|||
"Kenapa abang masih disini?"
Pandangan lelaki itu sedikit melirik ke arah punggung kecil di depannya. "Gak boleh?"
Orang yang membelakangi nya terdengar mendengus kesal. Raden sedikit terkekeh, lalu kembali menyeruput kopi kemasan siap minum di tangannya.
"Emang di sekolah jadi presiden?" Raden kembali mendengar dengusan yang sama. Dirinya kembali terkekeh, kekesalan orang di depannya itu hiburan tersendiri bagi Raden.
"Bawel deh, mending bang Aden keluar sana" Ucapan itu malah membuat Raden mendekat ke arah punggung dihadapan nya.
"IHHHH! GELI TAU!" pekiknya kala Raden mendusal ke pundak orang itu, guna melihat apa yang dikerjakannya.
Brak
"Jangan dibaca! Girls onlyyy!"
Raden menaikkan sebelah alisnya. Mungkin jika ia tidak terlalu keras bergumam, ia pasti sudah membaca semua tulisan di layar laptop tadi.
Apa boleh buat, gadis berbando kelinci itu spontan menutup laptopnya saat mendengar Raden bergumam. Padahal Raden tau jika benda 14inci tersebut masih menyala sepenuhnya.
"Bukan apa-apa ih. Cuma tugas bahasa inggris, disuruh buat cerpen" Ucap gadis itu saat merasa terintimidasi dengan tatapan Raden.
"Dalam bahasa Indonesia?"
"Y-ya kan nanti di translate, abanggg!" Lagi-lagi Raden terkekeh, padahal ia sama sekali tidak mengintimidasi siapa pun. Apa selama ini, seperti itu yang orang lain rasakan saat ditatap oleh dirinya?
"Tidur sana" Raden merebahkan setengah dirinya di atas kasur dengan kaki yang masih menjuntai ke lantai.
Gadis mengernyit. Bagaimana dirinya mau tidur jika sekarang Raden berada di kasur miliknya. Ia bangkit dan ikut menjatuhkan dirinya di sisa kasur yang ada, di sebelah kiri Raden. Ia memainkan rambut cowok disamping nya itu, hingga yang empunya membuka suara.
"Ruhi..." Suara rendah Raden menghentikan tingkah jail sang gadis. Yang dipanggil Ruhi itu pun terkikik, merasa puas mengganggu Raden.
"Abang"
Raden berdehem, meskipun matanya terpejam ia masih mendengar semua suara di sekitarnya. "Abang ada masalah ya?"
Tepat sekali, lontaran pertanyaan barusan menjadi alasan tindakan Raden yang tiba-tiba datang kesana, padahal jarak untuk menuju kemari cukup jauh.
Raden sama sekali tak bergeming, sekedar berdehem pun tidak, padahal Ruhi tau betul memang itu tujuan Raden.
"Nanti kalo kak Azka nyariin gimana?"
"Gue tonjok" Ruhi spontan menggeplak lengan putih Raden. "Sini deh tak tonjok duluan"
Raden tertawa saat melihat Ruhi yang siap melayangkan tinju ke arahnya. Lucu sekali gadis dihapannya itu, jika benar Ruhi melakukannya mungkin bukan lengan Raden yang kesakitan melainkan tangannya sendiri yang kesemutan. Ibaratnya badan Raden itu otot kawat tulang besi.
"Papa sama mamanya abang beneran mau cerai?" Raden menoleh sekilas, lalu memijat pangkal hidungnya. Ia malas untuk menjawab, semuanya tentang itu Raden tidak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
KHATULISTIWA
РазноеBagaimana jika Raden acuh dan berdiam diri memandangi pemuda bername tag Atharrazka Rajendra dipukuli begitu saja dihadapannya? Tentu saja itu yang ia lakukan sekarang, sambil sesekali menyesap batang nikotin yang membuat nafas Razka semakin terc...