S E L A M A T M E M B A C A . . .
Bandung, 2015.
Kala itu, umur Anatha Adhisree sudah menginjak sembilan tahun. Umur yang memang di mana sudah mengerti banyak hal dan mungkin bisa memahami suatu hal. Contohnya sekarang, anak perempuan itu sedang duduk di dipan kayu halaman rumah bersama ibu dan bapaknya. Sesekali ia melihat bapak kesayangannya menghela napas berat seperti sedang memikul sesuatu yang kelihatannya sulit- yang Anatha sendiri pun tidak tahu kenapa bapak bisa seperti itu. Ibu pun sama. Lengannya tak berhenti mengelus surai hitam putri satu-satunya, seolah-olah sedang menguatkan hati yang siap-siap untuk rapuh.
"Kalau bapak jujur sama kamu, kamu marah nggak, Dhis?" tanya bapak untuk mengawali keterdiaman mereka bertiga. Anatha yang disebut 'Adhis' oleh bapak, sontak menengok dengan mata yang sengaja disipitkan.
"Nggak atuh, pak. Kan bapak pernah bilang sama Adhis, kalau jujur itu sebagian dari iman. Jujur itu perlakuan yang mulia. Masa Adhis marah karena bapak mau ngelakuin hal yang mulia?" jawab anak itu sudah seperti orang dewasa.
Bapak mengangguk kepala bangga. Ternyata ilmu yang pernah bapak sampaikan masih disimpan baik dalam memori ingatan anaknya.
"Bapak mau jujur apa?" tanya Anatha sebab penasaran.
Dan sebelum bapak menjawab, bapak menarik napas dalam-dalam dan kemudian menatap Anatha dengan sorot mata sendu. Tangan besar bapak menggenggam tangan mungil miliknya dengan begitu lembut. "Bapak mau jujur, kalau Adhis itu.. bukan anak kandung bapak sama ibu."
•••《↺✰↻》•••
"Nath? Lo kenapa?" Akandra Javas Pradana bertanya kepada perempuan cantik yang berada di sebelahnya sedang menatap lurus pada tiang nama- di atas pintu masuk sebuah tempat yang bernama Panti Asuhan Binar Mutiara. Dan pertanyaan tersebut, membuat lamunan Anatha menjadi buyar seketika.
Anatha kemudian tertawa gelagapan. "Eh, maaf.. Ngelamun dikit gak pa-pa kali, ya, Dra?" tanya balik perempuan cantik itu sedikit terlihat tak enak hati. Takut jika karena lamunannya ini bisa membuat waktu yang dimiliki Andra termakan olehnya sia-sia.
Andra menggeleng pelan. Tanda bahwa yang begitu bukan masalah besar. "Lagi ngelamunin apa?" Andra menatap perempuan itu sedikit khawatir. Ketika akan masuk ke dalam Panti Asuhan, Andra melihat perempuan itu memilih berdiam dan berdiri untuk menatap tulisan Panti Asuhan yang berada di atasnya. Seperti ada sesuatu yang sedang perempuan itu pikirkan dalam diam.
"Pas lo bawa gue ke sini, ke tempat yang namanya Panti Asuhan, gue jadi keinget sesuatu. Langsung gitu aja keinget. Jadi tiba-tiba ngelamun, deh," setelah mengatakan itu, Anatha menunduk. Menatap kakinya yang terbalut oleh sepatu, sedang bergerak-menggeseknya ke jalan yang sedikit berbatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akandra | Antara Laut dan Senja [On Going]
Teen Fiction"𝐋𝐚𝐲𝐚𝐤𝐧𝐲𝐚 𝐞𝐥𝐞𝐠𝐢 𝐩𝐚𝐭𝐚𝐡 𝐡𝐚𝐭𝐢, 𝐬𝐞𝐧𝐣𝐚 𝐬𝐞𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐞𝐫𝐚𝐝𝐚 𝐝𝐢 𝐚𝐦𝐛𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐢𝐥𝐮." ••• "Kamu pilih laut atau senja?" Akandra selalu berpikir, mengapa pertanyaan sederhana yang diberikan ole...