6

8 1 0
                                    

"Selamat pagi, temanku." Senyum cerah Dipta tak dibalas oleh Jenggala maupun Arsa. Keduanya sibuk berkutat dengan buku tulisnya.

"Kalian ngapain sih?"

Jenggala hanya menatap datar sebentar lalu kembali fokus terhadap bukunya, "lo liat kita lagi bajak sawah atau ngangon sapi?"

"Yeu, gue nanya serius padahal."

Arsa selesai dengan bukunya membalikkan buku itu menghadap pada Dipta yang tengah duduk di bangkunya, karena bangku Dipta sedang dipakai Arsa.

Dipta masih tidak mengerti, "kalo lo nanya ini apa, ini buku."

Arsa menggeleng, "ini bukan cuma buku, tapi ini PR."

"HAH?" Teriak Dipta sambil menelaah buku yang ada di hadapannya.

"Lo kaget gitu makin ngurangin waktu lo buat ngerjain, 5 menit lagi masuk." Jenggala tak berpaling dari bukunya namun mulutnya tetap dapat memberi pendapat.

Dipta memasang wajah melasnya pada Arsa yang tentu saja langsung diketahui apa maksudnya, "gue naruh didepan lo, lo pikir cuma buat dipamerin?"

Raut memelas itu berubah girang lagi, "makasih Arsa, lopyu." Ia kemudian segera mengeluarkan bukunya dan mulai menyalin dengan riang, tidak memedulikan ekspresi julid dari Jenggala dan Arsa.

...

Banyak pasang mata menatap remeh pada siswa yang baru saja ditunjuk untuk menjawab soal di papan tulis.

"Eh itu gak bawa catetan, emang bisa inget semua rumusnya?" Tanya siswi, ah lebih tepatnya itu terdengar seperti ledekan.

"Bro kalo butuh google, ini hp gue di meja."

Satria tak menghiraukan itu, Ia mulai menulis di papan tulis dengan tenang. Berbeda dengan Alden yang sudah di bekap mulutnya oleh Deva karena ingin membalas semua ucapan mereka.

Tangan Satria berhenti menulis sejenak, tentu saja itu langsung menjadi celah untuk orang yang lebih muda darinya itu untuk mulai mengejek.

"Kok gak lanjut nulisnya? Lupa rumus kah?"

"Itu buku Neil ada di meja, cek aja gapapa daripada buang waktu."

"Jangan kelamaan cuy, materinya masih banyak."

"Siapa yang bilang kalian boleh berisik?" Lalu kelas menjadi hening, untung saja Bu May menghentikan kebisingan itu. Semuanya jadi hanya melihat jawaban Satria yang cukup panjang.

Setelah Satria kembali ke tempat duduknya, Bu May menatap jawaban milik Satria, "kerja bagus, Satria."

"Waduh, brainly atau potomath nih?"

"Lo gak bisa bedain mana jawaban sendiri sama jawaban dari internet? Atau lo gak tau bedanya, karna biasanya lo cuma nyatet jawaban internet?" Jawaban Satria mendapat dengusan dari lawan bicaranya. Alden dan Deva tersenyum puas.

...

Suara tepuk tangan menarik atensi semua yang ada di kelas, "minta perhatiannya sebentar. Kita ditugasin buat bikin kelompok, ini mau milih kelompok sendiri atau gue bagi secara acak?"

"Sekali-kali milih sendiri lah, Len." Usul itu langsung diangguki seluruh siswa.

"Yaudah bikin kelompok dari 4-5 orang. Pastiin semua dapet kelompok loh ya." Semua langsung menghampiri teman mereka untuk membuat kelompok.

Dari 35 murid yang berada di kelas, terdapat dua kelompok beranggotakan lima orang, dan enam kelompok beranggotakan empat orang. Satu orang terlihat tidak beranjak dari tempat duduknya, terlihat tenang dengan earphone disaat yang lain heboh mencari kelompok.

Menyadari itu, Selena segera mendekat, "Loh Kak, kok gak gabung?" sebagai ketua kelas, Ia perlu memastikan semua mendapatkan kelompok.

Damar yang melepas earphone nya, "gue mau ngerjain sendiri aja, Len. Lagian tugasnya gak terlalu susah." Damar sedikit terkekeh namun Selena tidak menunjukkan ekspresi apapun.

"Gabung kelompok gue, yuk. Kelompok gue baru empat orang." lalu dengan segera, Selena menarik tangan Damar agar beranjak menuju kelompoknya tanpa mendengar jawaban Damar.

"Lo ngapain, Len?" Daren tidak mengerti mengapa tiba-tiba ketua kelasnya itu membawa satu orang menuju kelompoknya.

"Kelompok kita masih kurang satu, 'kan? Yaudah ini pas."

Damar merasakan hawa tak enak, sepertinya tidak ada yang menerimanya di kelompok itu— kecuali Selena.

"Gue—

"Ayo dibagi dulu bagiannya masing masing."

Baru saja ingin beranjak, tangan Selena lebih cekatan menahan Damar. Akhirnya diskusi dimulai walau terasa sedikit—sangat canggung.

...

"Murung banget lo, kaya abis ditagih utang." Dipta menunjuk Satria dengan garpunya yang berisi bakso. Sedangkan Satria tetap fokus pada makanannya tanpa berniat membalas ucapan Dipta.

Alden mengangguk, "Iya dah, biasanya emang kaya gak ada semangat hidup tapi ini lebih berasa gak ada semangat hidupnya."

Damar tertawa, "Belibet banget lo ngomongnya."

Alden ingin menjawab namun notifikasi terdengar mengalihkan pandanganya.

"Gue cabut sebentar." Lalu Ia segera beranjak meninggalkan mereka dengan tanya.

Dipta menunjuk kepergian Alden dengan garpu yang sudah kosong, "Alden makin lama makin aneh."

"Lo juga makin lama makin ga beres." Celetuk Jenggala yang mendapat decihan dari Dipta.

Dengan berlari, Alden kembali menuju ke arah mereka dengan kotak berukuran sedang ditangannya. Sepertinya Ia tidak mau baksonya dingin.

"Suara lo gedebag gedebug berisik banget deh." Dibanding menjawab Deva, Ia lebih memilih menyeruput teh milik Jenggala yang tentu saja mengundang pelototan. Dengan tidak bersalahnya, Alden menghabiskan teh itu tanpa sisa.

"Haus Jeng, jangan melotot gitu lah." Ujarnya sambil duduk dan mengelap mulutnya dengan tisu.

"Masalahnya itu belum gue minum dan udah lo abisin, dan apa tadi? JENG?!" Baru saja akan membuka mulutnya lagi, Dipta lebih dulu menyumpal mulut Jenggala dengan bakso yang tentu saja milik Jenggala. Dipta tidak mungkin merelakan baksonya dimakan orang lain.

"Lo abis dapet doorprize apa gimana?" Tanya Arsa melihat kotak yang dibawa Alden.

"Oiya," Kotak itu kemudian diletakkan didepan Satria. Alden menepuk punggung Satria.

"Yang sabar ya, lo pasti bisa dapet yang lebih baik dari dia." Ucapan Alden itu mengundang tanda tanya yang lain.

"Dia cerai sama pacarnya." Jelasnya tanpa perlu ditanya terlebih dahulu.

"HAH?" Ujar mereka serentak.

Damar menepuk pundak Satria,"semangat ya, Sat."

"Sat, gue baru tau kalo lo punya cewek. Gue kira bocah nolep kaya lo, gak punya cewek." celetuk Dipta mendapat tatapan datar dari Jenggala. Arsa turut menepuk pundak Jenggala yang sepertinya sumbunya menjadi pendek kalau bertemu Dipta. Deva menggelengkan kepalanya, sudah tidak heran.

"Ya emang gak punya, kan udah putus." Jawaban Satria membuat mereka semakin dramatis menyemangati Satria, termasuk Dipta.

...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tinggal KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang