Chapter 2 : Keputusan

94 9 0
                                    


....

Setelah beberapa jam menyelesaikan tahap akhir evakuasi pasukan, dan meninggalkan beberapa laporan yang harus segera diselesaikan, Sanna langsung keluar dari ruang operator dan bergegas menuju hanggar utama divisi tempur. Tempat itu merupakan lokasi semua robot dan pilot akan kembali dari pertempuran. Sanna berharap bahwa adiknya baik-baik saja.

"Oh, hai Sanna, apa yang kamu lakukan di sini?", tanya Gerry, salah satu staf teknisi yang kenal dengan Sanna selama masih berada di pasukan garis depan.

"Aku menunggu adikku. Apakah semua pasukan garuda sudah kembali?"

"Sebentar lagi mereka datang. Ku dengar ada bala bantuan yang tidak terduga dari divisi pengembangan yang sudah tidak dipedulikan oleh atasan. Apakah itu benar ?"

"Divisi itu masih beroperasi harusnya. Tapi katanya memang kalah banding ketika pengajuan unit tempur. Namun hari ini mereka berhasil mendatangkan bantuan"

"Apakah mereka berhasil memenangkan pertarungan?"

"Mungkin kita bisa bahas itu di lain waktu. Terlalu banyak hal yang terjadi hari ini, dan aku hanya ingin menunggu adikku kembali"

Tidak berselang lama, rombongan truk yang membawa pasukan, pilot robot dan truk alat berat yang mengangkut beberapa unit robot yang rusak kembali ke markas divisi tempur ini. Sanna segera menghampiri mereka dan dengan teliti mencari dimana adiknya berada.

Fian turun paling akhir dari truk yang ditumpangi oleh banyak pilot dari Pasukan Garuda dan pasukan lain. Melihat Fian dengan kondisi baju tempur yang sedikit kotor dan tergores benda tajam sambil membawa helm pilotnya di lengan kiri, Sanna berlari menghampirinya dan memeluk Fian.

"Dik, Apa kau baik-baik saja?", dengan haru Sanna memeluk Fian.

"Aku gak papa kak. Tapi...", dengan pelan, Fian melepaskan pelukan kakaknya dan menunduk dengan wajah murung.

"Ada apa?"

"Aku akan membereskan kekacauan ini dulu. Nanti kutemui kakak di rumah", dengan senyuman lesu, Fian tidak ingin berbicara lebih jauh pada kakaknya kali ini. Fian perlu waktu untuk sendiri sepertinya, begitu pikir Sanna.

"Oke dik". Begitu selesai menemui adiknya, Sanna kembali lagi ke ruang operator untuk menyelesaikan laporan yang kemudian akan dirapatkan untuk rencana selanjutnya.

....(time skip)

Pukul 20.00, Sanna sampai di rumah. Lebih tepatnya apartemen nomor 405 yang sederhana pada lantai 4, tempat tinggal Sanna bersama dengan adiknya selama 6 tahun ini jauh dari kampung halaman dimana orang tua mereka tinggal. Melihat rumah masih gelap, berarti Fian belum pulang. Sanna langsung menyiapkan makan malam untuk mereka sambil menunggu adiknya pulang. Sambil menelpon kembali ke nomornya Fian yang akhirnya 2 kali miscall tidak diangkat, Sanna hanya berdo'a semoga adiknya baik-baik saja dan bisa segera kembali ke rumah.

Selesai memasak, Sanna tidak langsung memakan hidangannya. Dia memilih untuk menunggu adiknya dulu. Lalu Sanna pergi ke teras apartemen untuk menenangkan diri setelah banyak hal yang terjadi dari pagi tadi, dan ingin beristirahat sejenak dari banyaknya hal yang dipikirkannya.

"Sesak dan mencekamnya ruang kontrol ternyata tidak sebanding dengan damainya suasana kota malam ini. Sedikit angin mungkin akan membuatku tenang".

Ketika Sanna sedang bersandar pada pagar teras sambil menutup mata, ingatan masa kecil terkenang kembali di ingatannya. Kenangan itu berada di 10 tahun yang lalu, adalah masa dimana Sanna dan Fian jauh dari semua pertempuran ini. Di desa yang damai tanpa ada sebuah musibah yang memisahkan mereka dari Dafa. Keceriaan, bermain dan berlari bersama, memainkan game Playstation di setiap akhir pekan, benar benar kenangan yang tak tergantikan dan tak akan pernah dilupakan olehnya. Dan tanpa disadari, air mata mengalir melalui pipi kirinya dan membuatnya terbangun dari kenangannya.

REUNIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang