02

93 31 2
                                    

Selamat membaca >v<
.
.
.
.

Rafsan baru saja tiba di kediaman nya, kosan dua petak yang sederhana namun mampu memberikan kenyamanan bagi penghuni nya

Tungkai nya ia biarkan melangkah masuk dengan gontai, Lantas Ia segera memorosoti tubuhnya di dinding, lelah. Di tatap nya seluruh penjuru ruangan yang keadaannya cukup berantakan itu, mengingat baru genap 4 hari kepindahannya di rumah ini

Sorot matanya mendadak sayu ketika pandangannya tak sengaja bertubrukan dengan dua sosok bocah di dalam figura, ia melengguh kecil di barengi dengan helaan nafas ringan ketika jari nya berhasil membelai salah satu bocah yang terjebak kaku di dalam figura itu

Sorot matanya mendadak sayu ketika pandangannya tak sengaja bertubrukan dengan dua sosok bocah di dalam figura, ia melengguh kecil di barengi dengan helaan nafas ringan ketika jari nya berhasil membelai salah satu bocah yang terjebak kaku di dalam...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hari ini rafsan ngecewain pratama lagi.. Tolong jangan bosen maafin Rafsan ya.. "

Di tatap nya lekat lekat foto itu sembari menyelami sisa sisa memori lampau yang menorehkan luka tanpa hujung

"Rafsan doain abang cepet pulang ya nak.. "

"Makasih ya rafsan udah baik banget ama tama"


"Gak ada waktu lagi! Rafsan duluan aja jangan kawatirin tama ok? "


"Gara gara kamu anak saya meninggal!! "


"Arrrgghh! " Racau Rafsan seraya meremat kepala nya kencang

Kini yang Rafsan lihat adalah penggalan-penggalan kilas balik memori kelam yang terus berputar dalam otak nya bak kaset rusak, ia merasakan tubuhnya yang bergemetar dan juga dada yang bergemuruh kencang. Area belakang matanya pun terasa berat pula kepalanya yang tak henti berdengung sampai-sampai rasanya kepalanya bisa pecah saat itu juga.

Rafsan berusaha mempertahankan kesadaran nya dengan nafas yang tersengal, Sudah cukup lama untuk Rafsan bertahan dalam posisi duduknya, ketika keadaan nya dirasa mulai membaik lantas ia segera menghirup rakus udara sebanyak-banyaknya. Menciptakan suasana yang syukurnya tak lagi terasa mencekam

Setelah itu Rafsan pun bangkit, berniat membasuh wajah nya sejenak harap-harap dapat menetralkan kembali pikiran serta emosi nya saat wajahnya menyentuh air dingin nanti

Rafsan kembali merenung tatkala dinginnya air berhasil menerpa kulit wajah nya, pemuda itu di buat tersadar ada luka yang tidak pernah terlihat di tubuhnya namun lebih dalam dan lebih menyakitkan dibanding apapun yang berdarah

Di awali dengan rasa bersalah dan di akhiri dengan trauma, namun itu tidak harus menjadi hukuman seumur hidup bukan?

Alih alih putus asa Rafsan akan memilih bertahan, bertaruh jiwa raga demi setitik harapan yang tersimpan dalam benak. Setidak nya sampai harapan itu pupus nanti nya.

Karna ia meyakini,

Begitulah kehidupan yang indah di buat kembali, mereka akan hancur terlebih dahulu.

DESTINY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang