Selamat Membaca!
Pusingnya dilanda UAS sudah kulewati beberapa saat lalu, kini waktuku untuk hibernasi sepuas mungkin.
Kali ini aku sedang merebahkan diri, libur semester kali ini aku tidak berencana untuk pulang mungkin libur semester depan saja.
Beberapa saat lalu aku melakukan panggilan video dengan kakak ku, tak banyak yang kami bicarakan, hanya bertukar kabar biasa.
Suara ketukan beruntun menyapa indra pendengar ku. Orang gila mana yang mengetuk pintu sebrutal itu di pukul 9 malam?
Dengan langlah gontai, aku bangkit lalu membuka pintu itu.
"Rain, ayo keluar rain! Temenin beli sempol, gorengan, atau apa gitu!"
Sedikit terbengong karena ucapan yang terlalu bersemangat.
"Males vin." Jawabku sembari berkacak pinggang.
"Ayolah mumpung malming pasti rame yang jualan! Gue bayarin asli deh."
Aku mendesah lelah, mau bagaimanapun jika seoarang anak kos di iming-imingi gratisan pasti akan setuju.
Berakhirlah aku di atas motor Gavin, dengan dia yang memegang kendali motor. Aku duduk di belakangnya dengan balutan hoodie hitam dan celana pendek selutut.
Udara dingin malam menyapa kulit ku, aku memasukkan jari-jari tangan ku pada lengan dalam hoodie yang kupakai.
"Rain, lo pengen apa!" Ucap Gavin sedikit berteriak.
"Terserah!" Jawabku juga sedikit berteriak.
"Coba ke alun-alun dulu yuk, siapa tau ada yang enak!"
"Ayoo!"
Sekarang aku tidak se kaku dulu ketika bersama Gavin. Akhir-akhir ini dia sering berada di sekitarku, entah hanya berpapasan di lorong fakultas tidak tau apa yang dilakukannya disana, ataupun keluar berkeliling seperti saat ini, hingga dia yang memaksa menerobos pintu kamar kos untuk berdiam di kamarku. Membuatku mau tidak mau merasa familiar dengannya yang ada di sekelilingku.
Laju motor kian melambat, membuatku menyadari jika kita sudah berada di dekat kawasan alun-alun.
Selesai memarkirkan motor, kami berjalan perlahan sembari melihat adakah makanan yang sekiranya enak untuk dimakan.
Aku berjalan di belakang Gavin, membuntut kemana dia melangkah.
Lagi, lagi, dan lagi. Jantungku berdetak dua kali lebih cepat, tanganku langsung terasa gemetar.
Jangan lupakan rumus jika alun-alun di tambah malam minggu akan sama dengan pacaran.
Yap, banyak pasangan yang melakukan skinship berlebih di sini. Yang awalnya Gavin akan melangkah masuk kedalam lokasi alun-alun langsung berhenti ketika aku menarik lengannya dengan tangan yang masih tertutup lengan hoodie.
Pancaran khawatir terlihat di matanya, sepertinya dia merasa jika tanganku sedikit bergetar. Aku menggelengkan kepalaku.
"Gausah masuk." Cicitku pelan.
Dia menoleh ke arah dalam alun-alun, lalu menatapku dan mengangguk.
Kami berjalan ke arah pohon di pinggir jalan alun-alun lalu duduk disana.
Tanganku yang masih saja bergetar membuatnya merengkuhku kedalam pelukannya. Wangi khas dari tubuh Gavin menyapa inda penciuman ku. Perlahan debaran di dada ku mereda, begitu pula getaran di tanganku.
Aku mendorong bahunya pelan ketika sudah sepenuhnya mereda. Wajahku terasa menghangat.
"Gausah peluk peluk." Ucapku sembari membetulkan duduk ku lalu melihat ke arah kaki ku.
"Hahaha, gitu tadi mukanya kaya kucing minta di pungut." Gavin terbahak.
Aku mencubit perutnya main-main.
"Aduh duh, iya iya."
"Keliling lagi yuk meng, ngga kedalem deh."Aku mengangguk, kembali membuntut di belakangnya.
"Bakso Malang mau ga meng?" Tanyanya setelah beberapa saat berjalan.
"Mau."
"Yok!"
Dia menarik lenganku menuju tempat bakso yang berada di sebrang jalan.
"Pak, baksonya dua ya!
Setelah menunggu beberapa waktu, bakso yang di pesan pun datang dengan dua gelas teh hangat yang menemani.
Aku mengambil semangkuk bakso yang ada di depanku, dengan sedikit mengerucutkan bibirku ketika melihat setumpuk daun bawang di atasnya.
Aku mengambil sepasang garpu dan sendok, lalu mulai memisahkan satu persatu daun bawang tadi dari kuah baksonya. Gavin melirik ke arahku.
"Gasuka daun bawang?" Tanyanya padaku.
Aku mengangguk, dia terkekeh melihatku.
"Ga bilang dari tadi, siniin!"
Aku sedikit menjauhkan diriku dari mangkok itu, tanpa berniat menggesernya dari hadapanku.
Gavin menarik mangkok itu ke hadapannya, lalu memisahkan satu persatu daun bawang itu hingga habis kemudian di letakkannya lagi di depanku.
"Udah gada daun bawang tuh."
Dengan mata yang berbinar dan senyuman yang merekah, aku mulai melahap bakso yang sudah tidak begitu panas menganga.
"Libur ini mau tetep di kosan atau pulang meng?" Tanyanya tiba-tiba.
Aku mendongak menatapnya dengan mulut penuhku.
"Gi kokhhang." Jawabku sebisanya.
"Telen dulu!"
Aku mengangguk dan melanjutkan acara kunyah mengunyah tadi.
"Vin vin." Panggilku.
Dia menatapku dengan tatapan 'apa' nya.
"Dulu lo tiba-tiba nyasar di toilet fakultas gue gimana ceritanya? Waktu gue kena panic attack itu."
Butuh beberapa waktu hingga dia menelan makanan yang ada di mulutnya, lalu menjawab.
"Waktu itu kating lo ada titip barang ke gue, katanya suruh anter makanya bisa nyasar kesana."
Aku mengangguk paham, akhirnya aku bisa tau mengapa tiba-tiba ada Gavin disana yang muncul bagai pahlawan kesiangan.
Satu vote dari kamu sangat membantu buat aku semangat ngelanjutin cerita Rain, so please di pencet yaa tanda vote nya! Terimakasih!
Tunggu Rain di kelanjutan cerita yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause I'm With You [ Gyuicky ]
Teen FictionJiwa Rain yang hancur karena masa lalunya, dan Gavin yang jatuh cinta pada jiwa hancur yang Rain miliki. Mampukah Gavin menata kembali retakan jiwa Rain? • Gyuvin x Ricky • Slight jeongri • Homo/Gay Story • Homophobic? go away • Start: 280623 F...