" Diteriaki seperti itu, justru membuat wajah Renan tertekuk. Ranumnya sedikit melengkung ke bawah.
"Gue lagi sakit, Mi..." Lagi, kalimat itu seperti dalih yang tak terbantahkan. Miuza bahkan hanya bisa menghembuskan napasnya berat. Sedikit frustasi.
"Iya, sayang. Gue tinggal sebentar, ya?"
Kata-kata Miuza sukses membuat Renan terpaku. Berbeda dengan Miuza yang segera melepaskan diri saat pelukan Renan melonggar. Entah disadari atau tidak, tapi perkataan Miuza tadi benar-benar membuat jantung Renan berdetak lebih cepat.
Mungkin ini efek tubuhnya yang sakit.
Tiga menit berlalu, Miuza kembali dengan plastik berisikan nasi goreng di tangannya. Renan yang baru keluar kamar mandi, menatap Miuza yang tengah menyiapkan makan malam untuknya.
Seketika, ia jadi teringat dengan keluarganya. Di mana, saat hari terakhir Renan berada di rumah, ia harus melewati makan malam karena kurangnya kursi yang tersedia. Naasnya, Renan merasa jika anggota keluarganya tidak sepeduli itu padanya.
Namun, lihatlah sekarang. Miuza, sosok yang tak punya hubungan darah dengannya tengah sibuk menyiapkan makan malam untuknya. Lucu sekali.
Di saat keluargamu seperti orang asing, dan orang asing seperti keluargamu.
Apakah hanya Renan yang merasakan seperti ini?
Ia melangkah mendekati Miuza hingga berada tepat di belakang lelaki itu. "Terima kasih banyak, ya." Ucapnya, dan Miuza terkejut karena tiba-tiba saja tubuhnya dipeluk dari belakang.
"Nan..."
Renan paham dan langsung melepaskan pelukan mereka. Miuza membalikan tubuhnya, senyumnya menekuk. "Maaf ya, gue lupa kalau lo nggak suka pakai bawang. Padahal tadi gue udah bilang sama abangnya." Untuk kesekian kalinya, hati Renan menghangat saat Miuza selalu mengingat hal-hal kecil seperti sekarang ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Series I #REMITIME | Jika Kita Tidak Pernah Bertemu [HYUCKNA AU]
Fanfiction"Jika Kita Tidak Pernah Bertemu" SERIES I : HYUCKNA AU #REMITIME - Renan dan Miuza Semesta dan bayangannya. Miuza yang senantiasa memiliki segalanya. Sedang Renan hanyalah bayang-bayang yang tak kasat mata. Seperti itulah sosok Ananda Renan sebelum...