4. Go to home

1K 9 0
                                        

Rencana hari ini aku akan ke puncak. Aku bangun jam 4 subuh lalu segera mencuci muka dan gosok gigi. Berhubung jam 10 malam tadi aku sudah mandi, maka tak apa kan tak mandi lagi? Buat apa juga kan? Ada parfum juga kan hehe.

Aku memakai tas selempang dada dan perkiraan mencapai atas nanti hanya 10 menit. Aku menaikkan alis tak yakin. Aku segera berjalan mumpung masih jam setengah lima kurang keburu melihat sunrise.

Yang katanya 20 menit apa?!!! Aku hampir sejam sampai. Mungkin karena jalanku yang pelankah? Untung masih bisa mendapatkan view matahari dengan awan yang menggumpal indah. Wah, mataku benar-benar terpukau. Aku mengambil handphone lalu mengabadikannya.

Saat di perjalanan pun banyak orang yang ternyata sama sepertiku, berburu sunrise. Mengesampingkan dingin. Aku bahkan masih memakai jaket super tebal yang membuatku terlihat tenggelam dan terlihat tak memliki tinggi badan.

"Sendiri aja kak?" Sebuah suara menginterupsi otakku yang sejak tadi terfokus pada alam. Aku membalikkan tubuh dan tersenyum. "Iya, wonderwoman nih." Ucapku menepuk dada. "Kayaknya bukan asli sini ya?" Dia menebak dengan tepat. "Kelihatan kah?"

"Biasanya orang bandung masih ada aksen mendayunya." Aku menyetujui itu. "Kalau lo asli bandung?" Tanyaku. Dia mengangguk.

"Iya. Yuk gabung sama kita aja." Aku menoleh ke tempat dimana yang di tunjuk oleh perempuan itu. "Eh nama lo siapa? Gue Amasya." Dia tersenyum. "Lupa. Gue Lea." Aku mengikuti langkahnya.

"Weh, bawa temen baru nih." Aku mengangguk sungkan. "Asli mana teh?" Tanya lelaki yang dengan kentalnya aksen sunda.

"Jakarta kak." Jawabku membuat mereka serempak ber-oh. Akhirnya kita ngumpul dan memasak sarapan dengan kompor.

"Kalian ngecamp?" Tanyaku. Mereka membenarkan pertanyaanku. "Kemarin sore berangkat, sampe sini malem soalnya nih para ladies lemah." Ucap lelaki berambut ikal dengan kumis tipis.

Dua wanita yang merasa disebut membut mereka mengelak. "Bukan lemah ya, ngantuk!" Jawab teman Lea, kalau tidak salah namanya Putri. Si ikal itu namanya Joko. Manis.

Tak terasa sudah siang. Dan aku berpikir untuk turun duluan. "Itu naik ojek aja teh kalau capek." Ucap Haris si aksen sunda yang sangat medok.

"Eh, ada? Aku kira tadi subuh gaada ojek terus siangnya mungkin gaada juga ternyata ada?" Mereka mengangguk. "Tapi harus turun dulu terus nanti di sana ada tempat ojeknya." Aku mengangguk lalu berpamitan pada mereka. Tak lupa mengucap terimakasih karena sudah di izinkan bergabung makan.

Akupun turun mengikuti rute yang berbeda dengan yang aku lewati tadi subuh. Aku menemukan dimana ada ojek di sana dan aku segera memesannya dan turun dengan medan jalan berkelok. Sangat berbeda dengan jalan tadi pagi yang ku lewati.

Akhirnya aku sampai di luar dan segera mencari tempat memarkirkan mobilku. "Wah, kadi pengen ngerasain naik gunung beneran." Gumamku setelah menutup pintu mobil. Dan akhirnya aku melaju menuju hotel.

Sampai di hotel, ternyata aku bertemu dengan om Gery. "Nih dibawain tante mi kocok. Tapi nanti kamu kocok sendiri ya mi nya." Aku terbahak. "Ya ampun, om bilangin ke tante makasih banyak ya. Ya ampun, nanti aku langsung buat deh." Om gery segera pamit dan aku mulai berjalan menenteng paper bag itu. Aku menaruh tadi di pantry, lalu aku bergegas untuk mandi karena rasanya lengket.

Aku memakai kaos besar yang menutup paha dengan celana boxer hitam lalu segera meracik mie kocok yang diberi tadi.

.
.

Aku regangkan tubuhku yang sudah cukup lelah ini dengan suara panjang khas bangun dari tidur nyenyak. Ku gapai handphone yang berada di sebelah bantal dan melihat jam yang tertera di sana.

15.30

Aku bangkit untuk sejenak duduk lalu bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh kembali. Sore ini aku akan pulang karena besok masih harus menemui pelajaran yang menyebalkan.

Ngomong-ngomong kenapa om Gery tak ada kabar? Bukankah anaknya mau pindah? Atau mungkin dia lupa atau mungkin dia terlanjur tak enak bicara denganku.

Dengan kimono dan handuk yang ku pakai di rambut ku yang basah, aku berjalan mengambil handpohone yang tergeletak tak terpegang sama sekali saat di bandung ini.

Om Gery
terakhir dilihat 12.56

Om, anak om jadi bareng aku nggak?
16.27

Aku menunggu balasan. Sudah dua puluh menit namun tak kunjung dibalas lalu aku menuliskan text lagi padanya.

Kalau gitu aku berangkat dulu om, takut kemaleman. Penglihatan kurang bagus.
16.48

Aku segera menarik koper dan menuju ruang administrasi dan mengurus semuanya lalu segeralah aku menuju mobilku berada. Ku tutup pintunya dan menghela napas berat.

Mungkin kah besok akan baik-baik saja?

Aku menancap gas dan segera pergi dari kota sejuk ini.

.
.

"Enak nih yang abis healing." Aku melirik Kelly sambil menjulurkan lidah mengejek. Kelly mengumpat kesal dan dengan ringannya dia memukul belakang kepalaku.

"Apasih argh." Kesalku membuat Kelly gantian menjulurkan lidah dengan pantat yang bergoyang kekanan kiri seolah mengejek.

"Asal lo tau, udah mulai pengayaan woy!" Ucap Kelly memberatkan napasku. "Males banget. Siapa sih yang nyiptain ujian?!" Kesalku.

"Tau. Mikir sekolah aja males pake suruh mikir ujian. Matematika lagi!" Kelly memelukku erat yang ku balas pelukan juga. "Jadi kuliah dimana?" Tanyaku mengurai pelukannya.

"Ngikut lo pokoknya!" Aku menggelengkan kepala heran. "Bosen nanti kalau ketemu terus." Kelly memberengut. "Jadi lo gak mau ketemu gue lagi gitu hah?!" Aku terbahak.

"Iya. Bosen parah liat muka lo." Bantal sofa pun mendarat di wajahku. "Gue males kuliah Elly. Males mikir." Jujur itu bohong. Aku ingin kuliah, tapi aku bingung harus dimana.

Kedua orang tua ku ingin aku ke luar negeri bersama keluarga ibuku yang sekarang tinggal di Singapura. Dengan alasan, agar aku ada yang menemani. Karena kesibukan mereka yang harus selalu berada di lokasi.

"Bohong banget. Bonyok lo aja pengen lo kuliah." Tapi nyatanya aku masih belum memantapkan hatiku. "Ya kita tunggu aja gimana kedepannya." Kelly mengangguk samar.

Dan ya, apapun itu. Orang tua lah yang akan memegang kendali bukan?

Susah bikin feel

Partner In Bed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang