Sahabat

83 12 0
                                    


Kedua anak lahir dengan selisih beberapa hari, membuat kedua pasang orang tua sangatlah berbahagia karenanya. Mereka sepasang sahabat dan rekan bisnis yang saling bersama hingga bertetangga, harap penerusnya pun seperti itu.

Satu bayi laki-laki yang lahir di gelapnya malam terang bulan yang merefleksikan cahaya matahari dan satu lahir disaat fajar menunjukkan eksistensinya bersamaan sinar jingga.

Bumi sangatlah menyukai kegelapan, ia merasa sangat tenang dan damai, tanpa bayangan yang selalu membuntutinya, menatap rembulan dan bintang diatas sana, menyinari nya setiap hari.

Ketika mengenal Jino untuk pertama kalinya, ia merasa terganggu dan lebih suka menyendiri baik bersembunyi di bawah ranjang atau bahkan lemari. Tapi Bumi pun membenci ketika sudah mulai terlihat lengkungan bibir tak mengenakan dari sang calon teman.

Bumi terdidik dengan tegas dan disiplin oleh keluarga nya sejak dini, atas alasan membuatnya kuat dan melatih diri untuk menghasilkan penerus yang unggul bagi masa depan keluarganya.

Kedua orang tua Jino sangatlah menyayangi putra mereka satu-satunya itu, kehangatan selalu ada dirumah Jino, tapi entah kenapa sang anak murung akhir-akhir ini.

"Jino, kamu kenapa sayang? Kok cemberut kaya gitu?" Sang bunda menghampiri ketika dirinya duduk berdiam diri dibangku taman bersama peliharaan kesayangannya, nampak wajah murung dan tak lupa memeluk kaki nya bersandar disana.

"Abin kenapa jarang main kesini sekarang? Abin kemana? Abin marah sama Jino ya Bun?" Perempuan itu tersenyum, putranya ini ternyata merindukan teman kesayangan nya.

Abin adalah nama akrabnya pada sang teman yang bersamanya dari lahir, hanya beberapa orang dapat memanggil namanya dengan seperti itu contohnya orang yang sudah dekat seperti keluarga Jino.

"Abin nya lagi belajar dulu, dia kan suka latihan juga, jadi Jino harus sabar, nanti juga Abin main lagi kesini."

Tingtong

"ABIIIIIIIN." Jino berlari kedepan gerbang rumahnya dengan rambut yang 'tuing-tuing' membuat sang penjaga cepat membuka pintu khusus tamu.

"Hueee, Jino rindu Abiin, Abin kemana aja? Abin gak kangen sama Jino? Abin gak mau main ya sama Jino?" Peluknya dibalas usapan di punggung Jino.

"Abin disini kan buat main sama Jino, jangan nangis kan ada Abin." Tangan mungilnya mengusap air mata yang keluar dari Jino, menenangkan nya sambil masuk ke dalam rumah, ke tempat bermain yang biasa mereka pakai.

Jujur saja, ayu sebagai ibunda dari Jino sangatlah bahagia melihat kebersamaan mereka, ia pun telah menganggap Bumi sebagai anak keduanya. Tapi, dirinya khawatir dengan perasaan anak kecil itu, didikan yang tegas dan disiplin akan membuat perasaan nya semakin lama akan semakin tumpul.

Semoga saja Jino pun dapat mencegahnya.

Tahun demi tahun telah berlalu, mereka tetap bersama dalam semua hal, contohnya sekolah, bermain dan olahraga, tentu Jino hanya menonton Bumi tersayangnya yang olahraga mengenakan samsak di tempat latihannya, sesekali ia pun memberikan handuk dan minumannya.

"Abiin." Ditengah jam istirahat, Jino menghampiri sang sahabat yang tengah bersantai di atap sekolah dengan teman-teman sepergaulan nya, dengan serempak mereka memadamkan pemicu asap yang paling tak disukai Jino.

"Jino, ngapain kesini? Lagi ngasep." Isyarat tangan nya membuat yang lain meninggalkan mereka berdua disini, lagipula untuk apa mereka mendengarnya.

"Tadi ayah kan datang ke sekolah, masuk ke ruang BK sama Bu Ati terus Jino nguping." Jino sedikit terisak saat menjelaskan, buat sang lawan bicara ikut khawatir tentangnya.

SMASRAMA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang