3. Numpang Tidur di Bandung

1.3K 12 0
                                    

Minggu pagi aku merencanakan untuk benar-benar pergi ke Bandung. Rasanya aku masih bingung jika harus bertemu dengan si Douglaus satu itu. Apalagi dengan pemberitaan yang kulihat kemarin.

Kalau memang si-Dog itu memiliki kekasih, lantas mengapa dia menghabiskan malam denganku? Ah sudahlah lupakan.

Aku memutar stir masuk dalam basement dimana tempat hotel yang nanti akan aku tempati dua hari dihitung dari siang ini. Hotel ini sering aku kunjungi bersama keluargaku saat berlibur.

Sebelum keluar mobil, ku sempatkan meregangkan otot dan menatap pantulan diri di kaca lalu sedikit merapikan rambut dengan mencepol dan tak lupa kupakai kacamata hitam agar tak terlalu terlihat mengantuk.

"Hawa bandung emang ngajak tinggal." Aku menghembuskan napas setelah keluar mobil. Lalu datang dua orang paruh baya. Aku hanya mengangguk lalu mereka segera mengambil barang-barangku yang hanya satu koper kecil.

Ah, Om Gery sangat lah berlebihan. Sebelumnya memang aku menghubungi Om Gery terlebih dahulu untuk mengatakan kedatanganku.

Sampailah aku di lobby dan kulihat Om Gery menungguku lalu aku dan dia sama-sama berjalan untuk saling mendekat dan kita berpelukan. "Lama tak berjumpa Sya." Aku mengurai pelukan tadi.

"Iya, papa sama mama jarang pulang sekarang. Katanya orderan sekarang lagi gencer-gencernya." Aku tertawa sumbang. "Tante tadi Om kasih tahu kalau kamu di bandung." Aku tersenyum lebar mendengarnya.

"Asikk nanti boleh minta di masakin mi kocok bandung dong nih." Candaku sambil menggandeng Om Gery untuk menunjukkan kamar.

"Boleh, nanti asal dateng aja." Aku hanya menyengir. Kita melanjutkan langkah sampai di tujuan. "Oh ya Sya, anak om dia mau pindah ke Jakarta, nanti om minta tolong kamu buat sedikit ngawasin dia ya." Om Gery menggaruk tangannya. Pria 50 tahun itu terlihat canggung.

"Loh, Fadel mau pindah?" Tanyaku heran. Bukannya Fadel masih smp. "Bukan, kamu sebelumnya belum pernah ketemu dia." Aku mengangguk.

"Anak yang nomer pertama om?" Pria itu menggeleng. "Yang kedua. Yang seumuran sama kamu itu." Aku sedikit lupa sebenarnya. "Oh..." Dan hanya ber-oh kosong.

"Asal anak om ga rewel." Candaku dengan tawa agar tak tersinggung. "Dia mandiri banget Sya, dia malah sebenarnya mau ke Jakarta sendiri tapi om sedikit khawatir." Aku mengangguk.

"Iya om, om tinggal telepon aja kapan mau bareng ke jakartanya nanti aku tebengin." Om Gery berterimakasih lalu aku pamit undur diri.

Akhirnya bisa melepaskan baju agar terganti dengan crop dan celana kolor yang bahkan tek menutupi pahaku. Aku berencana akan keliling saat sore menjelang. Setidaknya tidur 1 jam tidak apalah.

.
.

Aku bangun, dan sial. Jam menunjukkan pukul 6 sore. Rencana melihat sunset hilang. Aku mendengus dengan tingkahku sendiri. "Niatnya kalau gini cuma nginep hotel doang." Gerutuku.

Aku segera mandi dan mengganti pakaianku dengan kaos crop knit dengan cardigan dan rok sebetis yang membuatku terlihat anggun. Rambut yang ku kepang dua di sisi kanan kiri gaya korea yang terlihat cukup cocok di gayaku.

Aku mengendarai sepeda yang spesial om Gery berikan padaku jika sewaktu-waktu aku ingin keluar tanpa harus ribet menggeluarkan mobil.

Hiruk pikuk tempat yang hendak aku sambangi tak melunturkan takutku akan solo trip. Banyaknya muda-mudi yang saling bergandengan malah membuatku ingin menendang mereka satu persatu.

"Wah enak tuh kayaknya." Aku menatap odeng dengan kawan-kawannya. Aku bergerak mendekat setelah memarkirkan sepeda. "Odengnya satu kak." Ucapku begitu sampai di sana. Lalu aku di tanya menu lain dan aku memilih mencampurnya dengan ttoppoki.

Setelah mendapatkan apa yang kumau, aku duduk si kursi kosong dan menyantapnya senang. Sambil menatap banyaknya orang berlalu lalang. "Wah ada lobster." Gumamku setelah menjelajahkan mata. Aku bangkit dengan membawa sisi makananku.

"Wah, A' mau satu dong." Lelaki yang ku panggil itu menunjukkan jempolnya. "Mau oyster sekalian?" Aku hanya mengangguk. Karena penjualnya bilang pesanannya kemungkinan bakal lama, jadi aku akan mencari minuman segar terlebih dahulu.

"A, di meja itu ya." Tunjukku dan lelaki itu mengangguk. Aku berjalan menjauh untuk membeli es. Akhirnya aku mendapatkan es dan menuju tempat duduk sebelum kecolongan orang.

Aku menatap tempat tadi yang sekarang sudah diisi oleh satu perempuan. Tanpa pikir panjang aku mendekat. "Boleh gabung kak?" Tanyaku dan perempuan itu menoleh dan mengangguk ramah.

"Asli bandung?" Tanyaku membuka obrolan. Kulihat dia mengangguk singkat. Dih. "Boleh dong kenalin kota bandung ke saya."gurauku. Dia mulai melirikku sinis.

"Gak kenal gue atau sok gak kenal gue lo?!" Desisinya membuatku heran. "Maksut lo?" Tanyaku balik kesal.

"Gue tuh pingin istirahat! Capek di kejar-kejar fans mulu anjir." Dia mendesah lelah. Oh, jadi dia artis? "Sorry, gue ga kenal lo beneran, kalau gitu gue pindah aja biar lo nyaman." Ucapku tak enak.

Gini-gini aku tau, artis itu juga manusia. Butuh ketenangan dan butuh kesendirian. "Sorry, gue kelepasan. Gue kira lo fans atau semacamnya." Dia mulai merasa tak enak

Aku tersenyum ramah. "Lo sendiri?" Dia membuka obrolan. "Iya. Gue dari Jakarta. Amasya." Ucapku mengulurkan tangan. "Jessica."

"Jadi artis, enak gak?" Tanyaku pelan sambil menguyup esku. " Lo mau gantiin gue jadi artis gak?" Jawabnya sumbang. "Selalu ada perintah dan larangan yang memuakkan." Lanjutnya menutup mata.

"Kenapa ga out aja?" Tanyaku bodoh. "Lo kira kerja ga pake kontrak apa." Dengusnya. "Ya sorry kan gue awam." Ku lihat, lobster bersama oyster ku mulai dibawa.

"Nih kita makan bareng." Sodor ku padanya. Dia menggeleng. "Gue diet " dia menghela napas berat sekali lagi. What?! Badan sekurus itu dan sebagus itu diet? Lalu aku menatap tubuhku yang sedikit berisi di bagian tertentu.

"Diet?" Tanyaku berhati-hati. "Agensi. Kalau aja besok gue nimbang dan berat gue nambah 5 ons aja dia bakal marahin gue sekenanya." Aku menatapnya haru. "Emang kontrak lo abis kapan?" Aku menyomot oyster dan memakannya. Wah bumbunya enak banget.

"Minggu depan. Karena gue ga perpanjang kontrak." Jelasnya membuatku heran. "Karena lo udah ga kuat? Tapi, gimana fans lo?" Tanyaku kepo.

"Gue bisa tanpa agensi. Gue gamau punya agensi. Kalaupun ada gue mau perusahaan yang sehat." Aku mengangguk. Aku kira dia bakal stop jadi artis. "Gak berat kah kalau lo gak punya agensi?" Dia menghela napas.

"Pasti. Tapi kalau udah rezeki pasti ada." Aku mengangguk. Lalu hening menyelimuti kita. Dengan aku yang masih menikmati hidangan dengan gembira.

Lobsternya tanpa amis dan memiliki citarasa hampir sempurna di lidahku. "Enak ya bisa makan apa aja tanpa takut berat badan." Ucapnya membuat rasa bersalahku muncul. "Sory, gak bermaksud." Dia hanya tertawa lucu.

"Santai aja kali. Minggu depan gue bebas!" Dia berseru keras membuatku tersenyum. Kukira dia perempuan menyebalkan. Tapi, agensinya yang lebih menyebalkan hihi







Setelah setelah setahunan dibuat cerita ini, aku up lagi karena ga ada ide blasssss

Semoga up aja sih😭

Capek kerja pengen resign uuuu😌

Partner In Bed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang