empat >>>

213 21 1
                                    

Sama seperti yang lainnya, Taehyun memilih mencari tempat untuk bersembunyi. Tadinya dia sudah berada di sebuah ruangan yang mirip kelas, tapi akhirnya dia keluar dari ruang tersebut. Taehyun merasa seperti ada yang mengawasinya.

Alhasil, sekarang Taehyun berada di koridor lantai dua. Malam yang gelap dengan penerangan remang-remang membuat dirinya sedikit takut. Ngeri, kalau ada hantu bagaimana?

Taehyun melangkah dengan hati-hati. Lalu dia berhenti tepat di depan UKS. Taehyun membuka pintu, kemudian menutupnya sepelan mungkin. Taehyun membalikkan badan.

"Anjing!!"

"Waah, ngomong apa barusan? Coba ulangin."

Taehyun mendelik. Awalnya dia kira itu sebuah sosok, ternyata hanya Jay. "Gak ada replay."

Tentu saja Taehyun kaget. Bagaimana tidak? Teman satu angkatannya tiba-tiba muncul dengan wajah datar. Terlebih mukanya diterpa sinar rembulan yang putih nan remang. Taehyun kan jadi berpikir kalau itu setan.

Taehyun mendekat pada lelaki tersebut. "Lo ngapain di sini?"

"Ngopi."

"Gak ada gelasnya tuh."

Jay memutar bola mata malas. Mana mungkin seorang Jay ngopi di saat begini? Eh tapi dipikir-pikir boleh juga, sih. Menikmati sejuknya udara sambil menyesap kopi. Selepas itu tiduran di ruangan ini.

Jay melihat jam di tangannya, lalu turun dari ranjang UKS.

"Jay, sembunyi di sini bareng gue aja, yuk?" ajak Taehyun disertai senyum manisnya.

"Sorry, Tae. Gue gak bisa."

"Loh, kenapa? Lo curiga sama gue, ya?"

Jay menggeleng. "Bukan itu. Gue ada urusan."

"Urusan apa? Kita kan cuma disuruh sembunyi." Taehyun mulai curiga. Dia memicingkan matanya. "Atau jangan-jangan ... lo mafia, ya?" Taehyun memperlihatkan smirk yang jarang dia pertontonkan.

Aduh, gawat. Jay kelepasan. Harusnya dia tidak berbicara seperti tadi. "E-eh? Bukanlah! Gue kan udah bilang, gue itu bangsawan. Udahlah, gue pergi dulu. Hati-hati, ya. Bye," ucap Jay dengan cepat.

Setelahnya, Jay keluar dari ruangan tersebut. Meninggalkan Taehyun yang masih berdiri di sana. Menatap kepergian lelaki tersebut.

"Mencurigakan." Ya, Taehyun harus hati-hati dengan Jay.


















































Soobin bertemu sebentar dengan seseorang. Sekarang keduanya berada di salah satu toilet lantai satu. Mereka berencana bermain menggunakan rencana. Namun, mereka masih takut.

Gila saja. Soobin masih ingat jika konsekuensi yang tertulis dalam gulungan kertas tadi hanya berisi tanda tanya. Siapa juga yang tak takut akan ancaman konsekuensi misterius seperti itu? Hanya orang aneh.

"Gimana, Bin?" tanya cowok di depan Soobin.

Soobin menatap cermin di sampingnya, kepalanya menggeleng pelan. "Terlalu beresiko," lirih Soobin.

Rencana yang dimaksud melanggar aturan permainan. Meski tidak ada kepastian jika konsekuensi yang ada berbahaya, tapi juga tak ada jaminan bahwa konsekuensinya berupa sesuatu yang aman bagi nyawa.

"Gue gak mau mati."

"Gak ada kepastian kalau konsekuensinya bikin kita mati, Bin."

Soobin menatap wajah cukup tampan—karena Soobin merasa masih tampan dirinya sendiri—di hadapannya dengan sedikit kesal dan kalut. "Kalo kita mati beneran, gimana?"














































Yeonjun memilih untuk bersembunyi di lantai tiga. Pikirnya, mereka mana mungkin ke lantai paling atas karena jaraknya yang jauh dari lapangan tengah. Sepengetahuan Yeonjun, banyak dari adik kelasnya yang mageran. Apalagi Beomgyu. Beuh, Yeonjun yakin kalau anak itu memilih untuk bersembunyi di lantai satu.

Pemuda tertua tersebut masih berada di koridor. Berjalan di depan berbagai ruangan. Yeonjun masih bingung, ruangan mana yang harus dia masuki? Dia harus sembunyi. Waktu berkumpul masih lama.

Di saat Yeonjun masih berjalan seperti biasa, dia mendengar sesuatu. Seperti langkah kaki di belakangnya. Seirama dengan langkah kakinya. Apakah ada yang mengikutinya?

Yeonjun menenggak saliva, lalu berhenti. Oke, mau tidak mau dia harus melawan. "Ngapain lo ngikutin gue?!" seru Yeonjun seraya berbalik.

"Loh, Soobin?"

Soobin hanya menyengir. "Halo, Bang Yeonjun," sapanya sambil melambaikan tangan.

Yeonjun mendelik. "Ngapain lo ngikutin gue? LO MAFIA, YA?!" Kali ini Yeonjun berteriak lebih keras dari sebelumnya. Membuat Soobin terkejut.

"Bukan! Gue–"

"WOY!! SIAPA DI SANA?!" teriak seseorang dari kejauahan.

Soobin gelagapan. Cepat-cepat dia menarik tangan Yeonjun, lalu masuk ke sebuah ruangan yang ada. Laboratorium biologi. Oke, Soobin sedikit menyesal tidak membaca nama ruangan ini dulu. Menyeramkan.

Setelah pintu tertutup, Yeonjun langsung melepaskan genggaman tangan Soobin. "Ngapain lo bawa gue ke sini?!" Yeonjun masih marah.

"Ssssttt, diem, Bang. Nanti kita ketahuan."

"Loh? Bukannya lo maf–"

Tanpa memikirkan reaksi Yeonjun, buru-buru Soobin membekap mulut lelaki itu. Sungguh. Mulut Yeonjun itu sebelas dua belas sama milik Beomgyu.

"Pantat gue kok kelap-kelip, sih? Wah, pasti Soobin sama buyut Yeonjun, nih," kata Beomgyu.

Di luar sana, siswa yang tadi berteriak tengah berlarian ke sana kemari. Mencari tahu siapa yang tadi berani berteriak. Dia saja sangat takut hanya untuk berbicara sepatah kata.

Lalu dia memasuki laboratorium biologi. Beruntung sebelum itu terjadi, Soobin sudah lebih dulu menarik Yeonjun untuk bersembunyi di sebuah lemari kosong yang ada.

"Anjir, laboratorium biologi. Serem, ih," celetuk orang tersebut.

Di dalam lemari, Soobin berharap agar manusia di sana cepat-cepat keluar. Dan benar saja, karena takut akan tiruan organ-organ yang ada, pemuda tersebut langsung menutup pintu dengan keras. Lalu lari terbirit-birit. Soobin bisa mendengar jelas hal itu.

Dirasa aman, Soobin keluar dari tempat persembunyiannya. Dia bernapas lega.

"Tangan lo bau sambel, kampret!" keluh Yeonjun seraya melepaskan bekapan Soobin dari mulutnya.

"Hehe, tahu aja kalo gue habis makan pake sambel."

"Enak banget, ya. Dapet dari mana lo?" tanya Yeonjun penasaran. Dia juga laper, cuy.

"Bawa lah! Kan ada di tas gue."

Loh, iya juga. Yeonjun baru sadar kalau sedari tadi Soobin memakai tas punggungnya. "Kok, lo bisa nemuin tas lo? Padahal gue enggak, loh," ucap Yeonjun disertai nada kecurigaan.

"E-eh? In-ini–"

Belum selesai Soobin berbicara, lelaki itu malah membuat Yeonjun mengernyit. Soobin menggeledah Yeonjun dengan cara meraba bagian tubuh Yeonjun yang dikira mencurigakan.

Jelas Yeonjun kesal. "Heh! Ngapain lo?! Gue masih lurus, ya, njing!"

Selepas Yeonjun memukul Soobin beberapa kali, barulah Soobin berhenti. Yeonjun mendengus kesal. Dikiranya dia manequeen apa?

"Ngaku aja deh. Lo mafia, kan? Lo lupa kalo gue itu polisi?" Yeonjun terkekeh. Namun, tawa kecilnya itu luntur seketika saat Soobin bersuara.

"Bukan." Soobin menatap tajam teman yang sudah dianggapnya seperti kakak sendiri.

"Gak ada senjata apa pun yang lo bawa. Apa peran lo sebenarnya, Bang Yeonjun?" tanya Soobin penuh selidik.

Yeonjun bungkam. Gawat, bagaimana Soobin bisa tahu akan hal itu?

Eh?









































curiga ke siapa, cintah? <( ̄︶ ̄)>

Mafia Game | TXT & ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang