10

186 14 3
                                    

Semaleman gue mikirin si anak laki-laki dan Atha. Btw, kemaren gue gak masuk kelas, dong. Jadi di uks doang, kerenkan? Enggak? Yaudah, deh.

Pagi ini gue masuk kelas dan disambut dengan ledekan si Rayi. "Heh, cadel, kemaren kenapa nggak masuk kelas lo? Cuma pingsan doang keles, lebay amat di uks mulu."

"Berisik lu. Kalo kangen gue bilang aja, cong," goda gue dengan nada datar. Jayus banget sumpah.

Dia memutar bola matanya. "Mupeng lo gue kangenin."

Gue menghiraukannya dan mengahampiri Karen. Sialnya, si Rayi menyelengkat kaki gue. Dan ya, jidat gue mencium lantai.

Mamaaa, jidat Kinara bisa jenong nih jatoh mulu gara-gara diselengkat Rayi.

"RAYI KUCRUT! AWAS AJA YA LO," teriak gue histeris.

Rayi malah tertawa terbahak-bahak disusul dengan tawa anak-anak yang lain, kecuali Atha. Dengan baik hati, Atha membantu gue bangun. Seketika kelas hening. Rayi keluar kelas sedangkan anak-anak yang lain mencie-ciekan Atha juga gue. Dasar gak jelas.

Dari rumah, gue udah menyiapkan barang-barang yang gue perlukan untuk ngerjain si Rayi. Gue tau dia takut sama boneka yang matanya bisa ketutup kalo ditidurin dan kebuka kalo dalam posisi duduk.

Benar, gue bawa boneka itu, tapi ukurannya se-barbie (nggak besar). Abis itu, tuh boneka juga udah dekil dan lebih menyeramkan dikitlah daripada boneka biasanya.

Rencananya, mau gue masukin ke lokernya pas pulang. Soalnya gue perhatiin dia jarang kunci loker. Wait, 'perhatiin' di sini dalam artian yang semacam cari tahu buat rencana kejahilan, ya.

"Kening lo gapapa, Gy?" Tanya Atha setelah membantu gue.

Dia. Perhatian. Sekali.

"Gapapa. Udah kebal kening gue mah, sama lantai," jawab gue diiringi kekehan pelan.

Gue inget yang kemaren dan semalem gue pikirin. "Atha, lo pernah ke Ohio, nggak, pas kecil?" Pertanyaan itu keluar dengan mulus.

Dia hanya tersenyum simpul dan berkata, "Pernah. Dulu pas gue umur empat tahun kalo gasalah, deh. Soalnya ada acara keluarga di sana waktu itu."

"Di sana lo pernah kenalan sama anak perempuan yang umurnya sebaya sama elo, nggak?" Tanya gue, lagi.

"Maaf, gue enggak terlalu inget. Itu udah lama banget. Emang kenapa, sih, Gy?" Atha menatap gue bingung.

Gue mengibaskan tangan di udara. "Nggak, nanya aja. Oh iya, lo udah mulai ikut ekstrakulikuler?" Tanya gue mengalihkan topik.

"Belom. Kira-kira ekskul yang seru apa, ya?" Dia meminta pendapat gue.

"Lo lebih enak di yang akademik atau non-akademik?"

"Non-akademik aja, deh. Entar kepala gue panas lagi, kalo masih ikut yang akademik," Atha terkekeh.

"Well, gue sih masuk theater. Dan kebetulan kita lagi kekurangan anggota cowok," promosi gue.

"Gimana, ya. Gue nggak jago acting, Gy. Sorry, ya," tolaknya halus.

Gue tertawa dan berkata, "Santai aja lagi, Tha. Kita gak kekurangan banget-bangetan, kok. Ada juga fotografi, basket, gc, de-el-el."

Alisnya bertaut. "Gc? Apaan tuh?"

"Guitar club," jawab gue.

"Sounds great! Kelas ini yang ikut tuh ekskul siapa aja?"

"Juan, Rayi? Mereka doang, sih, yang gue tau. Dan Juan ketuanya. Jadi, lo bisa ngomong langsung ke dia," jelas gue.

Senyumnya mengembang. "Makasih ya, Gy, mau ngasih usul seputar ekskul."

"Sama-sama," kata gue.

Gue memperhatikan Atha yang menghampiri Juan, kayaknya dia bener-bener punya minat di alat musik gitar.

"Gue juga punya minat ah di gitar," sahut Rayi yang tiba-tiba udah duduk manis di belakang gue.

"Apa lo. Jidat gue yang indah bisa benjol-benjol, nih, diselengkat elo mulu," gue menjitak kepalanya keras.

Rayi meringis, "ADUH. MALAMPIR SELOW DONG. GALAK BANGET." Dasar lebay.

"CUMA DICUBIT DOANG KELES. LEBAY BANGET DEH LU CONG," bales gue gak kalah gila.

"CONG? APAAN TUH? PANGGILAN SAYANG LO YANG BARU BUAT GUE? DUH SO SWEET BANGET SIH ULULU," dia semakin menggila.

"BENCONG! Najong, banget," selamat menggila dengan kami! Sayang, gue udah capek teriak-teriakan.

"Yah, kok panggilan sayangnya gitu sih, del?" Tanyanya dengan muka melas.

"Heh cong, mupeng banget lu gue kasih panggilan sayang," kata gue.

"Iya, nih, aku mupeng banget dapet panggilan sayang dari kamu, del," godanya dengan tatapan yang menantang. Ngadu gombal? Ayo.

Gue meladeninya. "Aku nggak mau ngasih panggilan sayang, ah. Kamu aja manggil aku cadel."

Dia menaik turunkan alisnya, gak nyangka gue meladeni tantangannya. "Iya deh, janji gak manggil kamu cadel lagi."

"Ah, kamu mah kebanyakan janji," balas gue.

Rayi tersenyum manis, "Kali ini gak bohong. I swear." Kok keliatannya doi menghayati banget ngomongnya? Haha.

"Beneran, ya? Kalo ngelanggar, kamu harus beliin aku sepuluh es krim magnum infinity yang baru itu," ujar gue.

"Iya, cadel-ku yang paling unyu pas ngomel-ngomel. Siap can—"

"Jangan pacaran di kelas," potong Atha dingin.

Atha kenapa?

"Kalo cemburu bilang," sahut Rayi datar.

Tapi sukses membuat semua orang di kelas melihat ke arah kita bertiga.

—————————————————————————

Hai sudah lama tidak berjumpa/? selama setahun gue selalu lupa untuk nge-update ini cerita haha maav, padahal serius deh part ini udah gue bikin dari tahun lalu (curhat). udah ah, intinya semoga gue bisa menyelesaikan cerita ini dengan cepat/? sekian dan terimakasih ^^

TrickyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang