8. Jadi gak enak

816 6 0
                                    

Aku terbangun dengan sedikit tersentak. Kulihat jam masih menunjukkan jam setengah lima. Aku menatap sofa dan melihat kevan yang tertidur tanpa baju dan tanpa selimut. Gila apa tidak masuk angin dia.

Aku menyampirkan selimut di bahuku sehingga selimut membungkus tubuhku lalu berjalan menuju sofa. Entah keberanian dari mana, aku ikut merebahkan tubuh di sampingnya dan menutupi tubuhnya dengan selimut. Kevan, yang aku pikirkan ternyata tak seburuk itu.

Aku mengukir abstrak di pipinya. "Jadi apa yang orang bilang tentang lo itu salah atau bener sih?"

"Apa bener lo punya banyak pacar? Lo sering keluar masuk hotel dengan cewek yang berbeda? Apa ben-"

"Morning." Untung dia tidak mendengar pertanyaan lirihku tadi. Dia mengecup bibirku sekilas, Aku terkejut lalu dia membuka matanya dan tersenyum. "Morning." Aku membalasnya kaku.

"Kenapa pindah sini?" Dia merangkulku dan menjadikanku sebuah guling dadakan. "Gak pakai selimut apa gak kedinginan lo?" Dia menggeleng dan ku dengar dia menghirup rambutku.

"Jam berapa?" Aku menjawab seadanya. "Jam lima." Dia mengangguk. "Bolos sekolah hm?" Aku menggeleng tak setuju. "Udah mau ujian juga bolos aja lo." Aku melepaskan pelukan dan menuju kamar mandi memutuskan untuk mandi.

"Kelly, sama cowoknya kan?" Aku menggumam pelan. Aku menggosok rambutku dengan handuk dan mengambil ponsel. Boom. Mati. Setahuku tadi malam masih 5 persenan. Mengapa sekarang mati?

Aku mencari charger dan tak menemukannya. Aku segera mengeringkan rambut dan berganti pakaian tadi malam dan berniat untuk kembali ke apartemen.

"Mau kemana?" Kevan berdiri dan menyenderkan setengah tubuhnya di samping meja rias. "Pulang lah apalagi." Aku bergegas berdiri. Namun tangan lain mencekal menahanku. "Pakai baju gue dulu aja."  Dia menarikku menuju walk in closetnya. Dia memberikanku sebuah kaos dengan celana training. "Ogah ah, celananya gede banget. Aku menatap pantulan cermin yang menampilkan aku sedang mengangkat celana itu tinggi tinggi.

"Pake!" Nadanya tak mau di tolak. Aku mendengus lalu mendorongnya keluar. Agar tak mengulur waktu, aku segera memakainya. Tidak buruk juga. Memperlihatkan diriku yang seperti orang sawah. Celana yang menyapu lantai dan kaos yang besar. Cocok sekali menjadi orang orangan sawah.

Kevan menatapku menahan senyum setelah aku keluar. "Apa?! Gak Usah ngejek!" Kevan menarikku lalu mengangkat ku di meja rias. Aku diam menatap dia yang juga menatapku.

Apa mungkin Kevan melakukan hal ini dengan semua wanita? Aku sih yes.  Aku menaikkan alis kebingungan. "Kenapa?" Dia menggeleng. "Tunggu. Gue mandi dulu. Jangan kemana-mana gue anter." Dia melenggang dengan tangan masuk di saku celana.

Aku menatap jam yang menunjukkan jam enam kurang lima belas. Sepuluh menit kemudian, Kevan sudah rapi dengan seragamnya yang tidak di masukkan dan kancing yang bagian atas tak terkancingkan.

"Ayo" aku hanya mengikuti langkahnya tanpa memprotes penampilannya. "Masuk." Aku pun masuk ke mobilnya dan menuju apartemenku. Hanya keheningan yang menyelimuti, sehingga kita sampai pada pukul enam lebih dua puluh.

"Lo tunggu sini aja." Kevan mengangguk tak protes. Aku segera mengganti baju dengan seragam dan memakai bedak sedikit dan lipbalm dan kembali keluar.

"Apa kita ga kepagian?" Ucapku ragu. "Kelas mulai jam tujuh tigapuluh." Aku mengangguk. "Laper gak?" Tanyaku yang di jawab dengan anggukan.

"Mau makan dulu?" Aku bertanya. "Emang udah ada restoran yang buka jam segini?" Aku melongo heran. "Jangan bilang lo belum pernah makan di ibu ibu pinggir jalan?" Dia menggeleng.

Aku mengajaknya untuk ke tempat nasi uduk yang sering aku sambangi ketika ingin nasi uduk. "Nah disini." Aku melepas seal belt dan membuka pintu. "Kenapa?" Aku bertanya karena dia tampak heran dia hanya menggeleng.

Akhirnya kita pesan dua porsi dan memakannya dengan lahap. Tetapi hanya aku saja yang lahap, Kevan tampak ragu untuk memakannya. Mungkin dia tak terbiasa makan pagi.

.
.

Benar, kita sampai di sekolah sangat pagi, bahkan belum banyak siswa. Aku turun dari mobilnya dan kulihat Kevan seperti sedang menahan sakit.

"Van, kamu baik baik aja?" Kevan menggeleng pelan. Dia sedikit berlari dan aku mengejarnya. Ternyata dia lari menuju kamar mandi. Aku menunggunya di samping pintu.

Bruuutttt

Aku melotot horor. Suara apa itu. Aku menahan tawa. "Orang ganteng bisa mencret juga ya." Aku terkikik pelan. Menunggu sampai aku mendengar suara grojogan air menandakan bahwa Kevan telah usai.

Kevan keluar dan menatapku sebentar lalu pergi melenggang sampai keluar pintu toilet. Eh? Kenapa dengan dia? Aku hendak mengikutinya namun ternyata dia balik lagi sambil memegang perutnya dan masuk ke toilet tadi lagi.

Pretttt brutt dettt

"Keluar lo dari sini Amasya!" Aku terkejut dengan suara bentakannya. "Lo kenapa?" Aku menggedor pintunya. "Pergi!" Aku mengangguk.

"Bentar gue beliin diapet dulu." Aku keluar toilet dengan wajah panik. "Apa Kevan cepirit di celana ya kok nyuruh gue pergi?" Aku segera menuju koperasi siapa tau menjual obat itu.

Akhirnya aku mendapatkan obat itu. Tapi bel sudah berbunyi. Menjadikan aku mengurungkan niat memberikan obat itu pada Kevan.

"Kelly mana Sya?" Berarti Kelly masih mabok. Dasar anak itu. "Teler kali dia abis party." Jawabku sekenanya.

Jam pelajaran dimulai sampai hendak istirahat otakku tak bisa fokus, aku hanya terbayang Kevan, apakah cowok itu baik-baik saja? Mengingat diare adalah hal yang tak bisa di tahan oleh siapapun itu.

Akhirnya bel istirahat berbunyi. Aku segera mencari Kevan dan ternyata tak kutemukan dimana pun. "Kevan tadi ada masuk kelas gak?" Aku menatap gadis berkacamata itu menunggu jawaban. "Bolos mungkin?" Aku mengucap terimakasih dan segera menuju toilet.

Wah, aku lupa ini toilet pria. "Weh ngapain disini lo Sya?!" "Ngintip ya lo sya?!" Aku segera ngacir pergi sebelum banyak orang salah paham.

"Tololnya mengalir sampai jauh." Aku memutuskan menuju uks. Siapa tau dia ada di sana. Aku membuka pintu dan tampak sunyi. Lalu membuka satu persatu korden.

"Kevan?" Aku memegang lengannya dan dia langsung menepis. "Masih men-"

"Diem!" Dia memotong ucapanku. "Sorry banget, karena nasi uduk ya makanya lo jadi -"

"Diem Amasya!" Aku melipat bibirku kedalam. Kevan kulihat mulai memegang perutnya lagi. Aku segera mengambil minyak kayu putih. Meskipun mungkin tak akan bereaksi apapun, setidaknya bisa meringankan sakitnya.

Aku menggeser tangannya. Lalu menyingkap seragamnya dan menuangkan minyak ke tangan dan membalurkan nya di perut Kevan. Wah aku tak menyangka aku memegang perutnya secara sadar.

"Gue tadi beli diapet lo min-"

"Bisa diem gak sih lo!"

Apa salah ku tuhan?! Aku berniat baik loh ini.
Haduh apa bener ya karena nasi uduk dia jadi brot gituuu ah jadi ga enak.

Plisss ini se Kevan lagi malu karena lubang kerut nya bunyi di depan cewek cantik.

Plisss ini se Kevan lagi malu karena lubang kerut nya bunyi di depan cewek cantik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Partner In Bed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang