|||
"Emang ye bener orang paling sinting tuh si Raden"
"Hm"
Sepanjang celotahan Gama, Raden hanya berdehem sebagai jawaban, dalam artian malas dengan kicauan yang anak dokter itu keluarkan.
Tumben Elang tak ikut heboh dengan hotnews saat ini, biasanya ia menjadi asisten Gama dalam urusan per–gosipan. No! Lelaki putra pak Sulthan Erlangga yang alim itu sibuk membereskan barang bawaan nya, dan milik Raden.
"Gue dapet apa den, kalo beresin barang lo?"
"Izin main geshin 1 bulan di rumah"
"Oke deal!"
Mungkin bagi orang lain sepele, bagi Elang? Sungguh wah luar biasa, bisa main game favoritnya di rumah adalah sebuah anugerah. Sebab abi nya sangat tidak suka permainan-permainan semacam itu, jika dirumah Elang lebih sering disuruh untuk belajar membaca kitab-kitab yang tidak ia mengerti sama sekali hurufnya.
"Elang buta huruf ABIII... ARGHHH!"
Itulah alasannya Elang malas pulang jika abi nya sedang berada di rumah.
"Den, coba ramal habis ini siapa yang dateng?" Gama bersendekap dada, percaya diri dengan ramalan yang ada di kepalanya.
"Emang Raden dukun lo suruh ramal-ramal?" Celetuk Elang sembari tangannya fokus menata pakaian Raden.
Gama langsung menatap sinis Elang, yang ditatap pun membalasnya serupa. Sekalinya akur tuh gak bisa, yang ada Alan bagi-bagi sembako syukuran. Beruntung anak OSIS satu itu tidak berada disana, jika iya pasti kepala tom and jerry itu sudah berdenyut di hantam remote AC.
Uh.. Elang membayangkan nya saja ngeri, ia mengelus2 kepalanya sendiri.
Tak lama pucuk cinta ulam pun tiba. Alan masuk dengan membawa lembaran-lembaran yang seperti nya penting, tapi seperti nya tidak penting bagi mereka bertiga. Padahal penting banget.
"KOK LO SIH YANG NONGOL??! Ramalan gue bukan elo yang dateng!" Seketika mulut Gama di geplak Alan dengan kertas-kertas di tangannya.
Plak!
"Terus siapa? Genderuwo?"
Alan tak menghiraukan Gama yang sibuk mengusap-ngusap mulutnya, ia menghampiri sofa dimana Raden berbaring.
Bruk!
Kertas-kertas yang semula di tangan Alan, ia letakkan di hadapan Raden. Lelaki putra Dhirgantara itu sontak memandang Alan dan menaikkan sebelah alisnya.
"Gugatan keluarga nya Aldi."
Lontaran satu kalimat itu mampu membuat Gama dan Elang memelototkan matanya terkejut.
"Wait wait. Gak salah dia gugat Raden?" Entah sejak kapan Gama sudah berada di sebelah mereka.
"Menurut lo?"
Alan menjatuhkan badannya di sofa, ia meraup wajahnya kasar. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana nasib keluarga itu setelah ini. Ia tidak khawatir dengan Raden, sama sekali tidak. Melainkan dengan keluarga Aldi. Berani sekali bermain-main dengan Rajendra.
KAMU SEDANG MEMBACA
KHATULISTIWA
RandomBagaimana jika Raden acuh dan berdiam diri memandangi pemuda bername tag Atharrazka Rajendra dipukuli begitu saja dihadapannya? Tentu saja itu yang ia lakukan sekarang, sambil sesekali menyesap batang nikotin yang membuat nafas Razka semakin terc...