05. Sebuah Bingkai Foto

148 67 116
                                    

⋆ S E L A M A T  M E M B A C A

"Nath, lo mau kemana?" tanya Sahna---perempuan cantik berambut panjang sebahu itu kepada teman dekatnya--Anatha--perempuan berjilbab yang terlihat sangat buru-buru memasukkan satu persatu buku ke dalam tas hitamnya. Kegiatannya itu dimulai ketika bel pulang sekolah sudah terdengar di segala penjuru sekolah, termasuk terdengar di kedua telinga Anatha dan siswa-siswi lainnya.

"Mau nemuin seseorang. Lo mau ikut? Ayo!" sambut Anatha disela-sela kesibukannya itu.

"Tunggu dong!"

Tak menggubris Sahna yang juga ikut terburu-buru karena melihat dirinya, Anatha memilih untuk memakai tas hitam kesayangannya di kedua pundak dengan gerakan tak bisa santai. "Gue ada di lantai satu deket tangga. Kalau lo mau nyusul, gue ada di sana. Sorry banget, Sah, gue buru-buru!" katanya, kemudian berlalu.

Anatha bukan termasuk perempuan yang tak menerapkan sikap solidaritas dalam hidupnya. Namun, melihat Sahna yang buku-buku pelajarannya belum dimasukkan dengan sempurna ke dalam tasnya, dan kali ini dirinya sedang mengejar waktu untuk menemui seseorang, mau tak mau kali ini Anatha memilih untuk meninggalkan teman dekatnya itu.

Perempuan bernama Sahna tak membalas menggunakan kata-kata. Ia mendengus pelan dan memilih berlanjut untuk memasukkan buku-bukunya ke dalam tas dan pergi untuk menyusul Anatha.

•••《↺✰↻》•••

"Andra! Demi konsonan langit yang menjadi takdir cinta Vicky Prasetyo, sorry gue mau ganggu lo sebentar aja," seloroh Anatha dengan satu tarikan napas ketika kaki yang terbalut sepatu bermerek Converse itu berhenti setelah sekian lama berlari.

Dan di sini, tepat di lantai satu--dekat dengan tangga yang sering menjadi akses naik-turunnya siswa-siswi menuju ke lantai dua---Anatha bertemu dengan lelaki yang memang ingin ia temui sedari tadi.

"Izin napas dulu sebentar," terang Anatha, dengan posisi mirip seperti rukuk.

Tak lama setelah puas menghirup oksigen di sekitarnya, Anatha kemudian berujar, "gue mau ngomong sesuatu sama lo, Dra. Kalau lo nanya ini penting atau nggak, jawabannya mending gak usah nanya."

Andra dibuat terdiam sejenak. Lantas berujar agar tak membuang-buang waktu, "Apa?" Katanya, tanpa intonasi dan mimik wajah yang menampilkan rasa penasaran atau semacamnya. Wajahnya begitu datar, seperti biasanya.

•••《↺✰↻》•••

Kaki langit kali ini berwarna abu-abu--menandakan mulai mendung dan akan turun hujan. Tak diiringi dengan petir yang hobi menggelegar seperti biasanya, memang. Tapi kali ini Andra yakini bahwa sebentar lagi tetesan air-air dari langit akan mulai berjatuhan membasahi apa saja yang hidup dan mati di muka bumi ini. Termasuk dirinya jika tak cepat-cepat bergegas untuk kembali pulang ke rumah.

Langkah demi langkah ia jalani. Hingga sampailah di tempat di mana ia memarkirkan motor hitam kesayangannya di parkiran sekolah. Pendengarannya masih sangat normal, hingga panggilan bersuara kecil itu mengubah atensi Andra sebelumnya. Kemudian ia berbalik dan mendapati seorang perempuan memakai cardigan rajut berwarna pink muda, yang kini berdiri di hadapannya dengan kepala yang menunduk dan tangan yang menyodorkan satu paper bag hitam--mirip seperti seseorang yang akan memberikan surat cinta kepada yang dicinta.

Akandra | Antara Laut dan Senja [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang