|||
" Ah~ masa iya camping nya wajib sih? "
Datang-datang Gama mengeluh, sepertinya ia tadi melihat pengumuman dadakan di mading sekolah. Pertanyaan tidak berguna itu sama sekali tidak menarik perhatian ketiga kawannya.
Gama mendelik kesal, apa-apaan itu? Mereka bermain game tanpa menunggunya datang terlebih dahulu? Terlanjur sakit hati Gama diacuhkan seperti itu.
" Males nya gue jawab karna pertanyaan lo bodoh " celetuk Alan.
" Gue mager ah, camping-camping begitu. Bisa bayar denda aja gak sih? " sahut ribut Elang, masih terfokus dengan layar di tangannya.
" Lo mau di pentung bapak lo?! "
Elang langsung merengut sedih. Tak lama ia mencak-mencak sendiri. Merasa geram dengan sifat ayahnya yang terlalu disiplin, menurutnya.
"Lagian abi gue kenapa sih hidupnya lurus mulu? Sekali-kali kek biarin anaknya bangkong gitu "
*bangkong = nakal/melanggar aturan.
(ini kalo di tempatku ya~)Elang spontan mendapat geplakan dari Gama. Bisa-bisanya bapak Sulthan yang alim nan suci itu memiliki anak modelan seperti Elang.
Memang keputusan yang salah membiarkan anak itu keluar pesantren, dan malah pindah ke sekolah yang tidak jelas kehidupannya halal atau haram.
Alan hanya menggeleng melihat keduanya yang sekarang sedang adu mulut, membanding-bandingkan ayah mereka sendiri. Biasanya kebanyakan orang tua yang membandingkan anaknya, lah ini malah anaknya.
Beruntung hari ini Alan tidak bergiliran piket osis, sehingga bisa melihat tingkah bodoh teman-temanya. Lumayan kan dapet hiburan gratis.
Sementara sedari tadi Raden sama sekali tidak terusik dengan tinggah berisik ketiganya. Entah apa yang ia lihat di layar ponselnya. Karena sedari tadi game yang mereka mainkan sudah selesai.
" Lo ikut, Den? "
Tentu saja Alan yang melontarkan pertanyaan itu. Siapa lagi yang berani mengusik Singa jadi-jadian macam Raden.
Raden menaikkan sebelah alisnya, menatap ke arah si penanya. Mungkin bertanya-tanya 'tumben merespon', ya kan di akhir kalimat Alan ada menyebut namanya yang jelas di tujukan untuk dirinya.
" Apanya? " balas Raden balik bertanya.
Sabar-sabar Alan mendengarnya. Kalo dilihat pake mata batin, bisa jadi kepalanya sudah muncul dua tanduk. Pasalnya disini ia yang paling sumbu pendek.
" CAMPING " jawabnya kesal.
Dua manusia yang ribut itu pun serempak menoleh ke arah Alan. Mereka kira kenapa, taunya emang kenapa. Lah? Sama-sama loading. Alan sendiri pun sama, bingung kenapa dirinya berteriak.
Raden mendecak.
" Liat nanti. "
Gama mendengus mendengar jawaban acuh Raden. Alan mangut-mangut aja, toh ia sudah tau apa yang Raden maksud.
" Ilangin dah gengsi lo, buset." celetuk asal Gama membuat Elang melotot.
" Itu mulut kayak minta di tabok panci dah." Elang merutuki dengan wajah julid khasnya, sesekali melirik ke arah Raden, takut anak itu mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KHATULISTIWA
DiversosBagaimana jika Raden acuh dan berdiam diri memandangi pemuda bername tag Atharrazka Rajendra dipukuli begitu saja dihadapannya? Tentu saja itu yang ia lakukan sekarang, sambil sesekali menyesap batang nikotin yang membuat nafas Razka semakin terc...