BAB IX - Sirine Alam Bawah Sadar

2K 243 6
                                    

🦋


Sosok yang menari di atas percik
tersenyum menggelitik.

Netranya terus membidik. Menatap
Lobus yang tak henti menghardik.

Dasar mimpi terkutuk!
Mati-kau, terkutuk!


Setiap manusia pasti memiliki kebiasaan. Entah kebiasaan itu terjadi dalam sebuah keseharian, atau sebagai sirine yang tak seharusnya diindahkan. Ada banyak kebiasaan di dunia ini, entah kebiasaan tidur malam yang membuat seseorang kesiangan. Kebiasaan mengaduk bubur, menggertakan gigi, atau memangkas rambut saat banyak pikiran. Kebiasaan itu, disadari atau tanpa disadari selalu dilakukan berulang-ulang.

Jika kebiasaan yang dimiliki seseorang berubah menjadi pola perilaku yang terus diikuti setiap saat. Maka begitu pula yang dirasakan Ananda Renan. Lelaki itu memiliki kebiasaan buruk menghisap nikotin setiap kali pikirannya sedang tertekan. Mungkin bisa dikatakan bahwa awalnya Renan memulai kegiatan merokoknya karena lelaki itu membutuhkan pelarian.

Pelarian ketika akal sehatnya sedang tidak dapat bekerja. Seolah Lobus-nya direnggut begitu saja dari raganya. Kemelut yang meradang jiwanya, membuat Renan nekat untuk melakukan apa saja. Meski dalam hatinya, ia tidak ingin menyakiti dirinya. Renan menyayangi tubuhnya. Hingga pada akhirnya, ia menjadikan rokok sebagai pelarian, yang menjadi sebuah kebiasaan.

Sebagai perokok aktif, Renan tahu konsekuensi dari kebiasaannya itu. Ia pun hanya merokok di waktu-waktu tertentu. Baik, ketika bersama teman atau ketika pikirannya sedang tertekan dan butuh dijernihkan. Renan paham, ia tidak boleh merokok di sembarang tempat. Terutama di depan orang-orang yang memang tidak menyukai benda tersebut.

Kebiasaan lain yang dimiliki Renan ketika tubuhnya sedang banyak pikiran adalah tidurnya yang menjadi tak tenang. Ia akan mendapati mimpi buruk yang terus berulang dan membuatnya terjaga. Mimpi buruk yang Renan tahu alurnya akan seperti apa. Sebab, sudah tak terhitung berapa kali mimpi buruk itu datang dan mengganggu tidurnya.

Selama satu minggu ini, tak hanya masalah kuliah yang menyita perhatian Renan tapi juga masalah keluarganya. Tadi pagi Christian menelpon Renan dan berkata bahwa Renan sebaiknya menatap di Bandung sementara. Renan tidak tahu mengapa bapaknya bersikap seperti itu, ia bahkan sempat curiga jika Christian membawa perempuan barunya ke rumah.

Tapi benarkah?

Karena setelah Renan perhatikan, ada yang aneh dengan sikap bapaknya itu. Hampir setiap hari Christian menanyakan keberadaan Renan dan menyuruhnya untuk berhati-hati.

Tidak hanya itu, dalam seminggu ini, sudah tiga kali Renan mendapat telepon dari nomor asing. Ketika ia mengangkatnya, tidak ada suara di seberang sana, dan hanya butuh lima detik sampai panggilan itu dimatikan. Renan sudah mengecek nomor itu tapi sayang, tidak diketahui identitasnya.

Bahkan, melihat situasinya sekarang, Renan hampir nekat ke Jakarta tanpa sepengetahuan Christian. Namun sialnya, Renan tiba-tiba teringat dengan agendanya bersama anggota klub pecinta alam. Rencananya, ia dan rekan-rekannya akan mendaki gunung dan menginap di sana.

Renan yang hari ini tidak ada kuliah memutuskan untuk menyambung tidurnya setelah sarapan.

Semalam, mimpi buruk itu datang lagi. Anehnya, dalam mimpi Renan, ia seperti terbangun dan mendapati Miuza di sampingnya. Lelaki itu hanya terdiam sambil memandang Renan.

Lebih-lebih, dalam tidurnya, Renan masih sempat bertanya, apakah ia masih bermimpi? Saat Renan ingin menarik lengan Miuza, dan sosok itu terjatuh dalam pelukannya, sebuah sirine ambulance tetiba membangunkan Renan. Matanya mengerjap, dan mendapati bahwa kejadian itu hanya mimpi.

Series I #REMITIME | Jika Kita Tidak Pernah Bertemu [HYUCKNA AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang