Bab 2: Benturan Ego

692 16 0
                                    

Pertandingan sebelumnya telah membawa Geri dan Fajar semakin dekat satu sama lain. Mereka merasakan adanya ikatan yang unik, meski terkadang ego mereka saling bentrok di lapangan. Sekarang, mereka berada di pinggir lapangan setelah latihan tim selesai. Udara segar dan langit senja memberikan suasana yang santai.

Geri duduk di bangku, mengelap keringat dari wajahnya dengan handuk kecil. Fajar duduk di sampingnya, sedikit terengah-engah setelah latihan yang intens. Mereka berdua terlihat lelah, tapi tetap ceria.

"Heh, Ger, lo emang jago sih! Gue nggak nyangka bakal ada pemain sebagus lo di tim ini," ucap Fajar sambil tersenyum.

Geri mengangkat bahunya dengan cuek. "Ya, tentu aja! Gue memang paling hebat di sini. Nggak ada yang bisa ngalahin gue."

Fajar tergelak mendengar keangkuhan Geri. "Pede banget, ya? Tapi kita tahu, kita punya kemampuan yang berbeda-beda. Semua orang punya nilai plus masing-masing."

Geri mendengus, "Ah, coba aja deh kalau lo berhadapan langsung sama gue di lapangan. Gue pasti bisa ngalahin lo dengan mudah."

Fajar menatap Geri dengan senyum lebar. "Challenge accepted, bro! Nanti kita lihat siapa yang keluar sebagai pemenang di lapangan."

Geri menaikkan alisnya. "Serius lo? Gue tunggu aksi hebat dari lo kalo gitu."

Mereka berdua saling pandang dan tertawa. Meski ada sedikit persaingan, hubungan mereka tetap santai dan penuh guyonan.

Setelah latihan, Geri dan Fajar memutuskan untuk ngobrol sambil duduk di bangku dekat lapangan. Udara senja yang sejuk memberikan kesan lebih nyaman.

Geri memulai pembicaraan, "Eh, Fajar, cerita dong tentang kegiatan lo di luar futsal. Apa hobi lo selain main bola?"

Fajar merenung sejenak, kemudian menjawab dengan ceria, "Selain main bola, gue suka banget denger musik. Gue kolektor lagu-lagu indie, nih. Lagu-lagu yang nggak terlalu mainstream gitu, tapi enak didengerin."

Geri mengangguk-angguk. "Ah, jadi lo suka yang alternatif gitu ya. Gue juga suka denger musik, tapi biasanya gue lebih ke genre pop yang catchy. Lagu-lagu yang bisa bikin mood gue naik."

Fajar tertawa, "Gue sih nggak terlalu suka lagu-lagu yang catchy. Tapi boleh dong lo rekomendasiin lagu-lagu pop favorit lo, siapa tau bisa nyoba dengerin juga."

Geri menggaruk kepalanya, berpikir sejenak. "Yaudah deh, nanti gue kirim lo playlist-nya. Semoga lo suka."

Fajar tersenyum. "Deal, bro! Nanti gue juga kasih lo playlist lagu indie favorit gue. Siapa tau bisa jadi saling rekomendasiin lagu, kan?"

Geri menepuk pundak Fajar, "Deal! Kita jadi temen sharing musik juga sekarang."

Percakapan mereka berlanjut, membahas berbagai topik yang nggak kalah seru. Mereka ngobrol tentang film, makanan favorit, dan cerita lucu tentang kejadian di sekolah. Semua berjalan dengan alami dan santai, seolah mereka sudah berteman lama.

Tiba-tiba, Geri menepuk bahu Fajar dan menunjuk ke sebuah gerobak makanan di pinggir lapangan. "Eh, Jar, gua lapar nih. Ayo, mampir ke gerobak sate samping situ. Katanya sate kambingnya juara!"

Fajar menunjukkan senyum sumringah. "Oh, jelas banget! Gue udah nungguin momen makan sate kambing ini dari tadi."

Mereka berdua bangkit dari bangku dan berjalan menuju gerobak sate sambil bercanda di sepanjang jalan. Percakapan mereka terasa alami, layaknya anak Jaksel yang santai dan akrab.

Sambil menikmati sate kambing yang lezat, mereka berbagi kisah-kisah lucu dan menghabiskan waktu bersama. Meskipun ada sedikit ego yang terjalin di antara mereka, Geri dan Fajar berhasil menemukan keakraban yang unik, menjalin persahabatan yang tumbuh dengan alami.

Percakapan mereka terus berlanjut seiring waktu, mengikuti alur kehidupan sehari-hari yang kocak dan menyenangkan. Mereka saling mengerti satu sama lain dan menemukan kenyamanan dalam kehadiran satu sama lain. Persaingan di lapangan hanya menjadi bagian kecil dari hubungan mereka yang semakin kokoh.

Futsal dan Cinta Sejati (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang